4 ; Dadakan

42 14 25
                                    

♪ Rasakan Nikmatnya Hidup - Hindia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♪ Rasakan Nikmatnya Hidup - Hindia

-Happy Reading-

"MATILAH! MATILAH YANG MEMBUAT KENANGAN INDAHKU DULU!!"

𖤓

Langit menggelayut rendah dengan semburat jingga yang menari-nari di cakrawala. Angin sore berbisik lembut, menyusup di antara dedaunan yang bergemerisik perlahan. Suara kicau burung mulai meredup. Cahaya matahari yang kian samar-samar menyepuh setiap sudut Kota Bogor dengan keemasan yang hangat, menciptakan bayang-bayang panjang yang melukis kisah-kisah senja.

Aandhata terlihat sedang menunggu bus setelah lelahnya bersekolah. Tidak lama kemudian, mulai banyak anak-anak yang ikut menunggu, salah satunya Selia dengan tubuh kecilnya.

Aandhata tiba-tiba terpikir ingin membuntuti Selia sampai rumahnya, takut ia melakukan hal yang aneh-aneh. Tapi ini hanya firasatnya saja, untuk berjaga-jaga. Setelah bus datang, Aandhata duduk persis di samping Selia.

Bus berhenti di beberapa halte, hingga mereka turun di halte tujuan, lebih tepatnya halte tempat Selia turun. Sebenarnya halte tempat turun biasa Aandhata adalah setelah halte ini. Dia berharap Selia tidak curiga jika turun di sini.

Berjalan melewati jalan permukiman warga yang sepi dan teduh yang sekitar satu blok rumah terdapat danau kecil, Aandhata terus mengikuti langkah Selia dari kejauhan. Terus ... sampai Selia tiba-tiba memberhentikan langkahnya di sebuah perempatan jalan kecil dan sepi itu. Aandhata pun dengan cepat bersembunyi dibalik tempat sampah berwarna hijau yang kebetulan ada di depannya.

Sembari mengintip sedikit ke atas, Aandhata melihat Selia sedang memperhatikan sekelilingnya, seakan-akan memastikan keadaan di sekitarnya tidak ada orang. Sangat mencurigakan, bisa saja dia melakukan hal bodoh lagi, dan lagi-lagi Andhata yang menjadi pahlawan atas tingkahnya.

Secara cepat, Selia berbelok ke arah kanan, jalan menuju pinggir danau. Sedangkan jalan menuju rumahnya melewati jalur kiri.

"Ini anak kenapa sih? Macem-macem aja kelakuan!" ucap Aandhata seraya berlari menyusulnya.

Aandhata mengikutinya lebih dekat, sambil melakukan ancang-ancang jika ada gerakan yang tiba-tiba oleh Selia, seperti di perempatan jalan kemarin.

Sampai di jalan yang sampingnya menjorok ke danau. Diberi pagar pengaman dari besi untuk alasan keamanan. Aandhata melihat Selia yang sedang berdiri di samping pagar besi itu, melihat danau yang berkilauan di bawah langit senja.

Dengan ekspresi kosong seperti biasanya, kedua tangan Ayana memegang pagar itu, membuat Aandhata refleks cepat menghampirinya.

"BERHENTI!!" teriaknya memecah kesunyian. Seketika Selia menoleh, wajahnya tampak terkejut melihat laki itu berada di sana. Aandhata mulai mendekat. "Mau ngapain? Mau terjun ke bawah sana, kah?" tanyanya seraya menatap tajam ke arah Selia.

Kamu akan menyukai ini

          

Seketika Selia mematahkan tatapannya dengan berjalan kembali ke perempatan tadi. Aandhata pun mengikutinya dari belakang.

"kamu tadi nggak niat ngelakuin hal aneh, 'kan?" tanya laki itu memulai pembicaraan.

Selia membalikkan badannya "Bukan urusan lu. Sekarang bisa berhenti ikutin gua nggak!?"

"Jawab pertanyaan gua dulu!! Eh, maksudnya pertanyaan aku dulu!" selak Aandhata.

"Kenapa? Kenapa lu selalu ganggu hidup gua? Hidup-hidup gua! Yang urus ya gua juga!! Ngapain ikut campur urusan orang! HAH!?" Sebongkah dialog yang berhasil menyayat hati Aandhata.

Badannya lemas, tidak percaya apa yang dikatakan Selia. Apa dia salah? Apa dia salah menyelamatkan orang yang ingin mengakhiri hidupnya sendiri? Ya, mungkin.

"Maaf kalau begitu ... maaf kalau gua rese," ujar Aandhata berjalan melewati Selia yang tengah berdiri terdiam.

Aandhata mulai menjauh, semakin jauh. Kini dia berjalan sendirian di jalan yang sepi. Kepalanya mulai terasa pusing, apalagi jika besok ada berita 'seorang siswi SMA melakukan bunuh diri' bisa-bisa kepalanya akan terbakar.

𖤓

"Capek banget hari ini ... di rumah pasti ada yang nungguin, terus ngomong gini ... 'Kakak dari mana! Pasti sama cewek itu lagi!' Udah pasti!" Aandhata terus memikirkan skenario yang kemungkinan akan terjadi setelah ia sampai rumahnya.

Ia pun sampai di rumahnya. Selepas menggeser pintu, dan merapikan sepatunya, Aandhata masuk ke ruang keluarga dengan cepat.

"Aku pulang, Bu?" Setelah berkeliling di lantai satu, ia tidak menjumpai satu pun orang. Jadi Aandhata mencoba menaiki tangga ke lantai dua sekaligus meletakkan tasnya.

Selesai menaiki tangga, ia berpapasan dengan ibunya. "Eh? Kakak, kok lama pulangnya? Dari mana?"

"Eh, iya ... abis dari danau itu-main doang, kok," jawab Aandhata, jujur.

"Ngapain? Apa sama teman kamu yang kemarin?" tanyanya lagi.

"HAHH!? KAKAK SAMA CEWEK ITU LAGI!?" Secara tiba-tiba Helia muncul di pintu balkon. Dengan cepat mendekat ke sang Kakak. "Sekarang Aandhata ngapain sama dia? Pelukan?? Ciuman?? Atau apa?" lanjutnya sangat penasaran. Tatapannya sangat menyeramkan. Aandhata hanya ingin kabur dari tatapannya.

"Enggak Helia, tadi aku liat senja di danau, bagus banget kalo dari sana," jawab Aandhata menenangkan Helia.

"Oh...," jawabnya singkat yang kemudian kembali menuju balkon.

"Lah? Udah gitu doang? Dikira gua bakal abis sama ini anak," monolog Aandhata, ia bersyukur.

𖤓

Pukul 20:06.

Selepas makan malam ... Aandhata beranjak ke kamarnya untuk mengerjakan tugas sekolah. Duduk di meja belajarnya, dia mendengar pintu terbuka.

"Kak...," panggil seseorang di pintu, itu adiknya.

"Apa Helia?" Helia pun mendekat, tangannya membawa sebuah buku dan alat tulis. Dengan wajah lesu juga pinggir bibir turun ke bawah.

"Mau ngomong sebentar, bisa?"

"B-bisa...," firasat Aandhata tidak enak lagi. Kemudian mereka duduk di karpet kamar. "Kayaknya Helia minta diajarin sesuatu, dilihat dari barang yang dibawanya," pikir Aandhata.

"Kak...," ucapnya terhenti dengan bernapas dalam-dalam, wajahnya terlihat serius.

"Cepet ngomong aja! Pengen minta diajarin sesuatu 'kan? Sini, kalo matematika Kakak bisa bantu, materi kelas delapan Kakak masih cukup inget." Sebab Aandhata melihat buku Helia yang dilabeli matematika di sampulnya. Seketika membuat wajahnya berubah, terlihat pasrah.

Lune Needs Home [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang