Bab 37

9.9K 601 6
                                    

               Mata Ghendis terpaku pada layar komputernya. Ia meneguk ludah merasa gugup, sedikit keringat mengalir dari pelipisnya padahal gadis itu sedari tadi hanya duduk di depan komputer dan kondisi ruangan cukup dingin karena AC.

Namun Ghendis merasakan suhu tubuhnya memanas.

"Semoga kali ini... kumohon kali ini bisa berakhir dengan lancar." Gumam Ghendis dan jari kanannya menekan klik pada layar.

Gadis itu berkedip dua kali, menghela nafas dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Akhirnya.... Akhirnya.... Akhirnya ia menyelesaikan chapter awal dan baru saja mempublishnya.

Semoga saja karya terbarunya bisa menjadi pintu untuknya menjadi seorang webtoonist.

Ghendis membuka aplikasi chat dan ternyata sejam yang lalu Hiro menberitahunya jika ia dan Akira sedang bersiap untuk kembali pulang.

Ah... tidak terasa sudah seminggu lebih mereka berpisah.

....

Ghendis baru saja membeli bubur di tempat langganan baru-baru ini. Menggunakan daster coklat dengan rambut dicepol ia berjalan kaki sambil menjinjing plastik buburnya. satu tangan memegang permen lolipop. Matanya mengitari jalanan sambil mencari tukang dagang lainnya mumpung ia berada di luar komplek.

Ghendis menghampiri gerobak tahu sumedang. Setelahnya ia segera berjalan kembali menuju tempat tinggalnya.

Winda yang baru saja menyapu menatap Ghendis terpana. Ia merasa bingung pada gadis itu. Biasanya pacar orang kaya selalu nampak 'wah' dan arogan. Namun Ghendis adalah gadis yang acuh. Setiap hari selalu membeli jajanan di luar komplek dan berbagi dengannya. Setelahnya gadis itu akan mendekam diri di kamar jika tidak ada Akira dan Hiro.

"Ayo makan dulu," ucap Ghendis mengambil dua mangkok di dapur.

"Aduh Mbak Ghendis, padahal suruh saya saja buat beli bubur." Ucap Winda menatap panik. Duh, kalau bos besar tahu bisa-bisa gajinya di potong nih!

"Enggak usah, saya juga sekalian jalan. Nih ada tahu sumedang juga sama cabe." Ghendis duduk dan mulai memakan buburnya dengan lahap.

Winda awalnya segan untuk duduk satu meja dengan Ghendis. meskipun Ghendis selalu menganggap dirinya juga karyawan bos besar, namun toh tidak menampik jika ia pun kekasih bos, bahkan bisa jadi calon Nyonya besar mengingat bagaimana tuan muda dan tuan besar sangat sayang dengan Ghendis.

Suara HP Ghendis berbunyi. Ghendis menatap dan sedikit mengerutkan kening, lalu mengangkatnya.

Winda yang memperhatikan bisa melihat perubahan dari gadis pendiam itu. Ghendis nampak tertekan dan tak nyaman. Winda yakin jika yang menelpon bukanlah tuan besarnya.

"Winda, saya mau pulang dulu. Nanti sore saya ke sini lagi."

"Baik Mbak."

Setelah menghabiskan sarapannya, nampak buru-buru Ghendis menuju kamar untuk bersiap. Sementara Winda segera memberitahu supir untuk bersiap mengantar. Segala kebutuhan Ghendis ditugaskan Hiro kepadanya. Sehingga Winda akan selalu memperhatikan Ghendis, meskipun Ghendis selalu menolaknya. Baik perihal mencuci baju atau menyuruhnya untuk membeli apapun.

Setengah jam kemudian, Ghendis keluar dari kamar. Ia sudah mengenakan pakaian blouse berwarna hitam dan celana jeans panjang dengan tas ransel kecil. Berpamitan dengan Winda gadis itu segera masuk ke dalam mobil yang sudah siap.

Mrs 30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang