Dua : Bulan Romansa

114 14 4
                                    

Kelas Maruko menyambut bulan Februari dengan heboh. Tentu anak-anak perempuan mulai sibuk membahas hadiah coklat, uang yang mereka kumpulkan, sampai kepada siapa akan diberi. Ketiga bintang kelas sudah seperti makanan busuk yang di kelilingi lalat—fans—setiap hari. Kontras dengan siswa lain di kelas yang sibuk berdiskusi sambil mendelik ke arah kerumunan gadis-gadis. Terutama Hamaji yang bersuara paling keras.

Seperti sebelum-sebelumnya, Tamae dan Maruko berencana untuk bertukar coklat saja. Lalu di hari putih nanti, mereka kembali bertukar lagi—menyedihkan. Tetapi untuk gadis seperti mereka berdua, memberi coklat pada anak laki-laki itu belum perlu.

"Jadi Tamae, kau sudah membeli coklat? Apa kita perlu pergi bersama?" Tanya Maruko bersemangat.

"Ah, maafkan aku, Maruko. Aku sudah membelinya dengan ibu tanggal sebelas kemarin." Tamae menjawab tidak enak hati.

Maruko melambaikan tangannya. "Tidak masalah. Aku akan pergi sendiri!" Jawabnya santai.

Untuk kesekian kalinya, para bintang kelas menguping percakapan itu dan menerka-nerka—sampai besar kepala sendiri—mengenai calon penerima coklat itu.

Sayang sekali. Dari sinilah kita belajar agar jangan terlalu berharap akan sesuatu di dalam hidup ini. Hal yang kau anggap sebagai tanda atau kode bisa saja hanyalah ilusi yang di ciptakan otakmu.

***

Sore itu, Maruko berjalan menuju area pertokoan. Uang 500 yen yang ada di dalam kantungnya ia genggam erat-erat. Bisa gawat kalau sampai jatuh. Uang itu adalah seperempat sisa uang tahun baru Maruko.

Gadis itu melangkah masuk kedalam toko yang menjual coklat. Gadis-gadis berkerumun dan terlihat semangat memilih-milih kotak yang dirasa terbaik. Maruko turut bergabung. Memilih satu untuk Tamae, dan masing-masing untuk ayahnya dan kakek—yang seperti sebelum-sebelumnya, ia masih juga mengharapkan balasan yang lebih bagus dari mereka berdua. Harapan yang sia-sia.

Usai memilih, Maruko berjalan menuju kasir. Ia meletakkan 3 kotak coklat di atas meja di depan penjaga toko dan mengeluarkan uangnya hendak membayar.

"Wah, sepertinya kau sedang sangat beruntung, Dik!" Ujar penjaga toko dengan semangat. Ia mengangkat dua dari tiga kotak coklat yang di pilih Maruko dan memperlihatkan bahwa terdapat kode khusus di sana. "Kau berhak atas dua kotak coklat berukuran sama dan itu gratis!"

Mendengar kata gratis, Maruko hampir melompat kegirangan. Tidak disangka dirinya sangat beruntung. Satu harga coklat yang ia pilih adalah senilai 150 yen. Jadi hanya dengan modal 450 yen, Maruko mendapat 5 kotak. Jackpot namanya!

"Terima kasih!" Maruko berjalan keluar dari toko dengan gembira. Ia kemudian sibuk berpikir apakah dua coklat bonus yang ia dapatkan harus dimakan sendiri, atau diberikan pada seseorang—dengan harapan di hari putih nanti akan menerima balasan lebih, dasar Mariko.

***

Ketika hari Valentine tiba, anak-anak perempuan yang memiliki target datang pagi-pagi sekali untuk menyelipkan kotak coklat beserta surat yang mereka tulis di laci atau di atas kursi penerima.

Maruko—yang hari itu hebatnya tidak bangun terlambat—sempat memberi coklat kepada ayah dan kakek sebelum pamit ke sekolah. Heboh sekali pagi itu, dengan kakek yang menangis terharu—secara berlebihan—sedangkan ayah yang menerima coklat malah berkata, "Sudahlah, Maruko. Ayah tahu kau berharap balasan."

Maka hancur sudah mood Maruko—karena tertangkap basah oleh ayahnya. Ia berjalan menuju sekolah sambil menggerutu seperti wanita dewasa yang sebal dengan pasangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Little Cherry-BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang