Part 4

144 25 0
                                    

Jakarta Masa Kini.


Arlo tampak duduk di salah satu bangku batu yang terletak di pinggir jogging track kompleks rumah barunya. Ia menikmati pagi hari dengan menemani Dean bersepeda. Kini Dean tampak sibuk meminum jus di samping Arlo dan Arlo yang duduk sembari memastikan semua kebutuhan putranya terpenuhi.

Ingatannya berputar pada mimpi semalam. Ia memimpikan ingatan masa lalu. Bukan bunga tidur biasa.

Mungkin karena baru ketemu dia kali ya. Batin Arlo.

Tidak. Arlo tau jelas ini bukan hanya karena pertemuan tidak disengaja kemarin. Mereka punya cerita di belakang sana. Cerita yang mungkin akan membuat semua orang mengumpat padanya ataupun Mitha.

Mimpi itu adalah cuplikan singkat salah satu waktunya bersama Mitha.

Sesi podcast? Lebih dari itu. Mereka sudah melakukan jauh melebihi teman mengobrol. Mereka jatuh dalam pusaran perasaan yang tidak seharusnya ada. Perasaan memabukkan yang berakhir membuat Arlo mendapati dirinya bangun di atas kasur yang sama dengan Mitha.

"Mas Arlo?"

Sebuah suara menyapa Arlo. Membuat ia tersadar dari lamunannya. Tak jauh darinya ada Mitha berdiri. Dengan setelan jogging-nya, menatap Arlo tak percaya akan pertemuan mereka yang lainnya.

Baru saja dipikirkan dan sudah kejadian. Itu yang ada di benak Arlo sekarang.

"M-Mitha?" Ia langsung berdiri dari posisinya. Hendak menyapa Mitha namun yang didapati, raut wajah Mitha yang keheranan, geli, dan berfokus pada satu titik.

Arah pandang Arlo berubah. Mitha fokus menatap putra Arlo, Dean, yang duduk di samping Arlo tadi. Ketika melihat Dean, Arlo tau apa yang terjadi.

Putranya sibuk memasang tatapan genit, menggerlingkan mata ke arah Mitha. Bocah genit. Ucap Arlo tak percaya pada sisi lain anaknya ini.

"Abang ngapain?" tanya Arlo pada anaknya yang masih mengedipkan sebelah mata, menggoda Mitha.

"Aunty cantik, Papa. Abang mau sapa," jawab anaknya polos.

Arlo terdiam mendengar jawaban putranya yang tampak tidak bisa dipercaya. Rasa-rasanya Dean tidak pernah se-aneh ini dan bocah 4 tahun mana yang bisa berpikiran menyapa wanita dewasa dengan gerlingan mata genit?

"Pfftt... Ajaran siapa ini?" tanya Mitha tak percaya sembari menahan tawa.

Ia mendekati Dean yang masih duduk di bangku batu itu lalu berjongkok di depannya, berusaha menyamakan tinggi dengan Dean. "Abang namanya siapa?" tanya Mitha mengulurkan tangan.

"Dean Abirama, Aunty. Aunty siapa?" tanya Dean berbalik.

"Mitha." Ia menjabat tangan kecil Dean. Lalu tersenyum pada bocah kecil itu.

"Cantik," puji Dean polos membuat Arlo membeo tak percaya.

Apa putranya baru saja menggombali seorang wanita? Demi neptunus, seorang bocah di bawah 5 tahun tidak seharusnya seperti ini. Batin Arlo ingin sekali berteriak melihat semua yang ada di depannya.

Kini Mitha kembali berdiri dan menghadap Arlo. Otaknya tidak cukup bodoh. Pertemuan pertama kemarin, ia mengetahui jika istri Arlo telah meninggal dunia ketika melahirkan seorang putra bagi Arlo. Sudah pasti anak menggemaskan bernama Dean ini adalah putra Arlo dengan mendiang Diana.

Dean tidak memiliki kemiripan dengan Arlo secara fisik. Rambut Dean hitam dan jatuh, kulitnya yang putih bersih, bahkan bentuk matanya yang agak bulat. Ini sudah jelas pemberian dari Diana, ibunya. Hanya satu kemiripannya dengan Arlo. Tingkah konyol anak itu.

Mahakam BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang