27

11.5K 965 27
                                    

Disclaimer:

Alur dan konflik dalam cerita ini saya yang atur, sekian terimakasih.






Gika memutuskan ke kafe ketika Aric memutuskan ingin ke kantor, juga mendatangi beberapa tempat yang katanya akan jadi lokasi proyek baru yang sempat Aric ceritakan semalam.

Ada beberapa kemajuan pesat, Aric sudah tidak Gika katai kanebo lagi. Karena pria itu sudah mau bercerita tanpa Gika perlu memancingnya.

Ia menceritakan soal pekerjaannya, kesibukannya di kantor, atau beberapa cerita dari masa kecilnya. Poin itu membuat Gika senang sekaligus merasa terharu.

Aric juga jadi tambah rajin terapi dan kontrol ke rumah sakit bahkan memanggil dokternya ke rumah. Segala perkembangan itu membuat kedua orang tua Aric begitu bahagia, sampai-sampai kedua mertuanya mengirimi Gika uang dengan nominal yang lumayan. Kalau di hitung, pemberian dari mama Salma saja sebenarnya setara dengan penghasilan beberapa bulan di Elegiac.

Gika langsung mengerjakan banyak hal hingga kesibukan itu berlangsung selama beberapa jam. Hingga tiba jam makan siang, Gika memilih menepi untuk beristirahat. Tangannya mulai pegal bolak-balik membuat minuman.

"Mbak, di depan ada yang nyariin." Ujar Nayla, salah satu karyawannya. Gika hanya mengangguk, meneguk air dinginnya sampai habis, melepaskan ikatan rambutnya, merapikan sedikit lalu keluar.

Aksara setelah beberapa lama tidak datang kemari menurut karyawannya-, ia duduk bersama seorang wanita paruh baya yang mengenakan hijab berwarna biru.

"Hai..kamu yang namanya Gika ya?" Ucap wanita itu dengan ceria, ia berdiri dari duduknya menyambut Gika. Tangannya terulur dan Gika meraihnya untuk menyalaminya.

"Iya tante" Gika membalas canggung, senyumnya membalas ramah.

"Gika, kenalin dia mama ku." Ucap Aksara yang mengerti kebingungan Gika.

"Panggil aja tante Tika" Gika mengangguk, ia menurut duduk ketika tante Tika itu menarik tangannya pelan.

"Aksa cerita, katanya kalian dulu satu kampus ya?" Gika melihat pada Aksara, yang sebenarnya ia merasa aneh di perkenalkan begini ke mamanya. Tapi Gika berusaha berfikir positif, tante Tika bilang dia menyukai tiramisu buatannya. Mungkin itu membuatnya berfikir untuk menyapanya secara langsung.

"Iya tante, tante sama Aksa dari mana?" Gika hanya berniat berbasa-basi agar tidak dianggap sombong.

"Abis dari rumah sakit, mama hari ini kemo." Aksa menjawab. Menyadari keterdiaman Gika yang di dera rasa tidak enak, Tika menyentuh tangannya.

"Tante mau cobain kue-kue yang lain hari ini, kata Aksa Caramel Macchiato pie disini enak ya?" Tante tika sepertinya memang orang yang sangat antusias.

"Iya ma, tapi kayaknya itu pake narkoba deh." Ucapan Aksa itu membuat Gika tidak terima

"Hah?"

"Iya, soalnya abis makan sekali jadi kecanduan. Gak berhenti Aksa makan itu ma." Gika tercengang, ia diam saja ketika tante Tika malah tertawa kencang sambil memukul-mukul pelan meja

"Maaf Gika, emang Aksa anaknya kadang random banget. Tetap ngelawak walau gak lucu adalah gaya dia." Tante Tika bilang tidak lucu, tapi tadi yang mengimbangi tawa Aksara cuma dia. Gika hanya diam dengan senyum agar tidak dianggap kurang sopan.

"Yaudah, tante mau Caramel Macchiato pie 3, sama tiramisunya 4 deh." Tika menyebut pesanannya dan Aksara yang menulisnya.

Ngomong-ngomong di Elegiac, orang-orang yang datang di beri kertas note dan pulpen untuk menuliskan pesanan mereka sendiri, dan membawanya ke kasir sendiri juga, mereka menuliskan nama di kolom yang tersedia di note. Lalu ketika pesanan jadi, mereka akan di panggil untuk mengambil pesanannya sendiri. Elegiac memang mengharuskan pelanggan untuk mau mandiri. Jadi bagi kaum manja unyu syalala tidak di sarankan ke Elegiac.

BORN TO BE OVERLOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang