9

1.8K 297 208
                                    

Setelah sampai di tempat, Oniel berlari panik memasuki salah satu bar, ia menghela nafas lega melihat semua temannya sudah berkumpul di sana. Lalu, untuk apa Ara menghubunginya jika semuanya berkumpul? Oniel memandang ke sekeliling, cukup berantakan, setidaknya Ara tak bohong, Adel sepertinya memang berkelahi tadi.

"Ada apa sih?" Oniel duduk di depan Marsha. Wajah Marsha sudah memerah, begitupun dengan lima orang lainnya. Oniel mengerti sekarang kenapa ia ada di sini, harus ada orang yang waras di tengah orang gila.

"Ada yang berani pegang pantat Ashel." Adel menjawab dengan nada suara yang diseret, cukup menunjukkan bahwa Adel sudah sangat mabuk sekarang. "Teruuus Azizi gak terima, Azizi pukul cowok itu dan mereka berantem deh." Adel berusaha meraih botol lainnya, ia meneguk minuman itu lebih dulu sebelum menatap Oniel. "Azizi kena pukul, ya gue gak terimalah, ya udah gue pukul pake botol." Adel tertawa, tidak merasa bersalah sama sekali.

"Terus lo kenapa ikut mabuk?" Oniel menatap Ara kesal, Oniel beralih pada Azizi, Ashel, Chika dan Marsha, benar-benar tidak ada yang bisa diselamatkan di sini.

"Chika." Ara menunjuk kekasihnya sambil tertawa karena memang Chika yang menyuruhnya terus minum sebagai pembalasan Minggu kemarin.

"Astaga." Oniel mengusap wajahnya frustrasi, kali ini ia menatap Azizi. "Gue pikir lo bisa lebih waras, ternyata sama aja. Minum di luar itu harus pastiin ada dua orang yang sadar, gak bisa kaya gini." Oniel mengembuskan nafas panjang, bagaimana ia bisa mengurus enam orang gila ini?

"Berisik Onyil." Marsha merangkul lengan Adel kemudian menyandarkan kepala di bahunya. Kepala Marsha sudah sangat berat sekarang, dipaksakan tegak saja ia tidak bisa.

Tiba-tiba saja lima orang pria bertubuh kekar datang, berdiri mengelilingi kursi Adel.

"Semuanya sudah diselesaikan, mereka tidak akan menuntut, Nona. Bapak memerintahkan kami untuk membawa Nona pulang, jika berkenan mari-"

"-Balik gak?! Bilang ke Papa gue gak akan pulang, jangan maksa atau gue gak akan pernah pulang lagi ke rumah itu!" Adel menatap tajam pria itu, bisa-bisanya penjaganya datang sebanyak itu, membuatnya malu saja. Pria itu hanya mengangguk dan langsung pergi tanpa berani membantah.

"Terus ini gimana?" Oniel memegangi kepalanya sendiri yang sekarang sedikit pusing, ia benar-benar tidak sanggup jika harus mengajak pulang semua manusia ini.

Oniel menghentikan pandangan pada Ashel yang sedang bersandar, ia tersenyum tipis, sepertinya Ashel masih sadar. Oniel mendekat pada Ashel kemudian menepuk bahunya, "Lo bisa berdiri kan?"

"Berdiri membangun negeri!!" Teriakan Ashel membuat Oniel terkejut dan langsung menjauhi gadis aneh itu.

"Ini kalian minum apa nyimeng sih?" Oniel memeriksa merk botol minuman yang mereka pesan, tidak ada racikan sama sekali dan sudah habis cukup banyak botol, pantas saja mereka semabuk ini. Sekali lagi, Oniel memandangi mereka, bagaimana bisa mereka duduk di satu meja yang sama dengan konflik mereka yang sekompleks itu? Memang tidak waras.

Ternyata tidak ada harapan, Oniel harus meminta bantuan untuk membawa mereka pulang. Baru saja Oniel hendak mengambil ponsel, seorang pelayan datang membawa bills karena mungkin tau ia akan membawanya pulang.

"Ini punya mereka ya? Saya yang bayar ya kak." Oniel tersenyum, meraih bills itu yang menjadi alasan dari hilangnya senyuman di wajahnya. "Dua puluh enam juta? I-ini serius?" Oniel menggaruk tengkuknya, ia sebenarnya bisa saja membayar, tetapi nilai ini tidak masuk akal, Indah pasti marah.

"Biar saya aja, kak." Suara lembut terdengar. Oniel mendongakkan kepala dan cukup terkejut melihat Viny ada di sini, Viny membawa seorang gadis yang sangat cantik, bidadari mana yang tersasar di sebuah tempat hina ini?

AKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang