25; why?

38.6K 2.9K 240
                                    

"Anin."

Gadis itu tersentak kaget mendapati Gerald menyusulnya masuk ke kamar, Anin menatap suaminya yang masuk dengan kondisi masih setengah basah. Rambut sampai ke bagian bawah Gerald basah, tapi basahnya enggak sampai meneteskan air ke lantai, ada handuk yang melingkar di bahu lebarnya. Lembab sekujur badan.

"Kenapa masuk?" Gerald mengeluarkan suara lagi, sambil berjalan ke satu sisi meja meletakkan kaleng cola yang dia minum, "Kamu gapapa?"

Anin mengangguk, "Gapapa," jawabnya singkat lalu duduk di sofa kamar sambil makan makanan yang dia panggang tadi.

"Beneran?" Gerald menggusak kembali handuk ke kepalanya, mengusap wajahnya tampannya kemudian berjalan menghampiri Anin, duduk berjongkok di hadapannya.

"Kamu basah, Ge," kata Anin pelan.

Tanpa diduga Gerald membuka kaosnya di depan Anin, menyingkirkan kaos basah itu ke lantai sembarangan. Anin nyaris tersedak makanannya melihat Gerald semudah itu half naked di depannya, Gerald menyeka tubuhnya yang basah dengan handuk.

"Kenapa yang tadi dikasih ke Regan?"

Serius nanya begitu? Anin menatap Gerald datar, "Kamu kan udah dikasih Odi, yaudah aku kasih Regan, dia belum kebagian jatah makan."

"Aku bisa makan dua, satu mana cukup," tukas Gerald.

Anin mengernyitkan dahinya, "Panggang sendiri lah, jangan manja," balasnya lalu mengambil kaos basah Gerald di lantai, Anin pergi ke arah walk in closet, hendak menaruh kaos itu ke dalam keranjang pakaian kotor.

Gerald masih mengekorinya, dari ekspresi wajahnya terlihat kalau pemuda itu masih kebingungan karena tingkah istrinya yang terkesan datar. Iya sih kepribadian Anin memang tenang seperti biasa, tapi ada yang beda.

"Anin, kamu marah?" tanya Gerald pelan, terkesan hati-hati, "Aku ada salah?"

Anin yang baru selesai melempar kaos Gerald ke dalam keranjang pakaian kotor jadi menoleh, "Lain kali jangan tarok baju basah sembarangan, lantai kamar ikutan basah." sayangnya Anin menanggapi topik lain.

Gerald dengan cepat menahan lengan istrinya saat Anin ingin berjalan melewati, "Anin," panggilnya lembut.

"Apa, Ge?" sahut Anin malas, dia menepis tangan Gerald, "Kamu kalo udah selesai mending mandi, nanti sakit." menjawab panggilan Gerald tanpa menoleh ke orangnya.

Gerald meraih tangannya lagi, "Bilang dulu—hey, kenapa nangis?!" nada bicara Gerald berubah panik melihat kedua mata Anin berkaca-kaca, Gerald otomatis menarik tubuh Anin menghadap ke arahnya meski perempuan itu berkali-kali menolak.

Sedangkan Anin mengumpati dirinya sendiri, di saat seperti inilah dia terkadang membenci kehamilannya. Semenjak hamil, Anin yang tipikal orang jarang menangis sebelumnya jadi mudah tersentuh secara emosional menyangkut hal apa pun.

Rasa emosional itu juga gak bisa Anin kontrol, keluar begitu aja tanpa dikoordinir dulu.

Perkara lagi masukin kecap terus gak masuk ke botolnya aja dia nangis, apalagi begini.

"Kita obrolin baik-baik ya? Mau kan?" satu pertanyaan lepas dari mulut Gerald langsung membuat Anin mengangguk pelan. Setuju sama permintaan suaminya, sebaiknya semua hal mengganjal memang harus dikomunikasikan.

Gerald mengajak Anin duduk di sofa yang ada disana, walk in closet mereka masih kosong—belum ada barang-barang tertata disana, karena tempat itu bersebelahan sama kamar mandi, makanya Anin jadi kesana untuk mendatangi keranjang pakaian kotor yang diletakkan tepat di sebelah pintu kamar mandi. Ada di pertengahan batas kamar mandi dan walk in closet.

Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang