Sunshine International School, atau disingkat menjadi S.I.S adalah sebuah sekolah elit di kawasan pusat kota Levanter, yang isinya sembilan puluh sembilan persen anak orang-orang terpandang dan kaya raya.
Di antara ratusan siswa yang belajar di sana ada Leander Marlino, seorang remaja lelaki manis yang kini duduk di kelas X, yang dikenal juga sebagai Daisy dari S.I.S lantaran sosoknya yang mungil; tak terlalu tinggi tapi tak pendek juga, tubuh yang tak seberapa besar, sifatnya yang lucu, agak cerewet meski kadang kerap mendadak jadi pendiam, namun manis dilihat persis seperti bunga daisy di padang rumput luas.
Leander atau Lean panggilannya adalah seorang model ternama yang direkrut sebuah company besar dan aktif serta eksis di sosial media sebagai selebgram. Karena karirnya yang cemerlang itu membuatnya punya nama baik yang disandang dan disegani banyak orang. Buah dari kerja kerasnya sedari dini yang menggeluti bidang modeling.
Namun meski demikian Lean tak dilihat sebagai anak yang sombong atau angkuh hanya karena lebih terang sinarnya ketimbang anak lain. Ia yang memang dasarnya ramah pada siapa saja, pun jelas di sana-sini memiliki banyak teman serta ... fans!
Ah, iya. Banyak sekali yang menggaungkan diri sebagai penggemar Lean, tak terkecuali di sekolah. Seperti apa yang tengah terjadi saat ini.
"Kak Lean!" Tiba-tiba sekelompok siswi, adik kelasnya mendatanginya kala ia dan Sam-sahabatnya-berjalan di koridor hendak pergi ke kantin. Mereka membawa majalah dan mulai berkerumun di sekitar Lean.
"Iya?" sahut si empunya nama.
"Mau minta tanda tangan boleh?" ucap salah satu dari kelima siswi tersebut boleh.
"Boleh," angguk Lean.
"Yeeyyy!! Kak Lean baik banget, kalau minta foto juga boleh, gak?" timpal yang lainnya.
"Boleh," angguk Lean lagi. Lantas kelimanya mulai mensejajarkan diri dengan Lean untuk mengambil foto dari ponsel mereka pribadi.
"Kalau minta nomor teleponnya boleh?" tanya yang lainnya lagi.
"Nggak boleh!" itu Sam yang menjawab dengan tegas. "Mintanya yang wajar aja. Nomor telepon, nomor celana dalem, alamat rumah, gak boleh! Itu privasi!" gertaknya.
"Ih, Kak Sam pelit!"
"Woo, lagian kita minta nomor Kak Lean bukan Kak Sam, tau!"
"Iya ih, malah sok ngatur-ngatur!"
"Sok asik banget, deh!"
Kelima gadis belia itu pun mengoceh akan perangai Sam yang galak dan tegas ini. Membuat si kakak kelas nampak menggeram menahan kesal, dan andai saja tidak ada Lean di sebelahnya, Sam mungkin akan menarik rambut mereka lalu membotakinya paksa seperti yang ia lakukan pada boneka barbie milik sepupunya.
"Bodo!" sahut Sam kesal.
"Sam cuma bercanda, kok. Tapi kalau nomor telepon memang aku gak bisa ngasih ke kalian. Maaf banget, ya," timpal Lean sembari tertawa canggung meski tangannya sibuk menorehkan tinta hitam di atas majalah dengan sampul wajahnya sendiri.
"Yaahhh ... ya udah deh, gak pa-pa Kak Lean. Tapi nanti kalau kita minta foto bareng lagi masih boleh, kan?" pinta adik kelasnya.
"Boleh, kok. Boleh aja," jawab Lean.
"Kak Lean nanti katanya mau jadi model run away di Levanter Fashion Week, ya?" Satu dari kelimanya kembali bertanya.
"Eh? Kok tau?" Lean tersenyum.
"Ya dong! Soal Kak Lean apa sih yang gak kita tau?! Orang di sosmed aja udah rame banget tuh yang ngomongin Kakak!" cecar si gadis.
"Yah, gak surprise dong, ya?" Yang lebih tua tertawa kikuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Ada Dan Tiada ✓ [2min, slight Banginho]
Fanfiction"Dan anganku tak henti bersajak tentang bayangmu, walau kutahu kau tak pernah anggapku ada." Siapa sih yang tak kenal Lean? Murid paling menonjol di sekolah? Seorang model majalah remaja yang sosoknya bak setangkai kembang, dan selalu menjadi objek...