42. KEYAKINAN DAN KEBOHONGAN
"KAU SUDAH MEMBUATKU KHAWATIR!!! " Atsumu mencengkram kerah pakaian milik Sakusa saat dia kembali.
"Aku terkejut saat kau membawa orang itu. " Atsumu melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Sakusa. Dia menoleh kearah Akaashi yang Sakusa bawa bersamanya.
"Ada hal yang harus aku selesaikan, dan aku membutuhkan Akaashi untuk masalah ini. " Kata Sakusa, dia masih terus menatap Atsumu.
"Membutuhkannya untuk— apa? " Atsumu memiringkan kepalanya. Dia kebingungan.
Beberapa saat setelah Sakusa dan Oikawa membuat sebuah kesepakatan. Syarat yang Sakusa minta akhirnya dia dapatkan, meskipun terpaksa. Awalnya Sakusa meminta pembebasan atas Akaashi, tapi ketika Sakusa melihat Yachi yang terkurung bersama dia. Sakusa pun meminta untuk keduanya di bebaskan.
"Apa kau Sakusa? Akaashi selalu menceritakan tentang mu juga padaku, tidak ku sangka aku akan dibebaskan olehnya. Terimakasih banyak, aku akan selalu mengingat kebaikan mu. " Ucap Yachi sangat antusias sambil tersenyum kearah Sakusa.
"Akhirnya sayap ini bisa bergerak kembali dengan bebas. " Tutur Yachi sambil mengibaskan punggungnya yang secara perlahan mengeluarkan bulu bak sayap burung yang sangat putih dan bersih.
"Aku merindukan udara ~ aaaa... " Yachi mulai terbang dengan sangat gembira.
Sementara Yachi bahagia dengan kebebasannya. Saat ini Akashi dan Sakusa saling bertatapan serius satu sama lain.
"Aku tau, kau pasti memiliki motif di balik ini semua. Apa yang kau mau? " Tanya Akaashi. Dia tau kalau pembebasan ini bukan sekedar pembebasan tanpa balas budi. Akaashi tebak, Sakusa pasti akan memanfaatkannya setelah ini.
"Aku tau kau cukup pintar. Makanya aku meminta bantuan mu sekarang. "
"Apa yang bisa ku bantu? "
"Tidak sulit. Aku hanya ingin meminta kau mengembalikan ingatkan Bokuto bersama Kuroo di desa Fukuro. "
Akaashi mengerutkan keningnya curiga. "Apa maksudmu? Desa Fukuro sudah hancur, tidak ada lagi keturunan yang hidup selain aku dan dirinya. "
"Akan ku jelaskan itu nanti. Tapi saat ini aku benar-benar membutuhkan ingatannya Bokuto. Lakukan apa saja yang membuat ingatannya kembali. " Sakusa menatap Akaashi serius.
Pertemuan Akaashi dengan penduduk desa Ina agak sedikit canggung. Apa lagi dengan Kitashin yang tidak lagi berbicara kepada Akaashi. Mungkin luka akan kehilangan Osamu masih belum bisa terobati.
Yachi sendiri, Dewi super berisik itu kembali ke alam Surgawi. Dia harus bertemu Shimizu beserta Goshiki untuk membicarakan suatu hal yang Sakusa minta.
Setelahnya, Akaashi pergi bersama Bokuto menuju desa Fukuro. Namun sepertinya mereka akan mampir ke desa Nekoma untuk menjemput Kuroo.
"Kau tidak ingin menjenguk makamnya Osamu? " Tanya Bokuto. Dia tau sebenarnya Akaashi sangat ingin bertemu dengan sosok itu, meskipun sudah menjadi arwah sekalipun.
"Tidak. Ada hal yang lebih penting dari itu. Ayo kita pergi. " Kata Akaashi dingin. Dia langsung berjalan dan menghiraukan ucapan Bokuto tentang Osamu.
Malamnya, Sakusa mengajak Suna untuk mengobrol di luar. Sakusa menceritakan semua hal yang sudah terjadi padanya dan semua hal yang dia ketahui. Sakusa tau, jika Suna adalah orang yang tepat untuk bisa membantunya dalam masalah kali ini.
"Aku tau ini tidak masuk akal, tapi aku benar-benar membutuhkan bantuanmu. " Pinta Sakusa.
"Aku tidak mempunyai kekuatan. " Jelas Suna.
"Kageyama akan membantumu. " Kata Sakusa tegas.
Kemudian Kageyama datang dan melakukan penyaluran kekuatan pada Suna. Sekarang Suna mempunyai kekuatan, meskipun tidak besar, setidaknya kekuatan itu cukup untuk membantu Sakusa dalam rencananya kali ini.
"Efeknya akan membuat pegal. Tahan saja. " Kageyama menepuk punggung Suna. Lelaki itu memberikannya semangat.
Tiba-tiba pundak Atsumu di rangkul oleh seseorang, dia adalah Sakusa. Namun, sepertinya Hinata tengah mengambil alih tubuh lelaki cuek itu.
"Astaga!! Aku menyukaimu! Siapa namamu? " Hinata mencubit pipi Atsumu gemash.
"Bukannya kau sudah tau namanya? " Tanya Sakusa dalam pikirannya sendiri.
"Diam lah! Aku tidak sedang berbicara denganmu! " Mendadak Hinata berbicara sendiri. Sepertinya dia mengatakan kalimat tersebut kepada Sakusa yang berada di alam bawah sadarnya.
Atsumu sudah tau kalau Sakusa di rasukin oleh dewa kehidupan. Tapi Atsumu tidak mengenali siapa sosok dewa itu, dan apa namanya.
"Aku ingin menjadi temanmu! Kau mau berteman denganku kan?? " Wajah Sakusa tampak berbinar. Atsumu ingin tertawa sangat keras begitu melihat Sakusa yang seperti ini.
"Pftt—ekhem. Tentu saja, tapi aku tidak mengenalmu. " Ucapan Atsumu ini sukses membuat Hinata sedih. Tiba-tiba Sakusa kembali sadar.
"Wahh... Kau sudah membuatnya sedih. " Gumam Sakusa. Dia sambil memandang Atsumu kecewa.
"Aku memang tidak mengenalnya??? "
"Nanti juga kau ingat sendiri. " Sakusa menghela nafas.
Di pagi harinya. Oikawa datang bersama para pengawal dari Kerajaan iblis miliknya. Saat itu keadaan hampir menjadi kacau saat Oikawa iseng melemparkan batu kerikil ke arah kepala Kageyama sampai berdarah.
Oikawa hanya tertawa tanpa merasa bersalah setelah melakukan itu. Menurutnya, itu lebih baik daripada harus bertarung dan menguras tenaganya sampai habis. Ternyata menjahili Kageyama seperti ini sudah cukup bagi Oikawa, dan dia merasa puas. Sepertinya Oikawa akan melakukan hal yang serupa lain kali.
"Aku sudah melakukan apa yang kau minta. Prajurit milikku sudah memenuhi standar keinginanmu bukan? " Oikawa mengangkat alisnya. Dia menunjukkan tiga iblis yang dia bawa bersamanya.
"Sudah cukup. " Sakusa tersenyum mantap.
"Dimana imbalannya? " Tagih Oikawa.
"Kau akan mendapatkan itu saat waktunya tiba. " Sakusa menyeringai. "Dan kau akan mendapatkan itu dengan tanganmu sendiri. "
****
"Omong kosong! Apa manusia itu yang membuat rencana seperti ini? Memangnya dia kira ini akan berhasil? Aku tidak mau! " Goshiki menolak keras ucapan Yachi tentang rencana milik Sakusa.
"Kenapa? Bukannya kau pengagum setia Dewa Kehidupan ya? Ini juga untuk kebaikan beliau, perintahnya juga tidak sulit. Kau hanya perlu memancing Hirugami untuk mengatakan semuanya. " Perjelas Yachi.
"Dewa Bajingan itu sangat pintar. Dia pasti akan langsung tau jika aku mulai membicarakan hal itu padanya. "
"Memang itu tujuannya! Lalu setelah itu Shimizu akan mengubah hari menjadi malam bulan purnama, dan aku akan membuka gerbang untuk Sakusa bersama teman-temannya masuk. "
Shimizu diam. Dia mendengarkan semua yang Yachi ucapkan dengan lantang. Untung ini di lakukan di kediamannya Dewi Bulan, kalau tidak. Obrolan ini mungkin akan bocor di alam surgawi.
"Tapi... Kenapa Sakusa ingin masalah ini di selesaikan saat bulan purnama? " Pikir Shimizu, dia sampai mengabaikan teh favoritnya demi memikirkan hal ini.
"Ehmmm.... Mungkin karena.... Aku tak tau. " Sambung Yachi, dia sambil mengangkat kedua pundaknya. Yang kemudian mendapat tatapan tajam dari Goshiki. Shimizu tau kalau Goshiki sedang menunggu jawaban darinya.
"Aku percayakan saja padanya. " Shimizu menghela nafas. Akhirnya dia kembali pada teh favorit nya yang sempat diabaikan.
Sementara di tempat lain, Bokuto sedang berusaha untuk mengingat sesuatu. Alisnya berkedut tak kuasa menahan sengatan ingatan dalam otaknya.
"Ahh... Tetap saja aku tidak bisa mengingat apapun! " Keluh Bokuto.
"T—tenang, ini baru satu hari. Kau tidak di tuntut untuk bisa mengingat kapan. " Kata Kuroo. Dia celingukan karena sebenarnya bingung harus memulai ini dari mana.
"Tapi aku penasaran dengan apa yang terjadi padaku dulu! Memangnya ingatanku sepenting itu ya? "
Kuroo dan Akaashi kemudian saling memandang satu sama lain.
"Kau akan mengetahuinya sendiri setelah mendapatkan ingatan itu. Kau bisa langsung menyimpulkan apakah itu penting atau tidak penting. Sekarang kita makan dulu, aku sudah memasakkan makanan untuk kalian. " Pinta Akaashi. Dia berbalik untuk mengambil sebuah mangkuk kayu yang berisi sup ikan yang lezat.
Mereka bertiga akhirnya duduk di atas batang pohon yang tumbang, sambil menikmati sup ikan yang Akaashi buat.
Bokuto sibuk dengan makanannya, sementara Kuroo. dia masih memikirkan soal tujuannya Sakusa. Kuroo sejujurnya tidak ingin Bokuto mengingat semua hal yang ada padanya di masa lalu, karena mungkin. Bokuto yang sekarang tidak akan bisa menahan ingatan penuh kekacauan semacam itu.
"Aku tau kau sangat mengkhawatirkan nya. " Sambung Akaashi. Seakan-akan orang ini dapat membaca isi pikirannya Kuroo. "Aku juga sejujurnya sangat ingin ingatan itu kembali. Aku ingin dia mengingat ku seperti dulu. Tapi sepertinya, aku sudah tidak dapat berharap apapun lagi. Yang ku harapkan malah berlawanan dari masa lalu. "
Kuroo menoleh, dia mencerna semua ucapan yang Akaashi keluarkan. Apa ini soal Osamu? Ya, Kuroo sudah tau berita itu. Akagi yang memberitahunya. Kuroo tidak percaya Akaashi melakukan itu, namun keadaan mempunyai fakta. Apakah Akaashi menyesal melakukannya?
"Apa yang kau rasakan saat bersama Osamu? " Tanya Kuroo asal.
"Tidak tau. " Jawab Akaashi cepat. "Aku tidak tau kenapa Aku menjadi sangat peduli padanya. Padahal dia hanya seorang remaja yang lebih muda dariku, lalu dia mengalami patah hati. "
"Kau menyukai Osamu? " Kuroo memasang wajahnya serius.
"Tidak tau. Aku hanya menyukai Bokuto. " Ujarnya tampak ragu. Akaashi menoleh. "Kau juga menyukai Bokuto kan? "
Kuroo mengedipkan matanya berkali-kali. "Itu... Aku sahabatnya. Mana mungkin Aku bisa menyukai sahabatku. " Kuroo kemudian menundukkan kepalanya menatap tanah.
Pembicaraan ini penuh keraguan dan kebohongan. Tidak ada satupun yang berkata jujur di sini.
Tbc.
Yaelah apalwh kalian ini