(07)-rencana terakhir

35 12 0
                                    

•HAPPY READING•

***

Setelah kejadian di lapangan, Bintang merasa ada sedikit kelegaan. Meskipun Riza belum sepenuhnya berhenti, perasaan takut yang selalu menghantuinya kini mulai memudar.

Namun, dia tahu bahwa ancaman itu belum hilang sepenuhnya. Riza bukan tipe orang yang menyerah begitu saja, dan Bintang bisa merasakan bahwa akan ada sesuatu yang lebih besar terjadi.

Beberapa hari kemudian, rumor mulai beredar di sekolah. Desas-desus bahwa Riza dan gengnya sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar dan berbahaya.

Bintang mulai mendengar bisikan di lorong-lorong, cerita dari teman-teman sekelasnya, meskipun tidak ada yang mau bicara langsung dengannya. Dia tahu bahwa sesuatu akan terjadi, dan kali ini, dia mungkin harus bersiap untuk menghadapi sesuatu yang lebih serius.

Suatu sore, saat sekolah sudah hampir sepi, Rina mendekati Bintang di koridor. Wajahnya tampak cemas, dan dia tampak seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Bintang, kamu harus hati-hati," bisik Rina sambil melirik sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mendengar. "Aku dengar Riza dan teman-temannya merencanakan sesuatu malam ini."

Bintang merasa jantungnya kembali berdegup kencang. "Malam ini? Apa yang mereka rencanakan?"

Rina menelan ludah, jelas terlihat gugup. "Aku nggak tahu detailnya, tapi mereka bilang mereka bakal menunggu kamu di luar sekolah. Ini nggak baik, Bintang. Kamu harus pergi lebih awal atau cari bantuan."

Bintang terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Dia tahu Riza, jika sudah merasa terpojok, akan melakukan apa pun untuk mengembalikan dominasinya.

Tapi melarikan diri bukanlah solusi. Kali ini, Bintang ingin menghadapi masalah ini, meskipun itu berarti menghadapi Riza di luar sekolah.

“Terima kasih udah kasih tahu, Rina,” kata Bintang akhirnya. “Tapi aku nggak bisa terus lari. Aku harus menghadapinya.”

Rina tampak cemas. "Bintang, ini bukan soal keberanian lagi. Mereka bisa melakukan apa pun, dan aku nggak mau kamu kenapa-kenapa."

Bintang menatap Rina, memahami kekhawatirannya. Tapi dia juga tahu bahwa ini adalah ujian keberanian yang sesungguhnya. Setelah semua yang dia lalui, dia tidak bisa mundur lagi sekarang. "Aku tahu risikonya, Rina. Tapi aku nggak bisa terus hidup dalam ketakutan."

Rina menatap Bintang dalam diam, lalu mengangguk pelan. "Kalau kamu benar-benar ingin melakukan ini, aku akan bantu. Aku dan Andi akan ada di sana kalau kamu butuh kami."

Malam itu, ketika langit mulai gelap, Bintang berjalan keluar dari gerbang sekolah. Suasana di sekitar sekolah tampak sepi, hanya ada beberapa siswa yang masih tersisa, sebagian besar sudah pulang. Namun, di kejauhan, Bintang bisa melihat bayangan-bayangan yang tidak asing baginya. Riza dan gengnya sudah menunggu di luar pagar, tepat seperti yang Rina katakan.

Bintang menarik napas panjang. Dengan setiap langkah yang dia ambil, dia bisa merasakan ketegangan semakin meningkat. Tetapi dia tahu bahwa ini adalah sesuatu yang harus dia lakukan. Dia tidak bisa lari selamanya, dan malam ini akan menjadi titik balik, entah itu kemenangan atau kekalahan.

Ketika Bintang mendekat, Riza melangkah maju dari kelompoknya, wajahnya penuh dengan kesombongan yang sama seperti sebelumnya.

"Aku udah nunggu kamu, Bintang," kata Riza dengan senyum dingin di wajahnya. "Kamu pikir semuanya selesai dengan obrolan kita kemarin?"

Bintang tidak menjawab. Dia hanya menatap Riza dengan mata yang tenang, meskipun hatinya masih penuh ketakutan. Tapi kali ini, dia tidak ingin membiarkan rasa takut itu mendikte apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Aku cuma mau ini berhenti, Riza," kata Bintang akhirnya, suaranya tegas. "Semua ini nggak ada gunanya. Aku nggak mau jadi musuh kamu, dan aku nggak mau terus-terusan hidup dalam ketakutan."

Riza tertawa sinis, langkahnya semakin mendekat. "Kamu pikir semua orang bisa hidup damai-damai aja? Ini dunia nyata, Bintang. Di sini, yang kuat yang bertahan. Kamu lemah, dan karena itu, kamu layak diinjak."

Ketegangan semakin memuncak, tetapi sebelum Riza bisa melanjutkan, langkah kaki lain terdengar dari belakang Bintang. Rina dan Andi muncul, berdiri di samping Bintang tanpa ragu. Mereka mungkin bukan petarung, tetapi kehadiran mereka memberikan Bintang sedikit rasa percaya diri.

Riza melirik mereka berdua dengan jijik. "Oh, jadi sekarang kamu bawa bala bantuan? Kamu pikir ini bakal bikin aku takut?"

Tiba-tiba, langkah kaki lain terdengar dari arah berlawanan. Guru olahraga mereka, Pak Dedi, muncul dari kegelapan, melangkah dengan tenang ke arah kelompok itu. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Pak Dedi dengan suara tenang tapi tegas. "Sepertinya ini bukan tempat untuk adu kekuatan."

Riza tampak terkejut dan sedikit panik. "Kita nggak... kita cuma mau ngobrol sama Bintang, Pak."

Pak Dedi menatap mereka semua dengan mata yang tajam. "Obrolan macam apa yang butuh semua orang di sini? Saya sudah dengar tentang masalah ini, dan saya nggak akan biarkan ada kekerasan terjadi di sekolah ini."

Riza menatap Bintang dengan marah, tetapi dia tahu bahwa dengan kehadiran Pak Dedi, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Perlahan, dia mundur, memberi isyarat kepada teman-temannya untuk mengikuti. "Ini belum selesai," bisiknya penuh ancaman sebelum berjalan pergi.

Sekian untuk part-nya

Tetap stay tune untuk membaca bab berikutnya.

To be continued
Dipublikasikan pada:14,Maret, 2024

Sampai berjumpa di bab selanjutnya.
Salam sayang dari ryfal, author MASA BINTANG.

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang