Usianya memang masih muda tapi hatinya seperti sudah remuk dibabat habis oleh takdir yang tak pernah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mencoba untuk tenang dan berjalan begitu saja agar ikhlas lapang dada menerima semuanya, tapi nyatanya ia terus menyalahkan segala sesuatu yang sudah terjadi.
Tertolak Sekolah impiannya setelah berusaha semaksimal mungkin.
Andai
Kenapa
Mungkin
Itulah kata yang sering Sarah awali dalam tengkaran dipikirannya. Dan Sarah sadar secara penuh bahwa itu adalah hal yang seharusnya ia hindari karena semakin memupukkan hal buruk dalam dirinya.
Tapi Sarah hanyalah anak muda biasa yang ingin semua harapannya tercapai apalagi ketika selama tiga tahun kebelakang ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sebaik mungkin. Dan mungkin ini memang bukan diperuntukkan untuknya.
Entah nanti di Sekolah— yang tidak pernah ia harapkan sama sekali, ia akan bagaimana menjalankannya karena sampai kini sebentar lagi memasuki masa tahun ajaran baru hatinya masih sakit dan berat untuk menerima semua yang terjadi.
Memang seharusnya ia bersyukur dengan apa yang sudah didapatkannya sejauh ini namun impian tetaplah impian, rasanya sungguh menyesakkan ketika Sarah mengingat kejadian saat ia membuka pengumuman Sekolah pada saat itu.
"Bu, Sarah takut. Gimana kalau nggak diterima?" Sarah berujat takut dengan jantung yang terus memompa darahnya secara cepat, hal itu berdampak pada tangannya yang bergetar menggeser layar di tab nya.
Ibu yang ada dibelakang Sarah menghela nafas panjang sekali, dan disanalah Sarah sadar bahwa ibu sangat berharap padanya walau selama ini tak pernah mengeluarkan tuturan tersebut.
"Gapapa toh, jalani saja semuanya dengan baik." Ujar ibu dan melirik jam yang ada dikamar si bungsu.
"Sudah jam dua Esa," sambungnya dengan memanggil nama kecil Sarah Mestaka yang selama ini tetap dicakapkan sang ibu.
Aduh. Belum apa–apa tapi kedua manik Sarah sudah memupuk air mata yang siap terjun bebas. Ia mengusap pelan dengan tangan kiri nya dan satu lagi digunakan untuk membuka laman pendaftaran. Demi tuhan Sarah ingin sekali menangis sekencang kencangnya.
"Gapapa, Esa pasti bisa. Mau tetap ibu temani atau ditinggal saja buka pengumumannya?" Ujaran pertanyaan keluar dari gaharnya.
Sarah masih tetap pada ketakutannya dan berdiam. "Ibu..."
"Ibu temani saja ya." Putusnya dan menggenggam tangan bungsunya ini.
Dari jam dua tersebut waktu berjalan begitu saja sampai pada hampir dua puluh menit lewat Sarah sudah memasukkan data dirinya.
Setelahnya pun Sarah betul–betul menerjun bebaskan air mata yang ada dikedua matanya dengan berderai derai . Ibu yang ada dibelakang pun mengusap punggung dengan mata yang menahan tangis dan mundur secara perlahan pada ayah yang ada dipintu kamar.
Keduanya menatap sang bungsu yang berderai air mata. "Nanti kita tenangkan setelah Esa selesai menangis. Gapapa sekarang Esa keluarkan semua emosinya karena itu pasti sangat membuat hatinya sedih." Ujar ayah mengelus surai ibu.
Hanya mengangguk karena ibu masih berusaha menghapus sesak melihat bungsunya. Ayah membawa ibu dengan perlahan menutup pintu kamar sang bungsu.
Sarah pun masih menangis diam merasakan sesaknya meruak begitu saja dalam dirinya sembari menatap langit langit kamar. Demi tuhan Sarah rasanya tak sanggup, ia bingung.
Bahkan saking sakitnya hati, ia tak sempat melihat laman di Sekolah pilihan keduanya. Entah ia keterima atau tidak.
Meraih ponsel dan disana pun berderet pertanyaan sejak jam dua yang memenuhi layar ponselnya.
Mengetuk notif dari satu teman dekatnya.
Baila Janji
"Gimana, lolos nggak Sar??"
"Sar udah jam 2 lewat anjir!!!!! Gimana? Gimana?"
"Nih lo nggak ada kabar sampe sekarang jangan sampe gue yang check sendiri ya? 🫵🏻"
Sarah
"Nggak ada nama gue Bei, dah lah."
Dan setelah itu Sarah kembali melepaskan genggamannya pada gawai tersebut dan menatap kosong laman yang masih menampilkan pengumuman.
Rasanya berat sekali. Kenapa tidak ada namanya disana? Andai saja ia lebij rajin belajar mungkin ia bisa diterima.
Kenapa...
Andai...
Mungkin...
Dua kata itu terus menjadi awal pikiran Sarah semakin ruwet.
Rasa rasanya kata semangat pun tak bisa kembali membangun perasaan miliknya untuk tetap begitu. Dan kini ia memilih untuk berdiam dikamar untuk menghabiskan tangisan sesak dalam runggunya.
Tuhan tolong, ini sesak sekali....
Entah harus bagaimana nanti ia merubah semua rencananya karena awal tempat untuk memupuk ilmunya pun berubah. Tapi Sarah kan memastikan bahwa ia akan merubah semuanya untuk menjadi terbaik disana.
Katakanlah bahwa Sarah ingin membalas dendam pada apa yang terjadi walau ini tak baik. Ia kan buktikan.
***
Tbc
Bab Hoppas sudah meluncur
Oh iya, cerita ini memang akan fokus pada story lifenya Sarah ya
Terimakasih semuanya
Seize 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoppas | HU 1
Teen FictionKatanya jangan menyerah, tapi nyatanya melelahkan. Sakit sekali rasa-rasanya menangis dalam diam, tapi harus bisa kembali dengan semua nya yang berubah seiring hati menerima. Harapan yang tak ada ujung membuat Sarah Mestaka takut akan semua hal yang...