Dua puluh tujuh

337 24 1
                                    

Happy Reading
.
.
.

"Nanti bekel nya kasihin ke yara satu yaa.."

Ucap Seanna yang notabenenya bunda Zee itu seraya memasukkan bekal yang dimaksudnya itu ke dalam tas milk sang putri.

Sementara Zee menjawab dengan anggukan kecil. Karena dirinya masih sibuk dengan kegiatan sarapan paginya.

Zee meneguk habis air minumnya, pertanda jika sarapannya telah selesai. Zee hendak beranjak, berniat menyimpan piring dan gelas kotor itu ke dapur. Tapi, sang bunda lebih dulu berucap, menyuruhnya untuk tetap duduk.

"Zee... Bunda ngerti perasaan kamu sama Sherin itu seperti apa. Tapi Bunda berharap rasa yang dimilikin kamu itu hanya rasa sayang sebatas teman, sahabat. Dan, jikapun lebih Bunda harap itu hanya rasa sayang sebagai saudara."

"Bunda mau kamu buang dan abaikan perasaan itu sedikit demi sedikit sama Sherin. Coba, alihkan perasaan kamu itu pada laki-laki."

"Bunda gak nyuruh kamu buat jauhin Sherin. Tapi bunda minta tolong, buang dan abaikan perasaan yang kamu yakinin itu sebagai cinta. Kamu udah cukup dewasa buat paham dan tahu kalo perasaan kamu itu salah."

Seanna meraih piring kotor di depan Zee. Membawanya ke arah wastafel, yang terdapat beberapa piring kotor lainnya, menyimpannya. Kemudian kembali menghampiri sang putri.

Sementara Zee memilih diam. Tak menyela sedikitpun ketika sang bunda memberikannya nasihat. Ia mendengar dengan sangat baik dan tentunya paham maksud dari setiap ucapan yang dikeluarkan oleh sang bunda.

"Zee berangkat sekolah dulu." Ucap Zee. Kemudian mencium tangan sang Bunda. "Assalamualaikum.." lanjutnya.

"Waalaikum sallam. Hati-hati!!" Ucap Seanna.

"Iyaa bunda.."

Seanna menatap punggung sang putri yang kian menghilang. Perasaannya panik, risau, gelisah jika putrinya benar-benar memiliki perasaan pada Sherin.

Bukan, bukan dirinya tak bahagia jika putrinya itu bisa merasakan apa itu cinta. Bukankah itu artinya putrinya itu sudah mulai beranjak dewasa. Hanya saja, kenapa perasaan yang dimiliki putrinya itu harus berbeda dari yang lain, jauh seperti apa yang dirasakan orang normal lainnya.

Putrinya menyukai sesama perempuan.

........


Jam istirahat telah berlalu 5 menit sedari tadi. Dan, seperti biasa sebagian murid sudah berlalu pergi berpindah tempat ke dalam kantin. Lain halnya dengan Zee dan Yara yang masih senantiasa duduk di dalam kelasnya. Keduanya masih mencatat.

Zee lebih dulu selesai. Ia memasukkan buku dan pulpennya ke dalam kolong yang terdapat di bawah meja.

"Gue mau nyamperin Sherin." Ucap Zee. "Lo mau ikut gak, yar?" Lanjutnya bertanya.

"Liat nanti ajadeh, nanggung soalnya." Jawab Yara tanpa mengalihkan pandangannya dari catatannya.

Zee mengangguk paham. Kemudian, mengambil salah satu bekal yang ada di dalam tasnya itu pada Yara. "Dari bunda, lo makan yaa."

"Huh?" Respon Yara bingung. Sedetik kemudian tersenyum ketika melihat kotak bekal di depannya. "Bilangin makasih sama Bunda." Ucapnya.

Zee berdehem pelan. Kemudian beranjak dari bangkunya. Tak lupa sembari membawa bekal miliknya.

"Nanti gue nyusul Zee.." Seru Yara.

"Iyaa.." Ucap Zee. Sedetik sebelum dirinya keluar dari dalam kelas.

Zee sudah berada di pintu kelas milik Sherin. Matanya mengamati kelas tersebut. Tak ada Sherin di dalamnya. Pandangannya beralih pada laki-laki yang tengah duduk sembari kedua kakinya diangkat menumpang pada meja. Jangan lupakan, tangannya yang tak berhenti bergerak di layar persegi yang di miringkan itu. "Ankaa!!" Seru Zee, memanggil nama lelaki tersebut.

Everything Will Be AlrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang