Cerita 1: Sekolah Malam (III)

10 1 0
                                    

Suara langkah kaki kedua orang itu mengisi sepinya lorong yang hampa. Sejak percakapan tadi, Arka diam tak berkutik, membuat Raisa ikut menutup mulutnya. Suasana yang sepi nan canggung di antara mereka hanya ditemani oleh rintik hujan yang mengetuk di jendela. Raisa memperlambat jalannya, ia menikmati pemandangan luar yang disajikan oleh alam. " Lebih baik memandang ke luar daripada mengobrol dengannya, " pikirnya merajuk.

Tangannya menengadah ke luar jendela, membiarkan hujan menitikkan air pada telapaknya. Aroma air dan tanah yang menyatu menghasilkan suasana yang menenangkan bagi gadis itu. Ia menatap langit malam dan berpikir, " Kira-kira sekarang jam berapa, ya? Sudah berapa lama aku di sini? " Hatinya mulai terasa sendu.

Kilau dan suara dentuman petir yang keras menghentikan Raisa dari lamunannya. Ia terkejut bukan kepalang. Tangannya reflek memegang dada untuk menenangkan detak jantung yang kencang. Ia memutar kepalanya ke arah Arka, namun sosok yang dicari hilang dari pandangan.

"Arka? Arka!" teriaknya memanggil.

"Duh! Ke mana orang itu pergi?" Raisa menggerutu, merasa kesal karena telah ditinggalkan olehnya. Memang, lelaki itu memiliki langkah kaki yang panjang. Ia dengan mudah dapat meninggalkan Raisa begitu saja. Mau tak mau, gadis itu bergerak mencari Arka dengan kakinya sendiri.

Satu per satu lorong sekolah ia lewati, namun masih belum juga ditemukan sosok jangkung itu. Raisa telah membuka beberapa pintu kelas dan ruangan walau hasilnya nihil. Kesabarannya yang makin menipis menyebabkan ia menghentakkan kakinya dan mendobrak semua pintu dengan kencang. " Sekolah ini sebesar apa, sih?! " teriaknya dalam hati. Hingga akhirnya kaki gadis itu berakhir pada suatu ruangan, terdapat keranjang cukup besar yang ditutupi oleh kain di depannya. Gerakan Raisa terhenti sebentar, " Tunggu, apa ini yang dimaksud oleh Arka? Barang keperluan yang akan muncul secara acak itu? "

Ia memiringkan kepalanya, " Apa aku ambil saja, ya? Sekalian juga mencari Arka, " Raisa manggut-manggut. Kakinya berjalan menghampiri benda di depannya. Ia menunduk, meraih keranjang tersebut dan membuka isinya. Di dalamnya terdapat senter, linggis, korek api gas, dan beberapa kaleng makanan. "Banyak juga." tangannya memegang salah satu kaleng dan mengecek barang lainnya. Keningnya mengernyit, " Tapi aku tidak bisa membawa semuanya. Aku tidak mempunyai tas atau kantong untuk membawa banyak hal. "

"TOLONG!"

Konsentrasi Raisa buyar. Raungan minta tolong menggelegar di lorong itu. Ia membelalakkan matanya. Seseorang sedang dalam bahaya. Dengan cepat, gadis itu meraih linggis di tangannya, dan memasukkan korek api serta senter ke kantung celananya. Ia langsung beranjak dari tempat itu dan berlari mencari asal suara tadi.

Jantungnya berderu dengan kencang. Keringat mengucur di pelipis dahinya. Langkah kakinya makin cepat karena lolongan suara itu terdengar lagi, "Seseorang, tolong!" Kepalanya menengok kanan-kiri, berusaha mencari sumber suara tersebut. Kaki Raisa kemudian berhenti di depan salah satu ruang kelas, " Tempat ini, aku yakin suara itu berasal dari sini. " Dengan napas yang tersengal-sengal, tangannya memutar kenop pintu di depannya. Pintu tersebut diam, hampir tak bergeming. Ia mencoba memutar kenopnya lagi. Hasilnya sama, tidak terbuka. Raisa terkesiap, " Pintunya terkunci. "

Dengan sigap, Raisa mengayunkan linggis pada kenop itu. Memang tidak mudah, karena dibutuhkan tenaga yang cukup besar untuk merusakkan kenop pintu. "Apa ada orang di sana?" suara itu kembali muncul, membuat Raisa semakin panik ingin membuka pintunya. "Iya! Tolong tunggu sebentar!" Dengan erangan, akhirnya gadis itu dapat merusakkan kenop pintu dan berhasil masuk.

Di ruangan yang gelap itu, terdapat pemuda yang duduk bertumpu pada kedua lututnya. Ia menyender pada dinding, terlihat berusaha untuk berdiri. Darah bercucuran dari kepalanya. Seragam yang dipakainya terlihat kusut dan kotor. Banyak lebam dan sayatan di sekujur tubuhnya. " Seorang murid?! Sedang apa dia di sini? " pikiran Raisa berkelut. Ia tak menduga akan menemukan murid yang terluka di lantai bawah.

ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang