Menyebalkan
" Ngapain kamu tanya aku pake skincare apa? Hah " ucapku menatap dia sebal " emangnya kamu mau beliin? Kalo ngga, nggak usah tanya-tanya " lanjut ku lagi.
" Iya " aku memandang tak mengerti kearahnya, lagi dan lagi kata yang keluar dari mulutnya sangat singkat.
" Maksudnya? " Memandang bingung kearahnya.
" Iya aku beliin " masih dengan memasang wajah datar, lama-lama aku kesal melihat ekspresi wajahnya.
" Nggak usah, aku juga punya uang " balasku. Aku membalikkan badan meninggalkan nova dan berjalan kearah merk skincare yang aku pakai.
Setelah mengambil beberapa aku membalikkan badan dan
Bug
Aku menabrak dada bidang Nova, aku kira dia sudah pergi. Ternyata dia dari tadi mengikutiku.
Aku mengusap keningku yang lumayan sakit " kamu ngapain masih disini? Dan soal make-up itu. Kalo kamu suka ambil aja " ujarku seraya berjalan menuju kasir.
Nova seperti biasa tidak menjawab dan aku mencoba bodoamat. Aku meletakkan keranjang ku di meja kasir dan nova melakukan hal yang sama. Dan aku hanya membiarkan toh itu juga keranjangku.
" Mau lewat debit atau tunai ka? " Ucap mas penjaga toko tersenyum ramah kearahku, aku membalas senyumannya.
" Debit aja ka " balasku dan membuka tas untuk mengambil dompet ku, aku mengeluarkan kartu atm dan hendak menyerahkannya. Namun tanganku di tahan oleh Nova.
" Pake ini saja " dia berucap dengan nada dingin seraya menyerahkan kartu ke mas tadi.
" Ngga usah " aku mencoba menarik tanganku namun tak bisa.
" Diem " mengapa nada suaranya tambah dingin? Dan kenapa juga dia menatap mas penjaga toko dengan tajam?. Kan kasihan masnya jadi pucet.
Aku yang hendak berbicara tiba-tiba terhenti karena sekarang dia menatap tajam kearahku, aku memilih diam karena aku mulai merasa ketakutan akibat tatapnya itu.
" M---- ma-s silahkan PINnya " mukanya semakin pucat.
Nova mengetik PINnya dengan tangan kanannya sedangkan kirinya masih memegang pergelangan tangan kananku.
" S-sudah, ini bela--- " belum selesai ucapan mas penjaga toko, Nova langsung merebut kartu dan kantong belanja dan langsung menarikku keluar dari toko.
Dia berjalan cepat, aku yang mulai kesalpun berhenti berjalan dan otomatis dia juga berhenti, dia menatap kearahku dengan wajah menahan marah.
" Kamu kenapa sih? Kasian masnya jadi pucet gara-gara kamu " aku menatap kesal kearahnya dan mencoba melepaskan genggamannya. Namun semakin aku berusaha melepaskan maka semakin erat juga dia menggenggamnya.
" Lepasin Nova " lanjutku lagi " ini sakit " lirih ku.
Setelah aku mengucapkan itu dia mulai mengendurkan pegangan tanganku tapi ketika kutarik tetap tak lepas.
Aku menghela napas lelah " Kamu kenapa? Dan maunya apa? " aku mencoba berbicara lembut kepadanya.
" Jangan senyum " aku sontak membuka mulutku, apa-apaan dia melarangku untuk tersenyum? Dan kenapa juga telinga dia merah, apakah dia sedang sakit?
" Kenapa? " Aku berucap pelan dan menatap penuh tanda tanya kearahnya. sungguh aku tak mengerti tujuan ucapan dia.
" Senyumanmu jelek, membuat saya malu " dengan santainya dia berucap dengan raut wajah datarnya.
" Hah, kalo kamu malu, sana jangan deket-deket. Dan tolong lepasin tanganku " aku menarik lagi tanganku tapi tetap tak bisa, ini orang maunya apa sih, katanya malu, tapi kenapa tanganku nggak dilepasin.
" Nova, lepas " aku menggunakan tangan kiriku untuk mendorong dadanya dengan harap dia terdorong kebelakang hingga tanganku terlepas.
Namun bukannya lepas, dia malah menarik pinggang ku dengan tangan kanannya yang memegang kantong belanja. Dia mengangkat tubuhku ke bahu kanannya, mengangkatku seperti karung beras. Dia juga memindahkan kantong belanja di tangan kirinya.
Aku memberontak memukul punggungnya dengan kedua tanganku, tapi dia seolah tak merasakan sakit. Dia tetap berjalan dengan santai.
Apakah dia tidak sadar bahwa tindakannya sekarang mengundang perhatian, lihat semua orang memandang kita berdua. Aku juga sudah berhenti memberontak ketika sadar bahwa sekarang aku menjadi pusat perhatian.
Aku menutup mukaku dengan rambut " Nova, awas aja kalo kejadian ini sampai masuk berita. Aku bener-beber akan benci sama kamu " ku rasakan badannya menegang sekilas. Di tetap berjalan namun kali ini dia berjalan dengan langkah agak cepat.
Nova melangkah menuju parkiran mobil, ketika sudah sampai dia langsung membuka pintu. Menurunkan lalu mendudukkan ku di samping kursi pengemudi.
Dia lalu masuk setelah meletakkan kantong belanja dikursi belakang, dia mengeluarkan ponsel dari saku, menelpon seseorang.
" Jangan sampai tersebar, dan tutup mulut orang-orang yang berada disini " setelah itu dia menutup panggilan telponnya.
Meletakan ponsel disakunya lalu menatap kearahku, aku menegang ketika di mendekatkan badannya kearahku. Aku menutup mata ketika hampir tidak ada jarak lagi dengan Nova. Hingga
Klik
Membuka mata dan langsung bertemu dengan tatapan mata Nova, tidak ada raut wajah datar yang ada hanya raut wajah santainya.
" Kamu berharap dicium? " Menunjukkan smirknya kepadaku.
" A--apa hah mana ada! " Aku memalingkan wajah, aku malu sungguh malu kepada aku bisa berpikir jika dia hendak mencium ku sih? Ini juga salah dia kenapa juga dia harus memasang sabuk pengaman dengan jarak sedekat itu.
Aku mendorong wajahnya supaya menjauh dari wajahku " sana ih " dia memundurkan wajahnya dan duduk tegak dengan senyum yang terpatri di bibirnya.
Aku yakin, wajahku sekarang pasti memerah. Aku hanya berani melihat kearah jendela. Aku merasakan tatapan Nova masih mengarah padaku.
Hening selama beberapa menit, hingga terdengar suara dengusan geli dari nova " coba liat kesini" ucapnya yang ku abaikan " Yara " lanjutnya lagi kurasakan tangannya meraih daguku dan menarik wajahku kearahnya. Darimana dia tahu nama panggilanku yang baru?
Dia menatap hangat kearah ku, hah apa mata ku tidak salah lihat? Bagaimana bisa tatapan itu ada padanya? Aku menatap tak percaya kearahnya.
" Kita makan dulu " tatapan hangat itu kembali menjadi datar lagi.
" Aku mau pulang aja, aku nggak la-- " perutku berbunyi " per " lirihku. Aku hendak memukul kepalaku tapi tangan nova menahannya. Dia tidak tertawa malahan menatap marah kearahku, dia kenapa sih?
" Saya nggak menerima penolakan! " Ujarnya dengan wajah yang mulai memerah menahan amarah. Ini dia marah ke aku kah? Terus karena apa?
" Tadi pagi udah sarapan kan? " Hah ngapain dia nanya aku udah sarapan apa belum? Kenapa juga dia ngeluarin tatapan menyelidik kepadaku?
" Belum " aku menundukkan kepala karena merasa mula takut akibat tatapan dan raut wajahnya Nova.
Dia menghembuskan napas kasar, tak lama dari itu dia menghidupkan mobil dan mulai menjalankannya dengan kecepatan lumayan kencang.
Sementara aku yang mulai merasakan pegal, akhirnya aku mengangkat kepalaku dan mengalihkan pandanganku kearah jendela mobil. 10 menit kemudian mobil berhenti di sebuah apotik.
Nova menurunkan sedikit jendela mobil disebelahku lalu dia keluar dari mobil, dan klik, mobil terkunci. aku hanya memandangnya tanpa niat bertanya. Aku sudah lelah dan lapar. Jadi tidak ada tenaga untuk bertanya.
Dia masuk ke apotik tak berselang lama dia keluar dengan tangan kanan menggenggam plastik, masuk dan menaruh plastik itu di belakang setelahnya dia menjalankan kembali mobil.
Aku menyandarkan punggungku disandaran mobil memandang kearah jendela lagi, entah dia akan membawaku kemana. Mataku mengantuk, aku mulai memejamkan mataku.
" Jangan tidur " aku membuka mataku lagi, melirik kesal kearah Nova sementara dia masih fokus kedepan.
Mobil berhenti disebuah restoran, dia turun lalu mengambil plastik dari apotik itu. Aku menghela nafas panjang, aku membuka pintu dan melangkah keluar.
Baru menutup pintu mobil, Nova langsung memegang tangan kananku lalu menarikku masuk kearah restoran, mendudukkanku di kursi paling pojok dekat jendela sementara dia duduk dihadapan ku.
Waiters datang menghampiri meja kita, dia menyerahkan buku menu kepada nova " saya pesan dua porsi nasi, sup ayam satu, ayam bakar satu dan dua teh manis hangat. Dan satu lagi tolong air putihnya diantar sebelum pesanan yang lain tiba " ini Nova tidak ada niat bertanya kepadaku kah? Dia memesan itu untuk dirinya sendiri? Dan juga baru pertama kali aku mendengar dia berbicara panjang.
Waiters itu pergi setelah selesai mencatat, ini beneran aku cuma disuruh nemenin dia makan? Aku mau nanya, tapi takut dipelototin sama Nova.
Tak lama waiters itu kembali dengan membawa dua gelas air putih " minum " dia menarik tanganku yang ada di atas meja. Meletakan satu butir obat kepadaku.
" Ini obat apa? Kok kaya obat maag? " Aku menatap bingung kearahnya.
" Iya, ini obat maag. Minum " dia berkata dengan nada tegas dan karena aku malas berdebat akhirnya aku menelannya. Nova segera memberikan segelas air putih padaku dan kuterima.
" Lain kali sarapan, jangan sampai nggak " menatap tegas kearahku, aku hanya menganggukkan kepalaku.
" Jawab " ujar lagi.
" Iya " menghela napas lelah, aku menatap meja di depanku. Nova hari ini sungguh menyebalkan.
🦋🦋🦋