*⁠.⁠✧45✧.*

18.7K 1.4K 166
                                    

*°|Moonlight Talk|°*

Malam sejuk dengan angin yang lembut seakan-akan membisikkan ketenangan di sekeliling mereka. Cahaya bintang dan lampu-lampu berkilauan di paviliun memberikan suasana magis, namun di balik keindahan itu, ada ketegangan yang nyata antara mereka.

Matthias tetap diam, memberikan isyarat dengan anggukan kecil agar Aire melanjutkan. Matanya tetap tertuju pada gadis yang berdiri di hadapannya, penuh dengan perhatian dan harapan.

Aire mengambil napas dalam-dalam kemudian berkata, "Pertama-tama, aku ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti perasaanmu," kata Aire. "Kepergianku ke Frizton bukanlah untuk mencari seseorang yang lain atau untuk melarikan diri darimu. Ada hal-hal yang perlu aku lakukan disini dan tidak bisa aku jelaskan karena itu privasi." tambahnya beralasan.

Tapi jujurly sebenarnya aku emang mau kabur dari kamu sih mat, tapi tetep aja kamunya ngejar, jadi aku ngeles buat cari aman ehe.

Matthias masih mendengarkan dengan seksama, meskipun rasa cemburu dan marah masih membayang dilumbuk hatinya, "Lalu kenapa kau menolak lamaranku?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar menahan emosi, "Apakah kamu tidak ingat memiliki seorang kekasih sayang? Aku adalah kekasihmu Cleaire, salahkah aku jika ingin meminang pujaan hatiku sendiri?" tanyanya mencoba mencari jawaban.

"Dan ingat aku adalah bangsawan yang dihormati, seorang Duke. Seharusnya kau sebagai rakyat biasa merasa bersyukur menerima lamaranku. Kau harus tahu ada banyak keluarga bangsawan yang mengajukan perjodohan padaku namun aku tolak semua demi dirimu. Tapi apa balasan yang aku dapat, kau dengan mudahnya menolakku dan melirik para pecundang itu."matanya kembali menyala dengan kemarahan yang tak tersembunyikan, "Aku sungguh ingin tahu apa yang kau pikirkan? Tidak kah aku cukup untukmu?"

Loh kok malah nyalahin aku? Mojokin banget kayak seakan aku yang jahat, dasar playing victim.

Menghela napas lagi, Aire mencoba untuk menyusun kata-kata yang tepat agar tidak menyakiti Matthias dan membuatnya mengerti, "Duke Herhardt, menolak lamaran bukan berarti aku tidak menghargaimu. Tapi memang ada banyak hal yang perlu aku pertimbangkan. Kita memiliki perbedaan pandangan, tujuan, dan harapan. Itu sebabnya aku meminta kakek untuk menolak lamaranmu."

"Dan persoalan terkait hubungan kita, dari awal aku dan Duke tidak memiliki hubungan apapun. Itu hanyalah klaim sepihak yang kau ucapkan sama halnya seperti para kandidat pasanganku itu." Tembak Aire dengan nada lembut.

"Aku hanya ingin hidup tenang, mengurus bisnis yang orangtuaku tinggalkan dan menjaga keluargaku dengan baik. Jadi aku mohon, jangan buang waktumu untuk terus mengejarku dan sebaiknya kembalilah ke kerajaan Berg, Duke Herhardt."

Matthias mendengus, kakinya melangkah mendekat pada gadisnya, tatapannya gelap, menusuk ke inti jiwa Aire, "Entah kau menolakku lewat surat atau seperti ini pada akhirnya kamu tetap tidak mau denganku kan?"

"Lalu apa maksudmu membalas ciumanku tadi? kau bilang tidak menginginkanku tapi kau malah melakukan hal yang sebaliknya." Lanjutnya dengan nada mengejek.

Tangannya menjulur untuk membetulkan sun hat Aire, "Bukankah itu menjadi pertanda bahwa kau milikku Cleaire?"

"Kau merusak kesepakatan dengan menyentuh topiku Duke." celetuk Aire berusaha mengalihkan topik, yang dibalas Sang Duke dengan nada dingin, "Aku tidak peduli, lagi pula itu kesepakatan konyol yang kau buat agar menahanku untuk menyentuh mu, benar?"

Bagus, makan umpanku Mamat.

"Ah benar sekali." Kurvanya tersenyum lembut sementara mata segelap malam itu bergulir menatap pemandangan laut yang berkilauan diterangi cahaya rembulan, Matthias menurunkan tangannya untuk menangkup wajah kekasihnya mengarahkan untuk fokus pada Sang Duke, "Jadi katakan padaku."

          

"Kau mencintaiku kan?" Tanya Matthias menuntut, mata sedalam samuderanya menelisik netra onyx milik Aire, mencoba mencari jawaban dibalik kilatan lembut yang membuatnya meleleh sekaligus resah secara bersamaan, "Jawab aku."

"Kamu mencintaiku benar?"

"Ya benar." Ujarnya sambil tersenyum manis, "Aku mencintaimu, Matthias."

Kalimat singkat yang keluar dari mulut kekasihnya menerbitkan sebuah seringai lebar dibibirnya.  Seketika menghilangkan rasa resah, cemburu dan marah yang selama ini ia rasakan. Akhirnya pujaan hatinya mengakui perasaannya sama dengan Matthias, ditambah lagi Aire memanggil namanya tanpa embel-embel Duke, membuatnya terasa istimewa. Merasa bahwa mereka berdua semakin dekat.

Kemudian wajah Matthias mendekat,
jempolnya mengelus pipi sehalus sutra itu dengan lembut seraya berkata, "Sayang, aku mencintaimu juga." Ucapnya, mendaratkan ciuman lagi, namun kali ini lebih lembut dan menuntut.

Aire membalas pangutannya, ia melingkarkan tangannya lagi dileher Matthias, mengelus rambutnya lembut menciptakan ciuman intim bagi keduanya. Sang Duke mengerang nikmat saat jari-jari lentik gadisnya menyisir surai hitam miliknya. Tangannya reflek beralih dari rahang, menuju punggung Aire, menggosoknya ringan dan merapatkan mereka berdua.

Pangutan intens itu nampaknya membangkitkan sesuatu dalam diri Matthias ingin menyentuhnya lebih. Aire merasakan kemenangan telak dihatinya karena telah membuat Matthias terpancing dalam rencananya, namun dia tidak boleh berpuas diri sudah melewati tahap pertama dengan baik. Masih ada rintangan lain yang harus dia hadapi, mengingat Matthias memiliki pemikiran kompleks dan Aire harus selalu waspada untuk itu.

Jadi ketika Matthias melepaskan ciumannya dan merendahkan wajahnya untuk membuat tanda dileher Aire sambil menyingkap rok gaunnya keatas, gadis itu menahannya dengan berucap, "Ah sepertinya malam sudah semakin larut, bukankah kau perlu untuk beristirahat setelah perjalanan panjang Duke?"

Rencana tarik ulur dimulai!

Matthias tidak mengindahkan ucapan kekasihnya dan mulai mengigit leher Aire memberinya sebuah bekas kemerahan, "Matthias." koreksinya sebelum melanjutkan aktivitasnya membuat tanda.

Ah si Mamat ini keras kepala, tapi ngak papa lagian memang ini bagaian dari rencanaku hehe.

Aire berakting berjengit ketika Sang Duke menancapkan gigi-giginya pada leher dan tulang selangkanya, dan makin meringis saat tangan kekar itu telah menyingkap rok gaun si gadis keatas dan meremas pantatnya yang masih berbalut tap pants.

Mamat sakit woy!

"Matthias ini sudah malam." Ulangnya lagi dengan nada merintih.

Si pria mendengar suara gemas dari mulut kekasihnya terkekeh, ia mendongakkan kepalanya untuk melihat ekspresi Aire. Pipinya memerah seperti kepiting rebus, bibirnya bengkak dan napasnya tersengal. Sangat sexy, membuatnya semakin tidak sabar untuk segera memakannya langsung, "Lalu apa masalahnya jika ini malam sayang? Bukannya bagus untuk kita berdua bercinta?"

Bercinta-bercinta, mulutmu itu kotor sekali sampai-sampai ingin kusumpal pake kaos kaki milik kakek biar tau rasa kau Mamat!

Aire mencoba mengulur waktu dengan memutar percakapan lagi, "Matthias, kau yakin akan melakukannya disini? Kalau orang rumah memergoki bagaimana?" tanyanya dengan nada malu-malu

"Aku tidak peduli. Bukankah lebih menyenangkan jika memang seperti itu? Atau perlu ku tutup mulutmu menggunakan dasiku kalau tidak ingin kita ketahuan?" Godanya sambil mengelus paha dalam Aire, "Jikalau kau tidak mau kita bisa beralih ke kamarku dan melakukannya dengan leluasa sayang."

Duke's GripWhere stories live. Discover now