Setelah memindahkan posisi Salsa ke atas ranjang, Lian keluar dari kamar. Laki-laki itu menuju ke lantai bawah dan mulai keluar dari rumahnya. Ia duduk di teras, menikmati udara malam sembari menyesap rokoknya. Dikeluarkannya ponsel dari saku lalu menghubungi seseorang yang beberapa jam lalu ia temui.
Adhira.
"Hallo Ra?" Sapa Lian.
"Iya, kenapa?"
"Udah sampe rumah?"
"Udah Li, thanks ya buat waktunya. Besok gue bisa ketemu Sekala lagi kan?"
"Bisa, kabarin aja mau ketemu jam berapa."
"Salsa gimana Li?"
Lian menghela nafasnya kasar. Mengingat kejadian tadi yang membuat hatinya ikut sedih.
"Tau sendiri kan?" Tidak menjawab, Lian melempar pertanyaan pada lawan bicaranya.
"Pasti sedih banget, tapi mau gimana lagi gue juga butuh Sekala. Dia anak gue Lian, lahir dari rahim gue sendiri. Tapi baru kali ini gue sama Sekala bisa berinteraksi layaknya ibu dan anak. Gue ngerasa bersalah juga sama Sekala karena nggak bisa rawat di dari kecil." Lian dapat mendengar suara Adhira yang juga menyimpan banyak kesedihan.
"Dulu Salsa udah ikhlas banget kapan aja lo mau ambil Sekala. Tapi makin ke sini jadi makin susah, mungkin karena udah sesayang itu sama sekala."
"Iya Lian gue ngerti, makanya gue juga nggak bakal langsung bawa pulang Sekala. Mungkin bakal lebih sering main ke rumah Lo sama Salsa biar Sekala bisa deket juga sama gue. Boleh kan?"
"Iya boleh."
Diam sejenak di antara keduanya. Hanya suara serangga yang bersembunyi di tanaman milik Salsa.
"Lian, gue boleh nanya nggak?" Suara Adhira memecah keheningan.
"Itu tadi lo udah nanya kan?" Lian mencoba melempar candaan agar tidak ada rasa canggung lagi.
"Nggak gitu maksud pak Liaannn!" Terdengar decakan sebal dari perempuan di seberang sana. Lian hanya tertawa menanggapinya.
"Iya iya mau tanya apa?"
"Nggak jadi." Ketus Adhira.
"Dih mamanya Sekala ngambekan banget."
"Lian bacot." Lian mencoba menahan tawanya agar tidak menggangu orang-orang yang sedang tidur.
Selesai berbincang dengan Adhira, Lian kembali masuk rumahnya. Segera menuju kamar untuk beristirahat. Hari ini sangat melelahkan, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk Salsa, Sekala dan juga Nabila.
***
Cahaya matahari mulai menelisik lewat celah tirai. Mengusik tidur sang puan hingga ia perlahan membuka mata dan mengedarkan pandangan. Mengingat kejadian semalam yang membuatnya ketiduran disisi ranjang. Ia tidak perlu bertanya siapa yang membenarkan posisi tidurnya karena itu sudah jelas suaminya. Perempuan itu mendapati suaminya yang sudah bersiap dengan pakaian rapi dan mata tajam itu menatap fokus pada layar laptop di depannya.
Dahinya sedikit mengerut, entah tulisan apa yang membuatnya seolah kebingungan. Barangkali kasus yang sedang ditangani cukup berat atau ada permasalahan lain yang mengganggu pikirannya.
Salsa melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Tidak membutuhkan waktu lama ia di dalam sana karena tergesa takut suaminya sudah kesiangan untuk berangkat bekerja. Setelah membersihkan diri dan bersiap dengan pakaian yang juga rapi, ia baru berani mendekati Lian.
"Udah sarapan?" Lian mendongak, menatap hangat wajah istrinya.
"Belum. Kamu kalo mau sarapan turun dulu aja, aku masih repot."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedekat Detak dan Detik
Teen FictionPengkhianatan itu nyata, di depan mata. {Alma Salsabila Svarga} Manusia itu tempatnya salah. {Lian Anggasta Palupi} Cerita SDD yang di tiktok sedotan jasjus aku pindah ke sini yaa!!