Jauh-jauh lo dari pikiran gue!
-Arsenio
Don't forget to vote and comment :)
Happy reading!***
Arsen menelusuri gang sempit sambil tertatih. Ia sudah bisa jalan walaupun masih terasa sakit di bagian tumitnya. 3 hari sudah ia tidak masuk sekolah, terhitung dari senin. Nara merawatnya dengan baik walaupun perempuan itu sedikit terpaksa. Kejadian hari minggu yang membuat mereka enggan berdekatan satu sama lain.
Arsen marah saat Nara pulang hingga sore menjelang malam. Keadaan perutnya yang belum diisi sama sekali membuat ia membentak perempuan itu tanpa sadar. Arsen gengsi untuk meminta maaf duluan. Tidak ada dalam kamusnya ia merendah hanya untuk wanita. Mereka juga tidur berjauhan sejak ia sakit.
Nara selalu berangkat pagi-pagi untuk menghindari Arsen. Rasanya agak canggung tinggal se atap namun tidak saling menyapa satu sama lain. Nara masih sebal dengan Arsen yang menuduhnya ini dan itu. Mengatainya murahan, serta mengancamnya jikalau Nara ketahuan dekat dengan pria lain, Arsen berjanji akan menghabisinya.
"Seriusan tempatnya yang ini?"
Sekarang Arsen sedang di tempat yang Melvin beritahu melalui maps. Katanya dua orang yang menabraknya, terakhir kali Melvin lihat ada di sini. Arsen ragu saat tidak adanya orang yang berlalu lalang. Namun foto yang dikirim oleh Melvin, sama persis dengan gedung tua yang ada di depannya.
Arsen mengendap-endap agar tidak menimbulkan suara. Banyaknya puntung rokok, mural tidak jelas bentukannya, membuat Arsen was-was jikalau ia salah tempat mungkin saja ini markas preman berbahaya.
Terdengar suara candaan, semakin Arsen masuk ke dalam gedung itu. Dan saat penglihatannya menangkap siluet Regan yang tengah duduk di sofa usang, Arsen tanpa sadar mengeluarkan suaranya.
"Bangsat, ternyata bener."
Regan terusik dengan suara itu, ia membalikan tubuhnya ke belakang dan menangkap orang tidak diundang masuk ke tempat privasinya. Karena panik, teman Regan tidak sadar menjatuhkan barang yang sedang dipegangnya.
"Wow selain tempramental, lo juga pecandu ternyata."
Arsen mendekat ke arah Regan dan teman-temannya tiga orang. Ia menatap sinis laki-laki suram itu. Sakit kakinya seketika hilang saat melihat wajah bajingan Regan dari dekat, "Lo masih inget gue? Kalau belum.. kenalin, Arsenio cowok adik lo."
Arsen mengulurkan tangannya pada Regan dan langsung ditepis oleh laki-laki itu.
"Punya urusan apa lo?! Sampai berani datang ke sini sendirian. Mau mati lo?"
Arsen mengeluarkan ponselnya. Ia memutar tayangan CCTV yang diambil dari rambu lalu lintas saat kejadian di halte jum'at lalu, "Ini lo kan yang sengaja nabrakin Nara sama temannya di halte? Gue ada buktinya. Mobil lo sama persis dengan yang ada di video ini."
Regan mematung di tempat. Teman-temannya juga tidak berkutik. Regan bisa saja menyangkalnya. Ia tidak perlu khawatir karena yang melakukan itu ialah orang suruhannya. Benar, Regan tidah harus sepanik ini. Cukup pastikan Arsen tutup mulut. Masalah akan selesai begitu saja.
"Apa jadinya kalau gue lapor polisi markas kumuh lo ini? Pertama, lo berusaha bunuh orang. Kedua, lo make obat terlarang bareng teman lo. Dua perkara yang hukumannya bisa digabung. Apa nggak membusuk lo di dalam penjara." ujar Arsen tenang namun menusuk.
Regan menarik kerah Arsen. Mereka saling bertatapan dengan mata membunuh. Teman Regan berusaha menjauhkan mereka berdua, namun Regan terlihat enggan melepasnya, "Dengerin gue! Jangan ikut campur urusan keluarga gue. Lo cuma cowoknya, bukan suaminya. Pergi! Kalau lo nggak mau mati di sini."
Regan menghempaskan tubuh Arsen ke belakang. Laki-laki itu berjalan sempoyongan diikuti oleh teman-temannya. Mereka membereskan alat hisap serta barang yang Arsen maksud untuk dibawanya keluar dari gedung ini.
"Kalau gue kasih lo duit, apa lo bisa jauhin Nara? Setidaknya jangan bikin celaka kayak kemarin."
Ciutan Arsen menghentikan Regan yang ingin keluar. Laki-laki itu berbalik badan dan menginstruksikan teman-temannya agar diam di tempat. Sambil tertawa pelan, Regan menatap Arsen dengan ejekan.
"Lo bisa bayar berapa? Anak bocah kayak lo emangnya punya duit?" seru Regan pura-pura tidak tau bahwa Arsen memang anak orang kaya.
"Gue bisa kasih berapa yang lo mau, asalkan lo berhenti gangguin adik lo."
Regan kembali mendekati Arsen. Ia tersenyum miring sambil menepuk-nepuk bahu Arsen, "Lo udah dikasih apa aja sama dia sampai rela ngeluarin duit buat nyuap gue?"
Arsen tidak menjawab. Ia menghempaskan tangan Regan dan menatap mata laki-laki itu tajam. Sial! Dia tidak tau harus menjawab apa. Karena sejujurnya, ia hanya tidak suka Nara menderita karena orang lain. Yang boleh melakukan itu hanya dirinya. Nara harus mempertanggung jawabkan perbuatannya karena sudah berani mengusik kehidupannya.
"Kalau lo setuju, lo aman. Kalau lo nolak, gue bakalan lapor polisi atas apa yang udah lo lakuin. Gimana?"
"Lo ngancem gue?"
"Terserah lo, mau hidup tenang sambil nerima duit gue atau membusuk lama di penjara."
Arsen pergi dari sana meninggalkan Regan yang mengepalkan tangannya erat. Regan benci ditekan seperti ini. Tidak pernah dalam hidupnya, ada orang yang berani bermain-main dengannya. Namun ia juga butuh uang. Baginya, uang adalah segala hal daripada yang lain.
"Oke, gue setuju nerima uang dari lo dan berhenti gangguin Nara. Dengan catatan, kalau sewaktu-waktu lo berhenti transferin gue duit, Nara bakalan nerima akibatnya!" seru Regan menghentikan Arsen.
Arsen membalikkan tubuhnya, "Deal."
***
Nara membuka pintu apartemen Arsen yang disambut oleh kesepian dari ruangan tersebut. Ia membuka sepatu dan menaruhnya di rak lalu memeriksa kamar laki-laki itu. Kosong, lampunya juga mati. Ke mana Arsen pergi, apa kakinya sudah sembuh?
Tidak lama kemudian Nara dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka keras. Itu Arsen yang baru saja pulang. Nara ingin bertanya padanya namun gengsi, sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah berpura-pura tidak peduli dan lanjut membersihkan diri.
"Buatin gue makanan. Gue lapar." Arsen membuka pintu kamarnya hingga terdengar bunyi benturan keras. Ia ingin mandi lalu mengisi perutnya dengan makanan buatan Nara.
Sejak di mana Nara membuatkan makanan olahan saat teman-temannya datang ke unit miliknya, Arsen jadi kecanduan akan masakan perempuan itu. Ia jadi anti memakan mie instan karena ingin mencicipi menu berbeda dari tangan Nara langsung.
Arsen bergidik ngeri dengan dirinya sendiri. Saat-saat dulu mereka baru kenal di malam pesta ulang tahunnya, Arsen seringkali menjadikan Nara kacung dan memanggil perempuan itu jika ia butuh pelampiasan sesaat. Mereka juga melakukan itu lebih sering di hotel dibandingkan apartmentnya.
Namun entah mengapa sekarang ini Arsen tidak bisa berjauhan dari Nara. Sejak insiden mengerikan di halte terjadi, perempuan itu seolah-olah memberikan tanda sinyal akan pergi jauh darinya. Maka dari itu ia juga tidak mengenali dirinya sendiri. Nara seperti magnet, perempuan itu terus mendekat, terlebih lagi perempuan itu berbahaya.
"Gue butuh ciuman lo."
Arsen memeluk Nara dari belakang. Ia mencium leher perempuan itu sambil menghirupnya dalam. Malam ini ia pastikan Nara harus berada di ranjangnya, "Jangan bergerak."
Nara tidak nyaman saat mereka bersentuhan setelah 3 hari lamanya tidak berbicara satu sama lain. Ia pikir Arsen masih marah padanya. Setelah ia dicaci maki saat pulang dari kerja kelompok hari minggu lalu, mereka saling berjauhan, tidak ada percakapan apapun bagaikan dua orang asing yang tinggal di satu atap.
Perbuatan Arsen yang seperti ini membuat Nara merasa ditarik ulur. Laki-laki itu tidak pernah menyatakan hal romantis walaupun mereka sudah melakukan hubungan terlarang. Arsen selalu memaksa, tidak ada hal yang bisa Nara lakukan saat bersamanya. Dan ia terlalu takut mengatakan rasa risaunya.
"Katanya kamu lapar, aku buatin makanan dulu. Kamu dari pagi belum sarapan kan?" Nara berusaha melepaskan lengan kekar Arsen namun gagal.
Arsen semakin merapatkan tubuhnya dan memojokkan Nara ke pintu kaca balkon lalu membalikkan tubuh Nara agar mereka berhadapan, "Gue mau ganti menu, gue mau makan lo Nara Auristela."
Nara merinding sangat saat mendengar nama lengkapnya disebutkan oleh Arsen. Ia menghindari tatapan mematikan itu sambil berusaha mencari cela agar bisa lepas dari tubuh besarnya.
"Lo ngelakuin apa sama gue hm? Kenapa gue kepikiran lo terus, kenapa gue takut kehilangan lo. Kenapa gue jadi begini?"
Arsen menelusuri jemarinya di pipi Nara yang terpaku karena mendengar pernyataan mencurigakan dari mulut Arsen. Ya, baginya itu mencurigakan karena sedari awal Arsen hanya menganggapnya mainan. Nara tidak ingin terbuai dengan kata-kata manis Arsen. Namun, Nara juga tidak tau isi perasaannya terhadap laki-laki itu.
Terkadang Arsen bersikap jahat dan menakutkan, yang membuat Nara ingin segera lepas darinya. Dan terkadang pula, Arsen bersikap manis seperti ini, yang membuat perasaannya naik turun seperti sedang diterbangkan kemudian dijatuhkan tiba-tiba.
Bohong Nara kalau dia tidak merasa adanya getaran saat mereka sedang bersama. Saling mencumbu satu sama lain. Tetapi Nara tidak boleh terburu-buru. Arsen tidak pernah menjelaskan mengenai hubungan mereka. Nara hanya perlu kembali pada niat awalnya. Ia harus menghapus video mereka di email laki-laki itu dan pergi sejauh mungkin dari kehidupan Arsenio.
"Aku nggak ngelakuin apa-apa sama kamu Arsen." kata Nara takut-takut.
Nara melihat wajah Arsen yang dilanda gairah. Laki-laki itu hendak mendekatkan wajahnya untuk mempertemukan bibir mereka, namun Nara dengan cepat mendorongnya ke belakang hingga terdengar suara ringisan tertahan dari mulut Arsen.
"Aw, shhh goblok! Kaki gue arghhh, fuck! Lo mau buat gue mati?!"
"M-maaf Arsen aku nggak sengaja." Nara panik sekali saat melihat Arsen menunduk dan memegang kakinya. Ia membantu laki-laki itu untuk duduk di sofa.
"Pelan-pelan jalannya bodoh!"
Nara meluruskan kaki Arsen dan memijit kakinya yang belum sepenuhnya membaik, "Kayaknya kaki kamu perlu diperban Arsen."
"Nggak usah! Kaki gue cuma keselo, nggak patah. Lo urut-urut kayak tadi cepet! Jangan berhenti sampai gue bilang udahan."
Arsen menengadahkan kepalanya ke atas. Ia kembali memikirkan perkataan Regan sebelum benar-benar pergi dari gedung tua itu. Semoga saja Regan tidak ingkar. Ia hanya perlu memastikan Nara baik-baik saja setelah ini dan tidak ada gangguan lagi dari siapapun.
Kayaknya, gue beneran suka sama lo Nara.