“Hei, apa kau salah satu dari kaum Katára?”
Pria itu tidak merespon. Wanita muda yang tengah membawa rumput laut itu mendekat. Mengitari pria yang tertidur di pasir dengan cepat, menyebabkan beberapa pasir mulai terhempas ke atas dan mengganggu pernapasan si Pria. Menyadari apa yang diperbuat berhasil, wanita muda itu segera mundur, menyaksikan si pria bangun dengan tersedak pasir.
“uhuk.. untuk apa itu..,” tangan pria itu mengibas disekitarnya untuk mengusir pasir yang masih berputar.
Dilihatnya wanita muda dengan penuh rumput laut di pelukannya. Wanita muda dengan rambut jingga kecoklatan yang amat panjang, tidak terikat dan dibiarkan mengambang. Si pria menatap bingung dan menelengkan kepalanya. Wanita muda itu melayang, bukan, tapi dia berenang dengan ekor jingga keemasannya yang bergerak perlahan.
Otaknya berusaha menggali ingatannya tentang apa yang terjadi atau pengetahuan apapun tentang yang barusan dia lihat. Tidak ada. Dia tidak bisa mengingat apapun. Dirasakannya tubuhnya sendiri dan dilihatnya bagian bawahnya serupa dengan wanita muda itu. Sebuah ekor yang mungkin sedikit lebih besar bergerak pelan memastikan dirinya dapat berdiri. Panjangnya mungkin dua kali tubuh bagian atasnya. Sisik hitam kelam menyelimuti pinggulnya ke bawah dan beberapa bagian tubuh lain seperti lengan, bagian samping tubuh hingga ke lehernya.
Beberapa sirip di lengan, pinggul, dan telinga bergerak pelan sesuai perintah otaknya. Tanpa tahu apapun, pria itu menyentuh setiap bagian tubuhnya yang terasa asing. Dia seakan baru saja terbangun entah dari kapan. Atau mungkin, baru terlahir?
Dilihatnya cincin di jari manis bagian kiri dengan tatapan semakin bingung. Kemudian beralih ke kalung yang ia gunakan. Terdapat ukiran nama kecil di sana. Meski tidak yakin siapa mereka, pria itu sangat yakin bahwa kedua insan yang namanya tertulis itu saling mencintai.
‘even in another life. Estella loves Nolan.’
“Apa… ini?”
Wanita muda di seberang menatap dengan wajah tidak peduli. “Pasti salah satu kaum Katára.”
“Apa?” pria itu menatap bingung. “kaum.. apa?”
“Mereka yang dulunya manusia. Namun, entah bagaimana mereka berubah menjadi duyung dan kehilangan ingatan mereka. Kami menyebutnya ‘kaum Katára’, manusia yang mendapat kutukan,” dia mengangkat bahu tidak peduli, seakan ini adalah hal biasa terjadi.
Pria itu terlihat semakin bingung.
Q
“Singkatnya, kau mendapat kutukan sehingga kau tidak lagi manusia dan kehilangan ingatan manusiamu. Atau, kau juga bisa menyebutnya anugrah? Terserah kalian. Intinya, kau seorang duyung sekarang, jadi beradaptasi dan hiduplah dengan baik.”Nolan yang masih kebingungan merasa panik saat wanita muda itu berniat meninggalkannya. Segera dia berusaha menyusul, tetapi ini pertama kalinya dia berenang menggunakan ekor. Dia tidak tahu bagaimana melakukannya dan akhirnya tidak berpindah tempat sama sekali.
“TUNGGU!! Kembali!!” teriaknya keras menghentikan wanita muda itu. Kini dia baru menyadari bahwa dia bisa bernapas dan berbicara di dalam air. Diperhatikannya sekeliling, dia juga bisa melihat di dalam air dengan sangat jelas.
Wanita muda itu berbalik dan kembali. Wajahnya masam dan dia berucap beberapa kata nasihat bagaimana cara berenang dengan ekor. Seakan sudah terbiasa menemukan kaum Katára, dirinya begitu sabar dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami meski ekspresi wajahnya berkata lain.
Beberapa kali Nolan menabrak batu karang di dekatnya, entah karena tidak bisa berbelok atau mengatur kecepatannya sendiri. Beberapa kali juga dia tersungkur ke pasir dengan keras karena tidak tahu cara berhenti. Rasa-rasanya dia adalah bayi yang baru saja dapat berdiri tapi dipaksa ikut lari maraton.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse of the Ocean
FantasyNolan semestinya mengikuti rengekan istrinya untuk tidak pergi. Istrinya bisa saja melahirkan kapanpun tanpa dirinya. Namun, rasa ambisinya lebih besar dari kekhawatiran itu, dia yakin istrinya akan baik-baik saja. Dia benar, istrinya baik-baik saja...