Kegelapan menelan ruangan, seperti rahang tak terlihat yang menutup perlahan-lahan, mencekam Sarah dalam pelukannya yang dingin. Dia berdiri di tengah ruangan bawah tanah itu, punggungnya menempel pada dinding batu yang kasar, merasakan kelembapan merembes melalui lapisan pakaiannya, menambah beban yang sudah berat di pundaknya. Jeritan yang sebelumnya mengoyak keheningan kini telah hilang, digantikan oleh sesuatu yang lebih mengerikan—keheningan yang begitu dalam, hingga Sarah bisa mendengar detak jantungnya sendiri seperti gemuruh guntur yang jauh.
Pintu kayu di sudut ruangan yang sebelumnya tertutup dengan keras kini hanya terlihat sebagai bayangan samar di tengah kegelapan. Sarah mencoba meraba-raba di sekitarnya, mencari apa pun yang bisa membantunya keluar dari ruangan ini, tetapi dinding-dinding batu itu terasa licin dan dingin, seolah-olah merespons dengan penolakan yang jelas. Tidak ada pintu lain, tidak ada jalan keluar, hanya kegelapan yang menatapnya dengan mata tak terlihat.
Tiba-tiba, sebuah suara kecil—nyaris tidak terdengar—muncul dari kejauhan. Itu bukan jeritan seperti sebelumnya, tetapi suara seperti derak kayu yang patah, mengalir melalui dinding seperti aliran air yang tenang namun mematikan. Sarah membekukan dirinya, menahan napas, berusaha mendengarkan dengan lebih seksama. Suara itu datang lagi, kali ini lebih dekat, lebih nyata, seperti seseorang atau sesuatu yang merayap melalui lorong-lorong tersembunyi di bawah rumah ini, mencari jalan menuju ruangan tempat Sarah terjebak.
Dan kemudian, seperti diambil dari kedalaman mimpi buruknya, Sarah merasakan kehadiran. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sebuah aura gelap yang menyelimuti ruangan, meresap ke dalam setiap celah, setiap retakan. Tubuh Sarah gemetar tanpa kendali, jari-jarinya mencengkeram dinding dengan kekuatan yang nyaris membuatnya terluka. Dia tidak bisa melihat apa-apa, tetapi dia bisa merasakan, bisa mencium bau kegelapan yang kini memenuhi udara di sekitarnya.
Tiba-tiba, dengan gerakan yang hampir tidak terlihat, sesuatu melintas di sudut penglihatannya—sebuah bayangan, samar dan cepat, seperti kilatan petir di langit malam. Sarah berbalik, mencoba mengikuti pergerakan bayangan itu, tetapi ruangan itu terlalu gelap, terlalu penuh dengan bayang-bayang yang bermain dengan pikirannya. Dia mencoba berpikir logis, tetapi logika sudah lama meninggalkannya. Hanya ada ketakutan yang kini menguasai, mencengkeram setiap saraf di tubuhnya dengan erat.
Dia mendengar suara itu lagi, lebih dekat kali ini, suara langkah kaki yang bergerak pelan namun pasti menuju ke arahnya. Sarah berusaha melangkah mundur, menjauh dari asal suara, tetapi punggungnya bertemu dengan dinding batu yang dingin. Tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Ruangan itu terasa semakin kecil, semakin menyempit, seolah-olah ingin menelannya hidup-hidup.
"Siapa di sana?" suaranya keluar sebagai bisikan yang gemetar, hampir tidak terdengar. Namun, tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang menjawab, diiringi oleh suara langkah kaki yang semakin dekat.
Sarah mencoba untuk mengendalikan napasnya yang semakin cepat, tetapi rasa takut yang mendalam telah mengambil alih seluruh tubuhnya. Matanya bergerak liar, mencari-cari sosok yang bersembunyi di antara bayang-bayang. Lalu, tiba-tiba, dia melihatnya—sebuah siluet di lorong, hanya beberapa meter di depannya. Itu bukan manusia, tetapi sebuah bentuk, lebih menyerupai bayangan yang terdistorsi, bergetar dengan intensitas yang mengerikan.
Siluet itu berdiri diam, tidak bergerak, tetapi Sarah bisa merasakan tatapan yang tajam, menembus kegelapan, menatapnya dengan kebencian yang begitu dalam. Itu bukan hanya sebuah bentuk, melainkan kehadiran, sesuatu yang telah terperangkap di tempat ini selama bertahun-tahun, menunggu seseorang seperti Sarah untuk datang dan membebaskannya.
Sarah mundur selangkah, tetapi siluet itu tidak bergerak. Hanya berdiri di sana, menunggu. Sarah merasakan kakinya melemas, seolah-olah tanah di bawahnya siap runtuh kapan saja. Napasnya menjadi berat, setiap tarikan dan hembusan udara terasa seperti api yang membakar tenggorokannya. Namun, di tengah rasa takut yang melumpuhkannya, ada sesuatu yang lain, sebuah dorongan kecil dari dalam dirinya untuk tetap bertahan, untuk tidak menyerah pada kegelapan.
"Siapa kamu?" suara Sarah terdengar serak dan putus asa. Dia tidak berharap ada jawaban, tetapi dia harus bertanya. Dia harus tahu.
Dan kemudian, dalam kegelapan yang pekat, suara yang nyaris seperti bisikan muncul dari arah siluet itu, "Aku adalah apa yang kau takutkan, apa yang kau cari... dan aku selalu ada di sini."
Sarah menelan ludah, berusaha memahami makna dari kata-kata itu. Namun, sebelum dia bisa merespons, siluet itu bergerak, meluncur ke arahnya dengan kecepatan yang tak terduga. Sarah terlonjak, tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak, seolah-olah seluruh energinya terkuras dalam sekejap. Bayangan itu merayap mendekat, mengelilinginya, membelit tubuhnya dengan keheningan yang penuh ancaman.
Dia ingin berteriak, ingin melarikan diri, tetapi suara itu menahannya, membungkam suaranya di dalam tenggorokan. Bayangan itu semakin dekat, dan tiba-tiba, Sarah merasakan sesuatu yang dingin dan tajam menyentuh kulitnya. Sebuah rasa sakit yang menusuk, tetapi tidak berasal dari fisiknya, melainkan dari dalam dirinya, seperti jiwa yang terkoyak, dirobek dari dalam.
Sarah jatuh berlutut, tubuhnya melemah, dan pandangannya mulai memudar. Bayangan itu kini melingkupi seluruh tubuhnya, menariknya ke dalam kegelapan yang tak terukur. Dia merasakan dingin yang mengerikan menjalar dari ujung kaki hingga ke kepala, membekukan setiap saraf, setiap otot. Dalam keputusasaan yang mendalam, Sarah berusaha mengingat kenangan yang bahagia, sesuatu yang bisa memberinya kekuatan, tetapi semua kenangan itu tampak jauh, tak terjangkau, tenggelam dalam lautan kegelapan.
Tepat ketika Sarah merasa bahwa semuanya akan berakhir, bayangan itu berhenti. Keheningan yang mengikutinya begitu mutlak, begitu dalam, hingga Sarah hampir tidak bisa mendengarkan apa pun selain detak jantungnya yang lemah. Bayangan itu melonggarkan cengkeramannya, memberikan Sarah sedikit ruang untuk bernapas. Dia membuka matanya perlahan, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.
Bayangan itu kini kembali menjadi siluet yang berdiri di depannya, tetapi kali ini, tidak ada kebencian, tidak ada ancaman. Hanya kesunyian, seperti keheningan yang menyelimuti seluruh dunia. Sarah mencoba berbicara, tetapi suaranya hilang, tenggelam dalam kekosongan yang tercipta di antara mereka.
Dan kemudian, bayangan itu mulai menghilang, perlahan-lahan memudar ke dalam kegelapan yang lebih pekat. Sebelum benar-benar lenyap, bayangan itu membisikkan sesuatu—sesuatu yang nyaris tak terdengar, tetapi cukup jelas untuk membuat Sarah merasakan getaran di dalam hatinya. Kata-kata itu, meskipun samar, menghantui pikirannya, seperti mimpi buruk yang tak bisa dihapus.
"Kita akan bertemu lagi."
Sarah tersentak, terbangun dari kengerian yang telah menyelimutinya. Ruangan bawah tanah itu sekarang kosong, tanpa bayangan, tanpa suara. Hanya keheningan yang tersisa, keheningan yang mencekam, penuh dengan ketakutan yang tak terlihat.
Dengan gemetar, Sarah berdiri, berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Dia tahu bahwa dia harus keluar dari sini, tetapi pintu di sudut ruangan tetap terkunci, seolah-olah menantangnya untuk tetap tinggal. Dengan napas terengah-engah, Sarah memandang pintu itu, berusaha mencari cara untuk membukanya. Namun, seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa keluar dari ruangan ini mungkin lebih sulit daripada yang dia bayangkan.
Dan di atas semua itu, ada perasaan bahwa sesuatu, atau seseorang, masih mengamatinya, menunggu di luar sana, di lorong yang gelap, di balik bayang-bayang. Perasaan yang membuat Sarah bertanya-tanya apakah dia benar-benar sendirian, atau jika bayangan itu hanya menunggu saat yang tepat untuk kembali.
Sarah menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia tahu bahwa kegelapan ini tidak akan pergi begitu saja, bahwa bayangan di lorong mungkin hanya awal dari sesuatu yang lebih besar, lebih menakutkan. Dengan ketakutan yang masih membayang di hatinya, Sarah melangkah menuju pintu, mencoba membukanya sekali lagi. Tetapi kali ini, dia siap—siap menghadapi apa pun yang menunggu di sisi lain.
Dan pada saat itu, Sarah menyadari bahwa dia tidak akan pernah bisa keluar dari sini... hidup-hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMBUR (HIATUS)
Mystery / ThrillerA Psychological Horror Thriller Di kota yang terisolasi, Sarah, seorang wanita muda dengan kecemasan mendalam dan trauma masa lalu, berusaha memulai hidup baru setelah pindah ke sebuah rumah tua yang penuh dengan sejarah gelap. Namun, ketika kejadia...