Sebagaimana yang tertulis pada buku 'The Core of Economics' jilid pertama, kondisi perekonomian yang kurang dinamis dapat disebabkan oleh dua faktor, dari segi ekonomi maupun dari segi politik. Dari segi ekonomi, ada tiga hal yang dapat membuat institusi kapitalis sendiri tak cukup untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi. Atau dengan kata lain, tiga kondisi penyebab 'market failure' di sistem kapitalis ialah:
1. Barang privat tidak terjaga. Dengan kata lain, orang yang tidak memiliki barang tersebut dapat merasakan dan mengurangi nilai guna dari barang tersebut.
2. Pasar yang tidak kompetitif.
3. Perusahaan dimiliki oleh orang yang bermodalkan koneksi atau dengan 'their privileged birth'. Mereka tidak menjadi pemilik atau manager karena ahli dalam mempersembahkan barang dan jasa dengan high-quality di harga yang kompetitif.Orang yang sudah memiliki keberuntungan sejak lahir akan merusak tatanan pasar kapitalis. Orang yang memiliki keberuntungan sejak lahir akan merusak tatanan dunia. Mereka tidak layak untuk mendapatkan semua itu. Mereka akan menghambat perkembangan karena mereka tidak memiliki insentif lebih untuk berjuang keras dan sukses. Semua itu karena mereka memiliki safety net.
Akan sangat jauh lebih baik jika tidak ada orang-orang seperti itu.
"Hmm... Aku tidak begitu memikirkannya sih. Papa aku kan kerja freelance. Dia udah planning buat aku kerja freelance juga aja. Trus entar dia kenalin kenalan dia trus aku tinggal ngelanjutin kerjaan dia gitu." Suara lembut Nakamura terdengar. [Name] menghela napasnya perlahan.
"Penyebab perekonomian yang kurang dinamis." Gumam sang Gadis tetap menghadap ke arah kopian buku di tangannya.
"Ya?" Yamashita bertanya mendengarkan gumaman aneh yang keluar dari mulut salah satu temannya.
"Oh maaf, aku tanpa sengaja membacanya." Ucapnya tersenyum manis. Kembali menoleh ke arah teman-temannya.
"Gila. Kau membaca buku setebal itu? Berapa halaman?"
"Kalau tidak salah 3000-an sih. Tetapi banyak halaman referensi dan lain-lain juga." Sang Gadis menoleh sejenak ke bukunya sebelum kemudian buku itu ditutup olehnya. Kini pandangannya sepenuhnya teralihkan dari buku di tangannya, memandangi wajah teman-temannya dengan bergantian satu per satu.
"Kalau orang seperti [Name] enak yaaaah. Sudah dapat beasiswa penuh, nilainya bagus, pasti dapat rekomendasi dari sekolah, masuk ke universitas lebih mudah. Ibuku terus-menerus menyuruhku untuk pergi kuliah di Amerika, tetapi aku kan tidak mau. Tidak bisa bahasa Inggris." Keluh temannya lagi. [Name] tertawa kecil sembari menutupi mulutnya dengan punggung tangannya. Dia kemudian menyibak rambutnya yang sudah mencapai bahu ke belakang dengan gerakan perlahan.
"Dipikir-pikir bukankah [Name] terlalu over power?"
"Iya! Curang sekali! Dia Cantik, bisa semuanya juga! Oh iya, kau juga pernah peringkat enam di olimpiade fisika bukan? Padahal anak ekonomi!" Tubuh gadis itu mematung sejenak. Kalian yang curang, bukan dia.
"Iya! Aku pernah mendengar beritanya waktu kelas sepuluh. Waktu itu aku terkejut, hahaha! Waduh, orang gila mana ini? Aku tahu rata-rata disini orang gila, tetapi ini orang super duper gila!"
"Enak ya~ Kau mau jadi apa saja bisa."
Suara nyaring terdengar saat gadis itu menjatuhkan buku tebal di tangannya.
"Maaf, tanganku tidak kuat menahan beban buku ini. HAHAHAHA." Tawa sang Gadis terdengar, memicu gelak tawa temannya. [Name] kemudian menggapai buku tebal yang baru saja terjatuh ke lantai.
Menjadi apa saja bisa?
Apanya yang bisa, bangsat.
===============★===============
"Kau sudah selesai?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Senku saat [Name] mendekat ke arahnya kemudian ikut duduk bersila, mendongak ke langit malam yang indah. Matanya terasa sembab. Kacamatanya terasa mengganjal, mungkin matanya bengkak?
Kau tercipta untuk sains. Percayalah.
"Sudah." Gadis itu menarik napasnya, kemudian berbaring ke belakang. "Kau tahu, aku dulu sangat berharap bahwa Byakuya-san ikut membatu dan akan bisa kita selamatkan nantinya. Kita hanya perlu membuat roket kemudian..."
Ucapan sang Gadis terhenti. Tidak ada gunanya.
"Byakuya sialan."
Senku menatapi sang Gadis yang kini mengumpati ayahnya. Tidak, bagi [Name], Byakuya adalah ayahnya juga. Sang Gadis mengumpati ayah mereka berdua, ayah tanpa ikatan darah tetapi ayah dengan ikatan hati. Gadis itu kemudian mengusap wajahnya dengan kasar kemudian bangun.
"Kau akan sial jika mengumpat orang yang sudah mati." Ucap Senku kemudian terkekeh.
"Sejak kapan kau mulai membual hal seperti itu?" [Name] mendekat ke arah Senku kemudian mulai membidik langit malam menggunakan teleskop.
"Oh, kau juga sudah sangat sial." Senku mengacak-acak rambut gadis itu dengan kasar. [Name] berdecak kemudian mendelik menghadap sang Ilmuwan. Dia kemudian menyergap pemuda itu dan menggapai rambut panjang milik Senku.
"Heh, sialan. Kau yang lebih sial. Coba saja yang kau bangkitkan bukan Tsukasa?" Karena tidak seimbang, keduanya terjatuh begitu saja. [Name] bisa mendengar ringisan yang keluar dari mulut Senku, dia duduk tepat di atasnya!
"Hah? Kau menyalahkan nasibku? Jika ingin diadu, bukankah memiliki ibu yang gila itu sepuluh miliar persen lebih sial?" Pemuda itu memberontak kemudian membalikkan posisi mereka. Kini dia mengukung [Name] di antara kedua kakinya. Mengapa dia menjadi sekuat ini? Dulu dia hanya bisa pasrah!
"Hah, sialan. Mulai dari yang kecil, dong!" Gadis itu kemudian terkekeh perlahan. Dia menghembuskan napasnya perlahan. Hal ini harus dibalas. Tidak mungkin dia kalah begitu saja, bukan? Mereka harus imbang. "Senku-u! Jangan! A-aku tidak mau-"
Begitu sang Gadis mencoba berteriak, Senku segera membekap mulutnya dengan kelabakan. Wajah panik milik Senku sangat kentara, ditambah dengan matanya yang terus melirik ke segala arah memastikan tidak ada orang di sekitar. [Name] kemudian tertawa puas.
"Jika kau tidak segera bangun, mungkin kau akan sungguhan tidak bisa menahan diri." Gadis itu menggerling genit ke arah Senku, tahu dengan persis kata-kata yang diucapkannya tidak cocok untuk orang seperti Senku. Ayolah, makhluk aseksual sepertinya? Tidak bisa menahan diri dari apa?
Tangan yang membekap mulut sang Gadis kemudian beralih menekan kedua pipi [Name]. Wajah Senku terlihat sangat kesal dan malu pada saat yang sama. "Iya, aku jadi tidak bisa menahan diri, untuk tidak membunuhmu."
Kemudian gadis itu bergelojak hebat saat Senku menusuk perut sampingnya dengan jari yang sudah dibentuk seperti pistol. "Ah, brengsek, sakit!"
Gadis itu rasanya siap membunuh Senku pada detik ini juga. Dia kemudian menarik rambut Senku yang masih berada di atasnya sekuat tenaga, membuat empunya rambut meringis.
"Dipikir-pikir kau juga sering membangunkanku begini, ya. Dasar brengsek."
"Itu karena kau tidur seperti kerbau! Lepaskan, dasar sinting!"
"Kau menyamakanku dengan kerbau?"
Senku menghela napasnya perlahan, dia menjauh dari tubuh [Name] kemudian kembali menatapi gadis itu. [Name] menaikkan kedua alisnya penasaran, mengapa kini pemuda itu menatapinya dengan serius.