Kembali ke beberapa bulan lalu, tepatnya di hutan saat kegiatan praktek diluar kelas. Tiga jam sejak para murid memasuki hutan, Erick yang sedang berbaring diatas batu, dihampiri oleh orang misterius yang menggunakan jubah bertudung warna hitam. Erick menghela nafasnya dan melirik pada sosok misterius itu."Hmmm ... Bandit? Penjahat? Aku tidak ada waktu meladeni orang aneh jadi pergilah dengan tenang jika tidak ingin pergi dengan tubuh babak belur," ucap Erick memperingati orang tersebut. Namun bukannya pergi, justru orang aneh ini berjalan mendekat dan membuka tudung yang menutupi kepalanya.
Jelas wajah familiar yang ia lihat dari orang bertudung itu, wajahya nampak masih muda namun ekspresinya begitu tenang dan dingin, mata merah dari pemuda itu menatap lurus dengan mata Erick, membuat pria kekar itu bangkit dari tidurnya dan tersenyum canggung dan sedikit gugup serta penasaran mencampuri raut wajahnya.
"Oi oi apa-apaan ini? Siapa kau sebenernya?" tanya Erick. Laki-laki misterius itu pun menutup kembali kepalanya dengan tudung yang ia pakai lalu memberikan sebuah peta pada Erick.
"Kau tidak tau saat ini kau sedang mengasuh sebuah takdir besar, kan?" ucap laki-laki itu mengabaikan pertanyaan Erick sebelumnya.
Erick mengambil peta yang diberikan oleh pria itu lalu menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu? Yang kuinginkan sekarang adalah penjelasan siapa kau sebenernya?" Erick sudah siap memasang kuda-kuda bertarungnya namun pria misterius itu mengikat Erick dengan rantai hitam yang keluar dari sebuah portal yang tiba-tiba muncul.
"Ogawa Ryo ... Dia adalah takdir yang lahir untuk jadi kunci keselamatan makhluk hidup, kau tidak perlu tau siapa aku, yang jelas pemuda itu tidak akan berkembang jika diajar olehmu yang merupakan mantan murid dari Rokugou ... Tidak lama lagi takdir akan berputar dan membawanya dalam pertarungan besar, jangan hentikan dia, dan saat semuanya telah selesai, berikan peta itu padanya karena yang ia butuhkan adalah sihir naga dari sang naga api, karena dia adalah ...."
Rantai yang tadi mengikat Erick seketika menghilang bersamaan dengan keberadaan pria misterius tadi, banyak pertanyaan dikepala Erick, bagaimana orang itu mengetahui tentang dirinya yang merupakan mantan murid dari sang naga tanah dan identitas Ryo yang ia sebut sebagai takdir, pada akhirnya Erick terpaksa untuk mengikuti alur yang diucap oleh orang itu hingga prediksinya mengenai pertarungan besar yang akan dihadapi Ryo benar-benar terjadi.
Di ruangan guru miliknya, Erick duduk bersandar pada kursi sambil mendongakan kepalanya menatap langit-langit ruangan. "Apa-apaan ini? Siapa sangka aku akan berurusan dengan hal yang tak terduga seperti ini." Erick tersenyum kecil kemudian menutup matanya.
******
Di rumah pondok tempat dimana naga api Katsuji tinggal, seorang pria tampan yang memakai kimono hijau corak kuning dan rambut hijau terang datang mengetuk pintu rumah Katsuji. Tidak butuh waktu lama sampai pemiliki rumah membuka pintu dan keluar dari rumah.
"Apa kabar teman? Sudah lama kita tidak bertemu, 14 tahun kurang lebih ya?" ucap pria tampan itu.
Katsuji menghela nafasnya, kembali menutup pintu rumahnya dan ia duduk di bangku kayu yang ada di depan rumahnya. "Duduklah, ada apa kau datang kemari?" tanya Katsuji. Pria yang ditanyai pun duduk di samping Katsuji dan mengangkat satu kakinya ke atas kaki yang satunya.
"Ayolah, jangan terlalu dingin dengan teman lama mu ... Apa kau tidak penasaran dengan kabarku?" gurau pria tersebut disertai tawa pelan di akhir kalimatnya.
Katsuji meliriknya dengan malas kemudian menatap lurus pada padang rumput yang terhampar luas di depan rumahnya. "Bagaimana kabar anakmu? Baik-baik saja, kan?" tanya Katsuji.
"Rin? Tentu saja baik-baik saja, dia sudah jadi gadis cantik sekarang, maaf karena aku tidak setor muka kesini setelah 14 tahun, kau tau sendiri setelah melahirkan Rin, istriku jatuh sakit dan meninggal."
"Waktu pertama kali kau bilang akan menikah dengan gadis manusia, sejujurnya aku sedikit kaget karena dulunya bukankah kau naga yang paling menentang penyatuan naga dan manusia? Ternyata hanya butuh 500 tahun bagimu untuk menjilat ludah sendiri huh?" sindir Katsuji.
"Hahahaha ... Kau masih kesal karena aku menentang pernikahanmu dengan Yoshino 500 tahun lalu?"
"Lupakan saja."
Suasana menjadi hening beberapa saat, angin yang lewat menghempaskan rambut mereka, Pria tampan yang merupakan teman Katsuji itu melirik pada Katsuji, ia kemudian tersenyum dan memejamkan matanya. "500 tahun lalu aku tidak begitu mengerti apa itu cinta yang kau sebut itu, tapi 17 tahun lalu setelah aku bertemu Eunji aku mulai paham bahwa rasa hangat di hati saat kau melihat seseorang, itulah cinta, meskipun dirinya sudah tak ada lagi dan hanya meninggalkan Rin padaku, aku masih akan tetap mencintainya, kurang lebih aku tau perasaan seorang duda 500 tahun sepertimu hahaha."
Katsuji menoleh dan menatap pria itu dengan sedikit sebal di tatapannya. "Kyouka ... Kalau kau kesini cuma untuk mengejekku, lebih baik kau pulang saja sekarang."
Pria yang bernama Kyouka itu pun tertawa pelan kemudian berdiri dari duduknya. "Katsuji ... Sejujurnya aku masih berharap kau menceritakan padaku apa yang terjadi pada Yoshino dan Yuki, namun aku tidak akan memaksa, hanya saja jika kau ingin cerita, aku akan mendengarkan dengan senang hati." Setelah berkata begitu, Kyouka melompat terbang dan di langit terlihat siluet naga yang terbang tinggi.
Katsuji berdiri dan menatap pada langit, warna biru muda yang dihias awan memantul dari bola matanya, ia menutup matanya kemudian berbalik-berjalan masuk kembali ke dalam rumahnya.
*****
"Sudah kuputuskan, aku akan pergi menemui naga api." Pulang dari akademi, Ryo berjalan sendirian hari itu di lorong akademi, ia berjalan menuju ruangan yang diatas dinding pintunya terdapat tulisan nama Erick Claudius disana.Ryo membuka pintu tersebut dan nampaklah pemandangan seorang pria kekar yang tertidur dengan buku yang menutupi wajahnya, Ryo menatap heran pada pria yang merupakan wali kelasnya itu. "Pak Erick ... Aku datang untuk membicarakan mengenai tawaran waktu itu," ucap Ryo, ia tau bahwa Erick tidak benar-benar tidur saat dirinya masuk ke dalam ruangan itu.
Kepala si wali kelas itu kembali berdiri dan menjatuhkan buku yang menutupi wajahnya, ia tersenyum penuh arti pada Ryo lalu mengambil buku absen kelasnya. "Baiklah, waktu itu aku memberikan waktu 6 bulan untukmu ya?" Tangannya sibuk mencentang sesuatu di buku yang dia ambil saat berbicara. "Iya benar, aku sudah memutuskan untuk berangkat lusa, aku beralasan bahwa ini adalah tugas darimu pada kakakku, jadi bisakah kau berkata begitu jika bertemu dengan kakakku?" tanya Ryo.
Tangannya berhenti bergerak dan menutup buku absen yang ia buka tadi, matanya kembali menatap pada Ryo lalu ia berdiri dan menghampiri Ryo, menepuk pundak pemuda itu beberapa kali. "Aku sudah mencentang absenmu selama 6 bulan kedepan, kuharap kau mebawakan kabar baik padamu setelah pulang nanti, aku mendukungmu dari sini anak muridku."
Ryo mengeratkan kepalan tangannya, kepalanya berdiri tegak dengan tatapan yang serius ia meninggalkan ruangan Erick, meski ia bingung selama seminggu ini apakah harus pergi atau tidak, pada akhirnya ia memilih untuk pergi, menjadi kuat adalah satu-satunya cara untuk melindungi orang yang ia sayangi, maka dari itu sosok kuat yang pernah menjadi pahlawan di masa lampau adalah tujuannya saat ini, bagaimanapun juga ia harus terus melangkah maju dan jadi lebih kuat dari sebelumnya.
Dua hari sudah berlalu, saat ini Ryo sudah berjalan menuju gerbang depan pusat kerajaan untuk pergi ke tempat dimana naga api tinggal, lengkap dengan tas besar berisi perbekalan dan katana usang yang selalu ia bawa. Ditengah perjalanannya itu, tak sengaja ia berpapasan dengan Allicia yang ingin pergi ke Akademi, gadis itu nampak mengenakan pakaian sederhana yang berbaur dengan masyarakat biasa, sejauh ini gadis itu memang banyak berubah, namun bukan tampilannya yang harus dibahas sekarang. Gadis itu terdiam sejenak melihat Ryo yang sudah seperti seorang pengembara yang akan pergi jauh, segera ia menghampiri pemuda itu dan memegangi tangannya.
"Ryo kamu mau kemana?" tanyanya.
Ryo memang berniat pergi diam-diam tanpa memberitahu Meilisa maupun gadis ini, namun sudah berpapasan begini, Ryo bingung setengah mati harus menjawab apa, apakah ia harus menjawab sama seperti yang ia jawab pada Shu kakak sepupunya? Akan susah pastinya karena gadis ini adalah teman sekelasnya, ditambah lagi dia ini bangsawan.
"Aku ... Aku ... Aku ada kegiatan, mungkin akan pulang lama, hei Allicia, sebaiknya kau bergegas ke Akademi sebelum terlambat," jawab Ryo.
Namun jawaban itu tidak membuat gadis itu puas, genggamannya meremas tangan Ryo lebih kuat, tubuhnya menempel lebih dekat pada Ryo, tatapannya lurus menatap mata Ryo, meminta penjelasan pada pemuda tersebut. "Kemana?" tanyanya lagi.
Percuma saja, Ryo tak dapat berbohong pada gadis ini, pada akhirnya ia sedikit menjelaskan apa yang ingin ia lakukan saat ini. "Aku ingin menjadi lebih kuat, mungkin aku akan kembali setelah 6 bulan." ucap Ryo.
"Bawa aku juga."
Hening tiba-tiba, mereka berdua saling bertatapan, Ryo melepas gengaman Allicia dengan lembut, ia memegang kedua pundak gadis itu. "Aku tidak bisa, bukannya aku tidak mau, tapi ini bukan urusanmu Allicia, jadi jangan ikut campur." Bagai sebuah penekanan, ucapan Ryo barusan sedikit membuat Allicia sebal, apanya yang bukan urusannya? Apanya jangan ikut campur? Padahal dia sendiri adalah laki-laki yang suka mencampuri urusan orang lain.
"kenapa aku tidak boleh ikut? Apa aku hanya akan jadi beban bagimu? Seperti waktu itu!?"
Ryo menghela nafasnya, tangannya menyentuh lembut pipi Allicia, gadis itu sepertinya benar-benar tidak ingin ditinggalkan oleh Ryo sehingga saat ini ia sedang menahan tangisnya karena akan berpisah cukup lama dengan pemuda itu, namun sentuhan lembut di pipinya, membuatnya menatap pada Ryo.
"Aku pergi agar bisa jadi lebih kuat lagi, agar aku bisa melindungimu dan yang lainnya, jadi aku mohon jangan memaksaku untuk membawamu, aku akan kembali setelahnya." Ryo tersenyum sambil mengusap air mata dipinggiran mata Allicia. Gadis itu memejamkan matanya, tangannya memegang tangan Ryo yang ada di pipinya. "Aku akan menunggumu disini, jadi kembalilah dengan sehat Ryo," ucap lirih Allicia.
"Aku janji ...."
Setelah semua itu, Ryo melambaikan tangan pada Allicia, dan pada akhirnya gadis itu mengantar Ryo sampai ke gerbang, punggung Ryo terlihat kokoh saat ia berjalan dan perlahan mulai menjauh dari pandanganya, Allicia memejamkan mata dan berdoa untuk kesehatan dan keberhasilan Ryo, meski tidak tau kemana tujuan Ryo, ia tetap berdoa agar keberhasilan dan keberuntungan menyertainya.
"Kembalilah dengan sehat Ryo."
-CHAPTER. 26 END-