42. Keraguan yang melegakan

1.5K 71 0
                                    

'Valencia, terimakasih.'

Rava berdiri di depan guci abu yang berada di dalam lemari khusus. Itu abu raga Valencia, tubuhnya dulu. Abu itu di tempatkan khusus pada ruangan yang indah, terdapat banyak sekali karangan bunga serta foto miliknya. Bukan hanya ada keluarga atau teman dekat saja, tapi ribuan orang yang mengenalnya memberikan bunga indah untuk memenuhi ruangan itu.

Tapi sepertinya abu itu bukan miliknya lagi, melainkan jiwa Ravangga.

Jiwa Ravangga asli kembali datang dalam mimpinya. Mengucapkan tanda terimakasih karena sudah membantunya untuk membalaskan rasa sakit selama dirinya hidup, melindungi orang tersayangnya. Lepas itu, jiwa Ravangga pergi untuk selamanya, mendapatkan tempat bahagia di atas sana.

"Rav, gue sudah menyelesaikan semuanya. Tapi ada satu lagi yang harus gue selesaikan," katanya. "Bagaimana untuk mengasih tau pada Bunda, jika dalam raga ini ada jiwa lain. Gue gak sanggup liat dia sedih, tapi mau bagaimana lagi. Lo udah tenang di atas sana."

Rava saat ini menghela nafasnya pelan. "Semoga keadaan baik-baik saja, agar Bunda mengikhlaskan kepergian lo. Karena gue yakin, hati seorang ibu pasti sakit mendengar kabar ini." Rava melonggarkan dasi hitamnya.

"Kalau gitu gue pamit, semoga tenang selalu bro." Rava menaruh bunga mawar putih ke dalam lemari itu. Di simpan tempat di samping guci.

Hari ini Rava izin untuk tak sekolah karena ingin mengunjungi makam dirinya. Dia ingin menenangkan sejenak pikirannya sebelum besok melanjutkan aktivitas beratnya. Bahkan saat ini saja dia tak memakai kendaraan miliknya untuk ke tempat makam, bermodalan taksi atau bus yang melewat.

Rava berjalan mengitari trotoar yang sedikit ramai, dia menikmati cuaca cerah di siang hari. Saat melangkah dia menemukan sebuah minimarket, kebetulan dia sedang haus dan lapar.

Saat masuk dia di sapa kasir perempuan yang terkagum memandangi wajah rupawan nya. Rava hanya membalas dengan anggukan saja tanpa ada senyuman, dia lebih baik segera mengambil minuman dingin serta makanan ringan lain untuk mengganjal perutnya.

Setelah selesai dia ikut mengantri di belakang dua orang di depannya. Setelah giliran dirinya, ia segera memberikan belanjaan miliknya untuk di totalkan. Sementara si kasir perempuan itu beberapa mencuri pandangan pada dirinya, tapi ia abaikan.

"Totalnya 57.600 kak," kata si kasir itu.

Rava memberikan selembar uang merah. "Kembalinya ambil saja." Setelah mengatakan itu dirinya pergi dari sana, tanpa mendengar ucapan makasih si kasir.

Kembali berjalan kaki, akhirnya dia berhenti di sebuah taman yang ada danau nya. Dia mengambil sebuah bangku yang deket danau. Rava segera membuka kantong belanjanya, dan mengambil sebuah soda dingin dan roti coklat kesukaannya.

Pemandangan danau di depannya terlihat begitu cantik dan menenangkan. Ada beberapa angsa yang sedang berenang bersama anak-anaknya. Di taman itu tak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang yang sepertinya sedang menghabiskan waktu.

Saat sedang asiknya menikmati pemandangan indah itu, tiba-tiba ponsel yang berada di saku jas hitamnya berbunyi. Rava segera mengambilnya, dan melihat siapa yang meneleponnya.

"Papah?" Rava segera mengangkat telepon itu. "Halo Pah, ada apa?" sapanya.

"Son, kamu sedang apa? Apakah hari ini kau sibuk?" tanya Ervin. Pria itu sedang berdiam diri di ruangan kerjanya yang berada di rumah besar.

"Rava sedang free, emangnya ada apa? Apakah ada masalah di perusahaan?" balas Rava, dia kembali memakan rotinya.

"Bisakah kamu datang kerumah sini, bersama kekasihmu. Papah ingin membicarakan sesuatu denganmu."

𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 ; King Of DemonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang