44. Diskusi panas

402 67 5
                                    


.
.
.
.
.
Ezra menghela nafas panjang setelah panggilannya dengan Hasbi terputus, tidak bukan karena Hasbi memaksa agar Ezra menolong nya makanya Ezra bersedia membantu adik angkatnya itu.

Namun semua Ezra lakukan karena mengingat bagaimana baiknya almarhum nenek Hasbi, yang sejak Ezra di bawa pulang ke surabaya selalu memperlakukan Ezra dengan baik.

Ezra sendiri bingung bagaimana menyampaikan niatnya pada anak kostan, meskipun dia yang di beri tanggung jawab soal kostan dia gak bisa bertindak seenaknya, terutama pakde Saka sudah memberinya syarat tadi.

Ezra tau, kemungkinan anak kostan menyetujui niat nya hanya sedikit, karena apa yang sudah Hasbi lakukan waktu itu memang sudah sangat buruk.

Namun kembali lagi, Ezra tidak bisa mengabaikan bagaimana Hasbi di luar sana, meskipun sebelumnya dia pernah mengatakan jika tidak ingin berhubungan dengan keluarga Hasbi lagi.

"Aku harus gimana lagi sekarang?" Ezra memutuskan merebahkan dirinya di kamar, lagi pula sudah terlalu malam untuk mengajak anak kostan berdiskusi.

Tok

Tok

Tok

Cklek

Ezra hanya menoleh menatap pintu kamar nya yang terbuka, dia sudah menduga jika yang mengetuk pintu kamar nya adalah Magi.

"Udah mau tidur kak?" Ezra menggeleng.

"Mau ikut aku keluar beli roti bakar gak?" Ezra terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk.

"Ikut, tungguin di bawah, aku cuci muka dulu." Magi mengangguk dan menutup kembali pintu kamar Ezra.

Sesuai kata Ezra, Magi akan menunggu di lantai bawah. Magi bahkan langsung bertatapan dengan Jona yang sedang duduk di sebelah Arlo juga Ishan, mereka lah yang meminta Magi mengajak Ezra jalan-jalan.

"Gak usah khawatir, kak Ezra mau." Jona lah yang bernafas lega saat Magi mengatakan hal itu, karena dia yang tau pasti alasan sang kakak murung sejak kepulangan pakde Saka tadi.

"Titip kak Ezra ya kak, jangan sampai lecet."
.
.
.
.
.
"Mau rasa apa kak?" Ezra terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Magi.

"Mau keju milo aja." Magi mengangguk dan segera memesankan roti bakar pesanan Ezra dan tentu saja untuk dirinya sendiri.

"Ada masalah kak?" Ezra sedikit terkejut saat Magi menanyakan hal itu.

"Oh, gak ada apa-apa kok." Magi menggeleng tidak percaya, tapi dia tidak bisa memaksa Ezra, karena dia tau jika Ezra tidak suka di paksa.

"Magi." Magi menoleh saat mendengar panggilan pelan dari Ezra.

"Hm, kenapa kak?" Magi tau ada yang ingin Ezra ucapkan, tapi pemuda mungil di hadapannya itu terlihat ragu.

"Magi, kamu udah tau soal Hasbi?" Magi terkejut saat Ezra membahas soal Hasbi, karena semua anak kostan sepakat untuk menutupi masalah yang di buat Hasbi dari Ezra.

"Ada apa sama Hasbi?" Ezra menggeleng.

"Kamu tau tapi kamu gak mau bilang ke aku, jadi aku gak akan bilang apapun ke kamu." Magi memejamkan matanya saat mendengar hal itu, dia tau Ezra tidak suka jika dia perlakukan seolah tidak tau apa-apa.

"Apa yang mau kak Ezra denger dari aku?" Magi akhirnya mengalah, dia tidak akan bisa menyembunyikan apapun dari Ezra saat ini. Magi juga memutuskan mengirimkan pesan pada Kairi yang memang ada di kostan soal hal itu.

"Kamu tau atau gak soal Hasbi?" Magi mengangguk.

"Kalau soal masalah yang melibatkan Hasbi, aku tau, kami semua tau kak, maaf." Ezra menghela nafas panjang.

Kamu akan menyukai ini

          

"Kenapa gak ada yang ngomong ke aku?" Magi jadi merasa bersalah saat mendengar gumaman lirih Ezra.

"Kak, kita semua sengaja gak bilang ke kaka Ezra karena gak mau kak Ezra kepikiran. Kakak baru aja sembuh dan gak baik kalau sampai kepikiran lagi." Ezra menghela nafas kasar, meskipun tidak mengatakan apapun tapi Magi tau jika Ezra tengah marah saat ini.

"Hasbi terancam drop out kalau sampai Hasbi terbukti terlibat dalam masalah ini kak, karena bagaimana pun korban pembullyan itu belum sadar hingga sekarang, dia koma." Ezra mengepalkan tangannya erat, dia tau jika tentang hal itu, yang dia ingin tau adalah kenapa bisa Hasbi menjadi salah satu dari tersangka nya.

"Hasbi gak mungkin ngelakuin itu." Magi menatap lekat pada Ezra.

"Ayo pulang, besok aku mau ngomongin sesuatu sama kalian, aku tau besok kalian gak ada yang punya kelas pagi."
.
.
.
.
.
Pagi ini semua anak kostan sudah berkumpul di ruang tengah seperti pesan Kairi semalam, Kairi mengatakan jika Ezra ingin membahas sesuatu dengan mereka semua.

Mereka semua sudah berkumpul disana setelah sarapan dan menyelesaikan piket pagi.

"Kalian ngapain?" Semua mata menatap Ezra yang baru saja masuk kedalam kostan, padahal mereka kira Ezra belum turun dari lantai dua.

"Kak Ezra darimana?" Ezra hanya tersenyum mendengar pertanyaan Jona.

"Katanya kak Ezra mau ngajak kita diskusi, diskusi soal apa kak?" Ezra menghela nafas panjang saat mendengar pertanyaan Dewa.

"Soal Hasbi."

Deg

Semua penghuni kostan mematung saat ERa mengatakan hal itu, ya kecuali Magi, Kairi, Ishan, Arlo dan Jona.

"Duduk sini Zra, kita bicarain semua pakai kepala dingin." Kairi meminta Ezra untuk duduk di sebelahnya, mengapit tubuh mungil Ezra diantara tubuh tinggi nya juga Magi.

"Ada apa sama Hasbi kak?" Ezra jelas melihat tatapan tidak suka dari Yusri, Yasa, Felix, Haydar, dan juga Gavin.

"Kalian semua pasti udah tau tentang masalah itu." Semua anak kostan secara serempak memalingkan wajah nya, mereka tidak berani menatap wajah Ezra.

"Terus kenapa kak? Bajingan itu pantes dapet itu." Felix mengatakan hal itu tanpa peduli dengan tatapan datar Ezra.

"Apa sudah ada bukti? Sudah ada keputusan tentang keterlibatan Hasbi di kasus itu?" Kalimat dingin yang Ezra ucapkan membuat Felix dan anak lantai dua kiri terkejut, karena selama ini Ezra tidak pernah seperti itu.

"Ya terus kalau dia gak ikut andil, kenapa dia bisa keseret? Di pikir pakai logika aja kak, udah pasti bajingan itu terlibat!" Felix emosi, dia tidak suka jika Ezra membela Hasbi, karena menurutnya Hasbi tetap salah.

"Felix!"

"Lix, lo gak berhak ngomong gitu, bahkan pihak kampus aja belum kasih keputusan apapun."

"Apa? Gue ngomong bener kok! Kalau memang gak terlibat kenapa bisa terseret? Bajingan itu akan punya julukan pembunuh kalau sampai korban nya meninggal!" Ezra mengepalkan tangannya saat mendengar ucapan Felix yang menurutnya sudah sangat kelewatan.

"Lix, lo itu ya–" Dewa tidak bisa meneruskan ucapannya karena terlalu gemas dengan Felix.

"Kenapa sih kita bahas dia? Dia gak ada hubungannya sama gue, lagi pula dia memang bajingan, kita semua tau kelakuan dia!"

"Felix diam!" Felix menatap tidak percaya pada Arlo yang baru saja memintanya diam.

"Kenapa lo nyuruh gue diem kak?! Lo mau belain bajingan itu juga?"

Kost UtopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang