40 ~ Malam kedua pernikahan

48.5K 1.3K 160
                                    

Hilma mengerang, ia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh yang berbaring di sampingnya ini. Jam tidurnya dan Daren seharian ini tidak teratur karena mereka berdua yang tidak bisa mengontrol nafsu. Iya, berdua, Hilma mengakui itu karena ia yang tadi sore memancing Daren untuk memasukinya.

"Jam berapa, love?"

Hilma menggeleng, "Gak tau," jawabnya tanpa membuka matanya.

Daren yang mendengar jawaban itu perlahan membuka matanya. Ia melirik Hilma dan terkekeh. "Ya gimana kamu mau tau, itu mata aja gak dibuka."

"Capek banget badan aku, kak."

Daren mengangguk, ia memiringkan tubuhnya dan menenggelamkan tubuh Hilma di pelukannya. Menatap jam dinding dan ia semakin memeluk erat punggung Hilma. "Jam sepuluh malam, love. Love mau makan apa?"

"Terserah, aku ngikut kakak."

"Tongseng mau?"

Hilma hanya mengangguk. Ia lalu bergerak, mengambil posisi di atas tubuh Daren. Mendengar degup jantung Daren di posisi itu sangat nyaman. Jemarinya memainkan rambut suaminya itu. "Kita hari ini gak ada keluar kamar."

Daren mengangguk, tangan kanannya mengelus punggung Hilma dan tangan kirinya memesan makanan di aplikasi ojek itu. "Gak papa, semuanya pasti paham. Pengantin baru kalau gak ada halangan semuanya pasti gas terus."

"Kakak."

"Hmm? Love mau sate?"

"Boleh, sate ayam aja."

Setelah memesan, Daren melemparkan ponselnya. Kedua tangannya lalu menyusup masuk ke dalam baju yang Hilma pakai, mengelus punggung halus tanpa kaitan bra di sana. "Kenapa manggil?"

"Mau pipis ... tapi punya aku masih sakit."

"Sesakit itu ya? Apa mau ke dokter?"

"Malu kalau ke dokter. Tapi tadi sempat browsing emang sakit, sampai ada yang dua mingguan juga masih sakit. Tolong gendongin aku ya ke kamar mandi."

"Gak usah minta tolong gitu, love, aku bakalan ngelakuin itu. Sekarang?"

"Iya."

Daren bangun dari tidurnya dengan menahan punggung Hilma. Berdiri dengan Hilma di gendongannya dan sambil berjalan ia mengelus-elus punggung Hilma. "Habis ini aku bakalan coba kontrol, aku kasian kalau kamu sakit gini."

Hilma berdecak, ia menepuk punggung Daren. "Kan kakak yang bilang karena ini pertama kali, kenapa malah jadi gitu? Aku gak papa tau, itu kewajiban aku juga. Setelah ini bakalan terbiasa juga kan?"

"Nahan juga biar gak punya baby dulu."

"Kakak gak mau aku hamil?"

"Belum, umur kamu masih muda. Ngelakuin tadi aku jadi mikir, kalau langsung jadi gimana ya, kasian kamu."

Hilma terdiam. Ia menatap Daren dari bawah saat tubuhnya sudah di duduk kan di atas closet. Pikirannya berkecamuk, Daren beneran berpikir seperti itu atau itu hanya alasan karena lelaki itu belum beneran matang dengannya? Punya penyakit overthinking membuat Hilma kesal sendiri terkadang, ia tidak suka dengan pikirannya.

Daren mengelus rambut Hilma. "Mikirin apa? Kenapa liatin aku kayak gitu?"

"Enggak."

"Mau aku bilasin?"

Hilma menggeleng. Ia dengan cepat membilas miliknya sendiri dan mengelapnya dengan tisu setelah di rasa bersih. Dengan berpegangan pada tangan Daren, ia mencoba berdiri.

My DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang