Mistress

10 2 0
                                    

Semuanya menjadi begitu berantakan. Tak ada satupun yang dapat dikendalikan. Perempuan itu nyaris mengakhiri semuanya sendirian. Walaupun pada akhirnya, dia kembali memeluk dirinya sendiri dalam kesepian.

Mungkin menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada hidupnya tak akan berbuah hal manis atau menjawab semua pertanyaan yang muncul di kepala, sebab pada dasarnya masa depan manusia selalu berkaitan dengan tindakan apa yang diambil di masa sekarang.

Bisa dibilang, Aliska adalah satu dari sekian banyak orang yang menyesali keputusan untuk menikah dan hidup bersama orang asing yang baru ditemui. Mungkin juga, dia adalah sekian dari banyaknya manusia yang menyesal dan sedang menunggu waktu yang tepat untuk mengakhiri pernikahan yang dia pikir akan membawanya pada sebuah kebahagiaan.

Pikirannya benar-benar bercabang dan penuh. Kejadian malam kemarin di mana dirinya nyaris meregang nyawa karena tercebur ke dalam kolam dalam kedaan mabuk sudah hilang di dalam kepala. Sekarang, pikirannya merambat pada adegan di mana dia bertemu dengan Heru. Ekspresi lelaki itu memperlihatkan kekecewaan yang begitu kentara.

Semua yang coba dia lakukan ternyata tak ada gunanya. Dia melanggar beberapa aturan yang sebenarnya dia tahu dan dia pahami. Terlebih lagi dia harus membuat Tina pusing tujuh keliling, sebelum semuanya berakhir sia-sia dan dia sadar bahwa sebenarnya dia telah kalah dan gagal.

Dia masih berdiam diri di dalam mobil, sedangkan benda persegi canggih dengan harga yang jauh dari harga mobil berwarna hitam yang terparkir rapi di sebelahnya ini, sudah berada cukup lama di dalam bagasi rumahnya. Aliska termenung. Lagu dari playlist milik Tina terdengar melantun pelan menemani keheningan malam ini.

I'm gonna hate you

Paint you like the villain that you never were

Tok tok tok

Tiga kali ketukan pada jendela kaca mobil menyadarkan perempuan itu. Aliska tersentak dan menoleh ke arah sumber suara. Sosok dengan pakaian santai itu menatapnya lekat dengan kening berkerut. Perempuan itu menghela napas, pun meraih tas yang berada di kursi penumpang, sebelum akhirnya beranjak keluar.

"Besok kosongin jadwal kamu, aku mau kamu ikut aku ke acara Pak Sanjaya."

Aliska menghentikan langkahnya. Perempuan itu tak menoleh, sedangkan sosok yang berdiri di belakangnya masih bergeming. Ini adalah konversasi pertama setelah tadi pagi mereka sempat bertengkar dan berteriak. Suara lelaki ini juga terdengar dingin, seolah-olah dia enggan untuk memulai konversasi mereka.

"Dia ngadain birthday party cucu keempat, nggak lama cuma bentar. Aku maksa karna besok ada Mr. Fredly dari Berlin," lanjutnya.

Kali ini Aliska memutar tumitnya dan tersenyum miring. Wajahnya terlihat meremehkan dan Sean tahu bahwa istrinya ini sudah menyiapkan begitu banyak makian untuk dirinya. Namun dia masih mencoba menahan diri dan kembali berbicara dengan ekspresi datar.

"Dia suka keluarga harmonis, that's why Pak Sanjaya always make a birthday party for his family."

Aliska mengangguk-anggukkan kepala mengerti. Perempuan ini tahu dia yang dimaksud siapa. Tentu saja Mr. Fredly yang terkenal kaya dan royal itu. Sosok lelaki yang akan menyerahkan semua hal untuk keluarga kecilnya dan selalu menyukai keluarga harmonis yang tersenyum lebar di hadapannya.

"Temen-temen kamu munafik semua, ya? Cuma demi mancing simpati orang, sampai-sampai harus bohongin diri sendiri. Padahal semua juga tahu gimana bobroknya keluarga itu... termasuk kita."

Sean mencoba abai. Waktu sudah terlalu malam untuk memulai sebuah perdebatan sengit, di tambah lagi sekarang mereka sedang berada di area taman depan rumah. Hubungan buruk yang coba mereka sembunyikan dari dunia akan diketahui banyak orang.

How Do We End Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang