Seraphine berdiri terpaku di tepi trotoar, matanya melebar takjub menyaksikan pemandangan kota manusia yang gemerlap. Mobil-mobil melaju cepat di jalan raya, meninggalkan jejak cahaya merah dan putih yang membelah kegelapan malam. Orang-orang berlalu lalang di sekitarnya, sibuk dengan urusan masing-masing, tak menghiraukan sosok gadis berambut perak yang tampak kebingungan.
Angin malam yang dingin menusuk kulitnya, mengingatkan Seraphine akan gaun tipisnya yang tak lagi cocok dengan lingkungan barunya. Ia memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menghalau rasa dingin yang menggigit.
"Aku harus mencari tempat berteduh," gumamnya pada diri sendiri, matanya menyapu sekeliling mencari tempat yang aman.
Langkahnya terhenti di depan sebuah etalase toko. Pantulan dirinya di kaca membuat Seraphine tersentak. Rambut peraknya yang biasanya berkilau kini tampak kusam. Kulitnya yang biasanya bercahaya lembut kini pucat dan biasa. Dan tentu saja, tak ada tanda-tanda sayap transparannya yang indah.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" bisiknya, jemarinya menyentuh permukaan kaca yang dingin.
Tiba-tiba, sebuah bayangan aneh muncul di pantulan kaca, tepat di belakang Seraphine. Ia berbalik cepat, jantungnya berdebar kencang.
Di sana, di tengah udara kosong, muncul semacam distorsi. Udara bergelombang seperti permukaan air yang terkena batu, menciptakan pusaran energi yang tak kasat mata.
Seraphine melangkah mendekat, tangannya terulur ragu-ragu. Saat jemarinya menyentuh pusaran itu, ia merasakan getaran aneh merambat ke seluruh tubuhnya.
"Portal..." bisiknya takjub. "Ini pasti portal yang membawaku ke sini."
Namun, secepat kemunculannya, distorsi itu menghilang. Seraphine mengerjapkan mata, bertanya-tanya apakah ia baru saja berhalusinasi.
"Hei, kau tidak apa-apa?" sebuah suara mengejutkannya.
Seraphine berpaling dan melihat seorang wanita paruh baya menatapnya dengan khawatir. "Kau terlihat pucat. Apa kau tersesat?"
Seraphine membuka mulutnya, tapi tak ada kata-kata yang keluar. Bagaimana ia bisa menjelaskan situasinya?
"Aku... ya, kurasa aku tersesat," akhirnya ia berkata, suaranya bergetar.
Wanita itu tersenyum lembut. "Kemari, sayang. Ada kafe di ujung jalan. Kita bisa menghangatkan diri di sana sambil mencari bantuan untukmu."
Seraphine mengangguk lemah, bersyukur atas kebaikan tak terduga ini. Saat mereka berjalan, ia tak bisa menahan diri untuk menoleh ke belakang, ke tempat di mana ia melihat distorsi aneh tadi.
Di kafe yang hangat, Seraphine duduk dengan secangkir minuman panas di hadapannya. Aroma manis dan asing menggelitik hidungnya.
"Ini namanya cokelat panas," wanita itu menjelaskan. "Cobalah, akan membuatmu merasa lebih baik."
Seraphine menyesap minuman itu perlahan. Rasa manis dan hangat menyebar di mulutnya, memberikan kenyamanan yang tak terduga.
"Terima kasih," ucapnya tulus. "Anda sangat baik."
Wanita itu tersenyum. "Sama-sama, sayang. Sekarang, bisa kau ceritakan bagaimana kau bisa tersesat?"
Seraphine menggigit bibirnya, bingung harus menjawab apa. Ia tak mungkin menceritakan yang sebenarnya.
"Aku... aku dari tempat yang sangat jauh," akhirnya ia berkata. "Aku tidak yakin bagaimana aku bisa sampai di sini."
Wanita itu mengerutkan keningnya. "Apa kau kehilangan ingatanmu? Mungkin kita harus menghubungi polisi."
Panik mulai menguasai Seraphine. "Tidak, kumohon. Aku... aku akan baik-baik saja. Aku hanya butuh waktu untuk berpikir."
Wanita itu tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi kau tidak bisa berkeliaran sendirian malam-malam begini. Bagaimana kalau kau menginap di tempatku malam ini? Besok kita bisa mencari solusi bersama."
Seraphine merasakan kelegaan membanjiri dirinya. "Terima kasih. Anda sungguh baik."
Saat mereka keluar dari kafe, Seraphine kembali melihat distorsi aneh di udara. Kali ini, ia bisa melihatnya lebih jelas. Seperti robekan tipis di kain realitas, menampakkan kilasan dunia lain di baliknya.
Jantungnya berdebar kencang. Ia yakin itu adalah Avalon yang ia lihat. Rumahnya.
"Ada apa?" tanya wanita itu, melihat Seraphine yang terpaku.
Seraphine menggeleng pelan. "Tidak ada. Hanya... memikirkan rumah."
Malam itu, berbaring di sofa rumah wanita baik hati itu, Seraphine tak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh visi portal misterius yang ia lihat.
Ia memejamkan mata, berusaha mengingat setiap detail perjalanannya melalui portal. Sensasi ditarik dan diregangkan. Pusaran energi yang membutakan. Cahaya yang menyilaukan.
Tiba-tiba, sebuah pemahaman menghantamnya. Portal itu bukan hanya jalan antara dua dunia. Itu adalah titik pertemuan antara realitas yang berbeda. Seraphine teringat dongeng kuno Avalon tentang Pohon Kehidupan yang menghubungkan semua alam semesta.
"Mungkinkah..." bisiknya pada kegelapan. "Mungkinkah portal itu adalah manifestasi dari cabang-cabang Pohon Kehidupan?"
Seraphine bangkit dan berjalan ke jendela. Kota manusia terbentang luas di hadapannya, cahaya-cahaya artifisial menggantikan bintang-bintang yang biasa ia lihat di Avalon.
Ia mengulurkan tangannya, jemarinya menyentuh kaca dingin jendela. Untuk sesaat, ia bisa merasakan getaran samar energi yang familiar. Sihir Avalon, meski lemah, masih ada di sekelilingnya.
"Aku akan menemukan cara untuk kembali," janjinya pada dirinya sendiri. "Aku akan memecahkan misteri portal ini."
Keesokan paginya, Seraphine pamit pada wanita baik hati itu, berjanji akan baik-baik saja. Dengan tekad baru yang membara, ia melangkah ke jalanan kota yang ramai.
Matanya awas mencari tanda-tanda distorsi seperti yang ia lihat kemarin malam. Sesekali, ia bisa melihat kilatan cahaya aneh atau gelombang energi yang tak kasat mata bagi manusia biasa.
Seraphine menyadari bahwa portal-portal kecil ini muncul dan menghilang secara acak di seluruh kota. Seperti jendela kecil yang membuka dan menutup antara dua dunia.
"Jika aku bisa memahami pola kemunculannya," gumamnya, "mungkin aku bisa menemukan portal yang cukup besar untuk membawaku pulang."
Seharian ia menjelajahi kota, mencatat setiap kemunculan anomali yang ia lihat. Perlahan tapi pasti, sebuah pola mulai terbentuk dalam benaknya.
Saat matahari mulai terbenam, Seraphine menemukan dirinya kembali di gang tempat ia pertama kali muncul di dunia manusia. Kali ini, dengan pemahaman barunya, ia bisa melihat jejak-jejak energi magis yang tersisa.
Ia menutup matanya, memusatkan konsentrasi pada energi itu. Dalam benaknya, ia bisa melihat jaringan rumit garis-garis energi yang menghubungkan titik-titik portal di seluruh kota.
"Seperti akar-akar Pohon Kehidupan," bisiknya takjub.
Seraphine membuka matanya, sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya. Ia mungkin masih jauh dari rumah, tapi setidaknya kini ia memiliki petunjuk.
Portal itu ada di sana, menunggu untuk ditemukan. Dan Seraphine bertekad untuk memecahkan misterinya, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.
Dengan langkah yang lebih ringan, ia melangkah keluar dari gang, siap menghadapi petualangan baru di dunia manusia yang masih asing baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐫𝐚𝐩𝐡𝐢𝐧𝐞: 𝐓𝐚𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐓𝐰𝐨 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝𝐬
Fantasy(Recommended) Di dunia peri yang penuh dengan keajaiban dan pesona, seorang peri muda bernama Seraphine secara tidak sengaja terperangkap dalam portal misterius yang membawanya ke dunia manusia modern. Tanpa kekuatan magisnya dan terjauh dari tanah...