06. Satu atap

6.1K 265 0
                                    

Happy Reading

***


Hari yang sangat melelahkan bagi Zea. Dia harus berkonsentrasi mengerjakan soal-soal ujian di tengah maraknya video pertengkarannya semalam. Sayangnya sahabatnya yaitu Salwa malah enteng-enteng saja seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan Salwa melayani pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman maupun adik kelasnya. Sementara Zea rasanya sudah tidak memiliki muka lagi di hadapan orang-orang. Beruntungnya peristiwa itu tidak ada sangkut pautnya dengan pihak sekolah, jadi dia tidak perlu repot-repot dipanggil ke ruang BK.

Seharian ini Zea tidak menghidupkan data selulernya dengan alasan tak mau terganggu dengan notifikasi. Kebetulan mereka ujian sekolah menggunakan ponsel dan memakai wifi sekolah.

"Bye, bye, seleb dadakan."

Zea mengerucutkan bibirnya saat mendengar perkataan Salwa dan beberapa teman perempuannya. Kesal, tentu saja. Tak mau berlama-lama berada di sekolah, Zea pun segera pulang. Kebetulan ujian hari ini sudah selesai.

Membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di rumah. Setibanya di sana Zea bergegas masuk ke dalam. Namun, saat Zea mendorong pintu rumahnya ternyata tidak bisa.

"Tumben dikunci," ucap Zea pelan. Dia mengintip di celah-celah gorden, keadaannya rumahnya gelap gulita.

Zea mengambil ponselnya dari dalam tas, menghubungi orang-orang rumah. Pertama dia menghubungi Akbar, tapi, tidak diangkat. Lalu beralih menghubungi bundanya, tapi hasilnya sama. Jalan terakhir Zea menghubungi ayahnya. Cukup lama Zea menunggu hingga akhirnya teleponnya diangkat.

"Rumah kok dikunci, Yah?" Zea bahkan lupa mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab ayahnya.

"Eh, assalamu'alaikum, Yah." Gadis itu menyengir.

"Waalaikumsalam."

"Ayah tau bunda ke mana? Ini rumah dikunci, Zea gak bisa masuk."

"Oh iya, Ayah lupa ngasih tau ke kamu kalau Ayah sama bunda lagi pergi ke rumah nenek kamu."

"Loh, tumben mendadak?" heran Zea, mengerutkan keningnya karena tak biasanya orang tuanya pergi mendadak tanpa memberitahu dirinya.

"Nenek kamu masuk ke rumah sakit karena jatuh di kamar mandi."

"Innalillahi, nenek baik-baik aja, kan?" Mendengarnya sudah membuat Zea khawatir, takut kalau neneknya kenapa-napa.

"Alhamdulillah sekarang kondisinya sudah membaik, tapi harus dirawat inap beberapa hari."

"Hm, semoga nenek cepat sembuh. Zea nitip salam ya sama nenek dan kakek. Eh ya, Akbar ikut juga?" Berharap kalau adiknya tidak ikut, tapi itu tak mungkin karena Akbar itu tidak suka jika dirinya ditinggal.

"Kamu sendirian di rumah, gak apa-apa 'kan, Sayang?"

Sudah Zea duga kalau dirinya ditinggal sendirian. Bibirnya auto melengkung ke bawah, matanya sudah berkaca-kaca. Rasanya tuh pengen nangis. Siapa coba yang mau ditinggal mendadak begini? Gadis itu hanya diam, tidak menjawab perkataan ayahnya. Emosinya langsung naik, sedih, kesal, dan marah menjadi satu.

Perfect DudaWhere stories live. Discover now