Terlambat satu menit saja, Hazelia pasti akan terkena hukuman. Jam pertama kelas 12 MiPA 3 adalah Bu Rara-guru bahasa Indonesia. Baru Hazelia akan mendaratkan pantatnya ke atas kursi, wanita berprofesi guru itu melangkah masuk ke dalam."Heh! Cie udah sembuh nih ye," ucap Qaisara seraya menaik-turunkan alis kanannya.
"Hehe, iya Qai. Hampir aja gue telat tadi."
"Haha disuruh panas-panasan lagi lu kalau misal telat."
Hazel menatap malas temannya itu. Dan akhirnya mereka berdua tertawa seraya melempar pandang.
"Yang di belakang! Ngoceh mulu ya, saya di sini nggak kalian anggap?"
Hazel dan Qaisara agak tersentak mendengar teriakan Bu Rara.
"Maaf Bu," jawab Hazel. Ia mengeluarkan buku tulis sesuai mata pelajaran saat ini.Akan tetapi, Bu Rara tidak semudah itu memaafkan seseorang jika orang tersebut terlanjur membuatnya tersinggung. Ia pun berjalan menuju bangku Hazel dan Qaisara yang bersebelahan.
"Maaf? Tidak tau malu! Apa kalian tidak diajarkan adab kepada guru waktu kecil?" ucapnya ketus."Minta maaf adalah salah satu bentuk adab kami pada Anda Bu," ujar Hazel. Tidak heran lagi pasti Bu Rara akan membesarkan sesuatu meskipun sebenarnya sesuatu itu adalah hal kecil.
"Berani ngejawab kamu ya! Mau saya hukum lagi kalian seperti hari kemarin hah?"
Qaisara mencoba menenangkan teman sekaligus sahabatnya itu yang terlihat memerah wajahnya. "Udah Zel nggak usah diambil hati omongannya Bu Rara."
Siswi berkulit kuning langsat itu menetralkan emosinya. Ia pun diam saja sebagai bentuk menghormati guru bahasa Indonesia tersebut.
"Ayo ngejawab lagi! Mau jadi apa kalian kalau selalu berani sama guru hem? Dasar murid minim adab!"
"Lihat kelas sebelah kalian, 12 MIPA 1! Contoh dong rajin dan disiplinnya! Udah pinter, nurut, nggak ada yang absen saat jam pelajaran saya lagi," lanjutnya. Bu Rara tidak segan-segan membandingkan anak didiknya tanpa berpikir salah satu dari mereka akan merasa iri atau sakit hati.Sudah tidak tahan lagi, Hazel pun berdiri dengan tatapan tajam. Dia menatap dalam sorot mata Bu Rara dimana tersirat keangkuhan dan kebencian.
"Sekarang saya tanya Bu, apakah seorang guru dengan kepala sekolah sama?""Tidak lah! Semua orang tau jika guru dengan kepala sekolah tentu berbeda."
"Lalu, kenapa Ibu membandingkan kami dengan kelas sebelah? Tentu kami berbeda. Kami memang bukan siswa atau siswi yang pintar, tapi setidaknya kami sekolah untuk mencari ilmu dan NIAT!" Hazel menekan kata terakhir.
Seketika Bu Rara terdiam seribu bahasa. Tak mau membuat dirinya semakin dipandang rendah, dia pun maju ke depan kemudian membuka lembaran demi lembaran sebuah buku tebal .
"Buka buku kalian!" titahnya. Saat ini wajahnya terlihat merah padam.Qaisara tersenyum geli melihat guru bahasa Indonesia itu tidak sanggup menjawab ucapan panjang lebar temannya atau istilahnya kena mental. "Cakep Zel! Enak bener mulutnya ceplas-ceplos, haha."
Hazelia melirik tanpa menengok sahabatnya itu lalu mengangguk. Terlihat ujung bibir kirinya terangkat ke atas.
Sedangkan di salah satu bangku yang berjarak tak jauh dari Qaisara. Nampak siswi melihat tidak suka dengan apa yang mereka lakukan tadi. Dia sudah berangan-angan untuk melihat dua sejoli tersebut berdiri di depan bendera merah putih. Namun, karena bantahan keras dari Hazel, senyumnya pun seketika surut.
"S*al!"Bel istirahat pun berbunyi kencang yang sedari tadi sudah ditunggu-tunggu oleh siswa-siswi. Perut mereka keroncongan dan itu artinya minta diisi segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkaran Persahabatan
Teen FictionIndahnya saling bahu membahu. Lelahnya perjalanan tidak akan terasa jika dijalani dengan ikhlas dan pantang menyerah. (LINGKARAN PERSAHABATAN) Nyatanya beberapa orang tidak mempercayai adanya sahabat sejati di dunia ini. -Selalu bersama walau bad...