32

1.9K 174 16
                                    


















"Sayang, kita sarapan ya..."

Ansel lalu mengangkat Archibald dan menggendongnya turun ke lantai bawah. Muni dan Nana dengan setia mengikuti dari belakang.

Setelah melangkah sampai di ruang makan, Ansel kemudian menaruh Archibald pada kursi khusus anak kecil yang dudukannya lebih tinggi dari kursi lain, agar lebih mudah menyuapinya.

Tidak lama kemudian, Nana datang dengan membawa sarapan untuk Archibald. Bubur yang sudah dicampurkan dengan sayur-sayuran hijau dan daging sapi yang sudah di potong kecil-kecil. Ansel menerimanya, "Terimakasih Nana."

Lalu setelah meniup-niup bubur yang sedikit hangat itu, "Archie, sayang lihat sini. Buka mulutnya..." Ansel menyuapi Archibald. Dan karena anak itu memang penurut, mudah saja untuk menyuapinya.

"Pintarnya..."
Puji Ansel saat Archibald membuka lebar mulut dan makan dengan lahap. "Lagi ya..."

Archibald makan dengan tenang, mainan miniatur kuda di tangannya juga tidak pernah dilepasnya sejak Daddy nya memberikannya padanya. Selalu digenggaman kuat anak kecil itu di tangannya.

Ansel terus menyuapi Archibald sampai dirasa cukup. Walaupun tidak dimakan habis karena Archibald menunjukkan tanda-tanda kekenyangan. Ansel tidak ingin memaksanya, takut anak itu akan memuntahkannya. "Minum airnya dulu, sayang..."

Kemudian sehabis memberi minum dan membersihkan seluruh wajah Archibald dari sisa-sisa makanan yang tidak sengaja menempel, Ansel memanggil Nana untuk menjaga Archibald selagi giliran dirinya yang makan.

Sementara itu, Muni dan beberapa pelayan lain juga sudah mulai menghidangkan sarapan untuk Ansel di atas meja makan.
"Selamat makan, Tuan Muda."

Ansel tersenyum lebar, "Terimakasih." Kemudian pemuda itu beralih pada Archie yang sudah sibuk bermain dengan Nana, "Archie, Dada makan dulu ya..."

Lalu, setelah mengecup sekali pipi anak itu, barulah Ansel mulai makan dalam diam. Bubur yang tidak dihabiskan Archibald tadi, dimakannya terlebih dahulu. Tidak mau sampai harus membuang-buang makanan.

Pemuda itu makan dalam diam sambil terus memperhatikan seisi ruang makan itu. Matahari pagi yang masuk dari cela-cela, dan karena sedang dalam musim panas, jendela-jendela dibiarkan terbuka dengan gorden-gorden tipis penutup yang tertiup pelan angin pagi. Sejuk. Ansel merasa tenang untuk beberapa saat.

Selesai memakan bubur Archibald, Ansel menikmati satu dua jenis makanan lagi yang ada di meja. Dan karena pikirannya yang entah melayang ke mana, membuatnya tidak sengaja menyenggol pisau pemotong steak yang ada disampingnya dengan sikunya.

"Ah!" Sayangnya, pisau itu dengan tidak sengaja menggores pahanya, karena dirinya hanya mengenakan celana putih panjang berkain tipis.

"Tuan Muda, astaga!"
Nana yang paling dekat di sana, berteriak kaget. Yang di mana, teriakan itu membuat semuanya menjadi panik. Muni bahkan berlari dengan cepat ke arah Tuan Muda mereka. "Tuan Muda!"

"Tidak, tidak apa-apa. Bukan luka serius."
Ansel mencoba menenangkan kepanikan yang ada. Ini bukanlah sesuatu yang harus dihebohkan.

Pemuda itu melirik takut-takut ke arah Archibald, takut anak itu akan menangis. Dan benar saja, Archibald mulai menangis karena terkejut dengan teriakan keras yang muncul tiba-tiba.

Melihat itu, Ansel buru-buru bangun dari duduknya, ingin mengambil Archibald, namun darah pun menetes turun tanpa bisa dihindari. Karena kulitnya yang memang mudah terluka dan berdarah, luka sekecil apapun, darah yang keluar menjadi tidak main-main.

Love WinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang