Happy ReadingHari ini hari sabtu, yang mana pelajaran pertama adalah pelajaran fisika. Banyak yang langsung ngacir ke kantin sesaat setelah bel istirahat berbunyi, untuk membeli makanan dan minuman, meredakan otak yang sepertinya berasap saking sulitnya pelajaran tadi.
Mereka seperti berlomba untuk menjadi yang pertama sampai ke kantin. Dalam hitungan beberapa detik saja, hanya tersisa lima orang di kelas yang belum keluar.
"Huft ... otak gua rasanya mendidih diterpa fisika tadi," keluh Laura sambil memegangi kepalanya.
"Untung gak sampe meledak." Kia bersuara dengan nada meledek. Sedangkan Amel dan Nihau hanya menyandar ke kursi mereka, tanpa ada kekuatan ikut mengobrol bersama mereka berdua.
"Udah lah ... ayo ke kantin, laper gua. Kayaknya yang mikir otak deh, kenapa yang laper perut ya?" tanya Nihau yang mulai ikut bersuara, kepada tiga spesies makhluk yang bermulut pedas di depannya.
"Yaudah abis ini beli makanan, terus masukin ke otak lo, jangan masukin ke mulut lo!" sembur Amel kepada teman terpolosnya.
"Caranya?"
"Tinggal potong ujung pala lo, terus dibuka terus dimasukin deh makanannya ke dalem otak lo. Simple 'kan?" jawab Amel dengan santai dan percaya diri. Layaknya seseorang yang memberikan tutorial yang bermanfaat, namun sayang tutorial dari Amel sangat ekstrim untuk dilakukan.
Kia melihat perdebatan mereka hanya menggelengkan kepala. "Obrolan kalian bener-bener gak masuk akal!"
"Pertanyaan Nihau yang aneh!"
"Dan parahnya lo ngeladenin dan makin aneh akhirnya," timpal Laura.
Kia memijat pelipisnya sebentar, namun ia teringat sesuatu yang sepertinya harus ia ceritakan kepada tiga makhluk di depannya. "Gua mau cerita."
"Apa?" jawab mereka serempak.
"Tadi malem ada cowok asing yang bonceng gua."
"Terus-terus? Lo kenal dia?"
"Kagak, tapi dia kenal gua. Aneh 'kan?"
"Jangan-jangan!" ucap Nihau yang langsung mendapatkan pukulan pelan dari Amel di lengannya. "Apa sih, lo! Jangan bikin kita over thingking deh. Si Kia juga belum selesai ceritanya."
"Lo gak nanya namanya?" tanya Laura.
"Udah, kata dia namanya Revan dan dia ganteng banget," Kia masih ingat betul nama pria tampan tadi malam.
Amel yang mendengarnya pun menoleh ke belakang. Dan ternyata pemilik kursi pojok belakang masih duduk santai dan serius dengan buku yang ia baca di tangannya. Sebenarnya pemilik kursi itu juga mendengar dengan jelas percakapan mereka dari awal sampai detik ini.
"Anjir, ternyata Epan belum keluar. Gua kira tinggal kita berempat di sini," bisik Amel memberitahu kepada mereka.
Laura ikut menoleh ke arah Epan, seketika dahinya mengkerut lalu mendekat dan merapatkan duduk mereka. "Namanya Epan, bukannya juga Revan, ya?"
"Terus maksud lo, cowok tadi malem itu Epan gitu?"
"Bisa jadi!" jawab Laura dengan berbisik.
"GAK MUNGKIN LAH ANJIR! REVAN SAMA EPAN ITU BEDA!" Pernyataan Nihau seketika membuat ketiga temannya memelototinya dan mengkode Nihau untuk diam. "APA SIH? KAN BENER KATA GUA, LAGIAN KATA LU, REVAN 'KAN GANTENG. JELAS BEDA SAMA SI EPAN IRENG ITU!"
Laura rasanya ingin menampar mulut Nihau dan melemparnya ke planet mars saat ini juga, begitu pula Amel yang menepuk jidat dan mengusap wajahnya kasar karena melihat kecerobohan Nihau. Sedangkan Kia, hanya menahan nafas dan menatap Nihau datar.
Kia menoleh ke arah Epan, ia melihat Epan sama sekali terlihat tidak terusik oleh perkataan Nihau yang baru saja terlontar. Kemudian tanpa pikir panjang, Kia menyeret Nihau untuk keluar dari kelas sebelum dia berbicara lagi.
"Lo mau gua robek mulutnya?"
«✮ 𓆩♡𓆪 ✮»
Tepat di Taste Pradana's Cafe, seorang pria dewasa sedang mengobrol santai bersama Karina kakak Epan. Mereka sesekali melempar candaan yang mengakibatkan keduanya, ingin berlama-lama duduk dan berbincang.
"Kamu udah punya pacar?" tanya pria itu yang dibalas gelengan kepala oleh Karina.
"Baguslah."
"Bagus apanya, Mas? Gak enak tau jomblo. Kesepian," jawab Karina dengan senyum tipis.
Pria itu seketika memegang tangan Karina yang sedari tadi berada di atas meja. "Bagus, karena ada peluang buat mas."
Karina yang mendengarnya tersipu malu, baru kali ini ia merasa nyaman dengan seorang pria selain adiknya sendiri. Pria di depannya adalah pelanggan setia di cafe ini selama satu tahun terakhir, dan selama itu pula pria di depannya selalu mencari kesempatan untuk mengobrol bersamanya.
Sebagai pemilik sekaligus manager cafe ini, tentu saja membuat Karina sering berada di cafe. Dan hampir setiap hari mereka mengobrol bahkan pernah menerima ajakannya untuk mengelilingi kota.
"Inget, di rumah ada istri!" sindir Karina kepada pria di depannya yang membuat pria itu seketika tertawa.
"Kamu tau 'kan? Kalau aku udah bosen dan perasaanku udah hambar sama dia, beda sama kamu ... aku mulai ngerasa nyaman di dekat kamu," ungkap pria beristri itu dengan serius. Sedangkan Karina hanya tersenyum tanpa membalas pernyataan pria itu.
«✮ 𓆩♡𓆪 ✮»
Sudah hampir lima belas menit setelah adegan penyeretan Nihau untuk keluar kelas, Kia masih diam tak ingin berbicara. Kia merasa kesal dengan mulut Nihau yang sering lepas landas tak terkendali.
"Maaf guys! Gua gak sadar ngomongnya tadi!"
"Mangkanya jadi orang itu yang peka! Udah dikode malah makin menjadi-menjadi," saran Laura kepada Nihau yang masih menyengir.
"Lo kalau ngomong kasar sama kita mah boleh, Hau! Kita gak bakal baper. Tapi jangan sama Epan, tuh anak udah sering dibully, masa kita juga ikut bully dengan acara ngatain kayak gitu," Kini Amel juga ikut memperingatkan Nihau.
"Dengerin tuh!" ucap Kia dengan sorot mata tajam.
Nihau menyesal dengan kejadian tadi dan memukul mulutnya pelan. "Nih mulut, bisa-bisanya tadi ngomong kayak gitu!"
Mereka kemudian memesan makanan dan makan dalam keheningan, tidak ada yang berniat mengobrol. Persahabatan mereka bukan hanya saling menyemangati satu sama lain, tapi juga saling memperingatkan jika ada salah satu dari mereka yang berbuat salah.
Persahabatan mereka sudah terjalin dari SMP, mereka sudah kenal watak satu sama lain. Mereka bukan sahabat yang membela ketika salah satu mereka melakukan kesalahan, karena sejatinya mengajak ke arah kebaikan adalah cara menyayangi seseorang. Namun ketika kita membiarkan kesalahan itu dipelihara tanpa ada kata peringatan dari kita, maka sebenarnya kita telah jahat kepada mereka.
Mereka terkenal dengan mulut pedas ketika berbicara, namun mereka tidak pernah membully dan tidak pernah menghina fisik seseorang. Mereka hanya kasar namun berhati baik, ibarat monster berhati hello kitty.
Selang beberapa menit, terlihat segerombol siswa yang mendekati meja mereka. Mereka adalah Gilang dan teman-temannya.
"Hallo ladies!" teriak Tito yang sudah dekat jaraknya menuju meja mereka.
Keempat gadis itu hanya melirik Tito sejenak, kemudian lanjut menyantap makanan pesanan mereka tanpa membalas sapaan dari Tito si jomblo.
"Kita boleh gabung, gak?" ucap Gilang meminta izin.
Kia menatap pacarnya yang sepertinya semakin hari semakin asing saja. Sedangkan bersama Bella, pacarnya ini semakin lengket.
"Belum putus aja udah asing kayak gini, apalagi kalau udah putus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Mine?
Teen FictionIni bukan tentang cinta searah tapi ini tentang cinta yang terlanjur tumbuh tapi semesta hanya menakdirkan mereka bertemu bukan bersatu. 🦋🦋🦋🦋 "Semesta mempermainkan kita!" "Lo nyesel kita dipertemukan alam semesta?" "No, I'm so happy!" "Are yo...