4. Terpaksa Memilih

14 2 0
                                    

"Maaf ziel, sepertinya aku ga bisa nerima kamu" jawabku dengan hati-hati.

Aku melihat matanya tampak memberikan tatapan yang kecewa. Tampak juga senyum kecewanya yang dia berikan kepadaku. Sejujurnya aku tidak sampai hati mengatakan hal tersebut. Di lain sisi juga, aku seakan membohongi hati aku sendiri. Aku memilih untuk tidak memaksakan perbedaan kami.

"Makasih ya la, jawabannya" ucap Aziel dengan nada kecewa tetapi tetap mencoba tersenyum.

"Ziel, aku mau kita jadi sahabat. Kamu mau kan ziel?" tanyaku dengan nada ragu.

"Iya la, aku mau kok" jawab Aziel dengan lembut.

Sejak saat itu kami bersepakat untuk menjalin hubungan sebagai sepasang sahabat. Aku tahu situasi ini akan menjadi situasi terberat bagi kami. Namun kami sepakat menjalaninya.

"Fiola, gimana kabar kamu sama Aziel? Kalian jadian?" tanya Azica dengan penasaran.

"Hmm, enggak kok zic. Aku cuma sahabatan sama Aziel, hehe..." jawabku kepada Azica.

"Loh kok gitu? Bukannya kalian sama-sama saling suka ya?" tanya Azica lagi.

"Ya gapapa, aku memilih untuk sahabatan aja sama dia. Ada hal yang masih berat buat kami menjalani hubungan pacaran zic" jawabku mencoba menjelaskan.

******

Sudah sepekan aku dan Aziel menjadi sahabat. Menurutku tidak ada yang berbeda dari perlakuannya kepadaku. Aziel tidak sedikitpun menjaga jarak denganku atas kejadian seminggu yang lalu. Aku justru merasa sekarang aku lebih dekat dengannya.

"Fiola, kata Aziel istirahat kedua lu ditunggu sama Aziel di tangga" ucap Arlo sambil menghampiriku.

"Mau ngapain?" tanyaku dengan heran.

"Ya mana gue tau, gue cuma disuruh nyampein aja" jawab Arlo dengan santai.

"Oke.." sahutku dengan singkat.

"Ehem, Fiola. Ada apa sih kayaknya tambah deket aja sama Aziel" ejek Gretha kepadaku.

"Iya nih Fiola, kayaknya kok diliat-liat tambah deket aja sama tetangga sebelah hahaha.." ejek Marcello menambahkan.

"Eh kan, pada gosip aja, heran.." jawabku dengan nada datar.

"Hahahaha.." Gretha dan Marcello tertawa bergantian.

Setelah bel istirahat kedua, aku langsung beranjak dari kursi dan langsung berjalan menuju tangga yang berada di samping kelasku. Pada saat aku sampai disana, aku belum melihat adanya Aziel. Aku memutuskan untuk menunggunya di samping kelas sambil membaca catatan Matematika karena akan ada kuis yang diadakan sehabis istirahat kedua ini.

"Fiola, maaf ya jadi kamu yang nunggu aku" ucap Aziel sambil berdiri di hadapanku.

"Oiya gapapa ziel, santai" jawabku dengan lembut.

"Ayok la, aku mau ajak kamu nemenin aku ke kantin" ajak Aziel sambil menarik lenganku.

(Aku hanya bisa terdiam, aku seakan salah tingkah melihat perilaku Aziel barusan kepadaku)

Selama berjalan menuju kantin, banyak sekali tatap mata yang mengintai kami. Aku tahu Aziel memiliki banyak penggemar perempuan. Aku bersikeras menghiraukan mereka. Aku mencoba fokus mengobrol dengan Aziel yang menanyakan tentang keseharian aku pada saat berada di asrama. Aku juga menceritakan hal-hal yang cukup unik yang baru aku temukan pada saat memasuki asrama.

"Lucu banget si la, dengerin dan liat kamu lagi cerita kayak gini" ucap Aziel dengan tiba-tiba.

"Hah?" aku seakan mematung dengan jantung berdegup kencang.

Dia yang BersamakuWhere stories live. Discover now