18. Hujan

22 1 0
                                    

"Itu papa kandung lo atau papa sambung lo Zay? " tanya Joshua dengan kesadaran penuhnya.

Jevan menepuk pelan mulut Joshua, "ngomong yang bener napa, ngapain tanya begitu" tegur Jevan.

"Itu bokap kandung gue, ada ada aja pertanyaannya" balas Zayyan.

"Ya lagian bokapnya udah kayak abang lo, gue sama Jevan jadi panggil bang tadi" ujar Joshua.

"Maaf nih Zay, memangnya berapa umur bokap lo? Sorry ni sorry gak ada maksud apa apa gue" Jevan ikut menanyakan.

Zayyan tertawa pelan sebelum menjawab pertanyaan dari mereka berdua.

"Bokap gue umurnya sekitar 39 gitu udah hampir masuk 40 tahun. Wajar aja sih kalian ngira kalau bokap gue kaya abang gue karena bukan cuma kalian temen gue yang lain juga kebanyakan ngiranya begitu bahkan kerabat bokap gue juga ngiranya gue sama bokap adik abang" ucap Zayyan menjelaskan.

Mereka akhirnya mengerti, jika hanya bertemu sebentar mungkin mereka akan terus mengira jika Altarel adalah abangnya Zayyan.

"Lo punya abang kan? Usianya berapa?" tanya Joshua yang tampak begitu penasaran dengan usia orang dirumah Zayyan.

"Bang Zidan umur 20 tahun, beda tiga tahun sama gue" ujar Zayyan.

Lagi dan lagi temannya itu mengangguk paham, "udah kan nanya nanya umur orang dirumah gue?" tanya Zayyan memastikan.

"Udah udah kok, maaf kepo" ujar Joshua cengengesan.

"Eh, tapi berarti orangtua lo nikahnya sekitar usia 18 tahun dong? Muda banget" kali ini Tristan yang ikut bicara.

"Yaaa begitu lah, udah mending minum dulu kalian" ujar Zayyan.

Mereka akhirnya meminum minuman yang telah disiapkan oleh Zayyan untuk mereka.

Sambil meminum minuman mereka juga saling berbincang satu sama lain hingga tak lama Zidan pulang.

Zidan setelah memberi salam lalu menyapa mereka dengan tersenyum sebelum akhirnya pergi menuju ke kamarnya, Zidan begitu lelah setelah pulang dari kampus.

"Abang lo? " tanya Jevan.

"Iya, baru pulang kampus cape kali makanya cuma senyum doang" balas Zayyan.

"Curiga emaknya Zayyan cakep nih, kepo gue" sahut Joshua. Tidak tau saja jika mamanya Zayyan seorang wanita bercadar yang hanya orang tertentu yang bisa melihat kecantikan wajahnya.

"Gak bakal bisa lo liat wajahnya mama gue, percaya deh sama gue" ujar Zayyan.

"Lah, kenapa?" ucapan Zayyan semakin membuat jiwa kepo Joshua keluar.

Sementara Rasya langsung paham dengan maksud dari Zayyan yang mengatakan itu.

"Oh, gue ngerti" ucap Rasya.

Kini Joshua beralih menatap kearah Rasya dengan mengerutkan dahinya, apa yang Rasya mengerti sementara dirinya tidak? Semakin dibuat kepo lagi oleh mereka.

"Ck, kasih tau lah wee kepo nih looh..." Joshua sudah tak sabar menunggu.

"Mamanya Zayyan wanita bercadar, jadi hanya orang tertentu yang bisa melihat wajahnya, kalau kaya kita kita nih gak bisa" bukan Zayyan maupun Rasya yang membalas namun Jevan menjelaskan.

Tak terasa sudah sekitar 10 menit mereka dirumah Zayyan, bahkan minuman di gelas sudah kosong melompong.

Altarel dan Alisya sudah rapi dengan pakaian mereka yang menandakan sepertinya akan pergi.

"Zay, papa sama mama pergi ke rumah nenek ya, baik baik dirumah nanti kalau hujan kemungkinan papa bakal nginep di rumah nenek" ucap Altarel.

"Iya pah, hati hati" balas Zayyan yang selesai menyalami tangan kedua orangtuanya.

Joshua sudah berbisik bisik dengan Jevan, dari raut wajahnya mereka memperlihatkan jika mereka sedang membicarakan hal serius.

"Emaknya Zayyan pakai cadar kayak cewek cewek yang pas kita lewat pesantren waktu itu, apa gak panas ya?" bisik Joshua.

"Ya kalau udah terbiasa gak bakal panas kali, sama kayak pakai baju tebal yang kalau gak terbiasa ya kepanasan tapi kalau sudah terbiasa ya udah tahan tahan aja" jawab Jevan.

Setelah kedua orangtua Zayyan pergi, kini ia kembali duduk bersama teman temannya.

*****

Baru saja akan melangkahkan kaki di luar mereka dikagetkan dengan suara petir yang tiba tiba terdengar.

"Ya Tuhan, bisa gak jangan hujan dulu udah kesorean ini mau pulang... " ucap Joshua.

"Gak bisa sampe rumah kalian, mendingan nginep aja lumayan besok minggu juga." Raut wajah Zayyan tampak bahagia, dia berharap temannya akan menginap.

Tak lama hujan turun, jam juga telah menunjukkan pukul 17.30 sore. Hujan membuat mereka juga tak bisa pulang kecuali jika mereka ingin sakit dan juga jika hujan seperti ini jalanan akan licin yang membahayakan mereka jika berkendara dikondisi seperti ini.

"Gak enak kita Zay, lagipula baju cuma baju seragam ini doang" ucap Jevan.

"Terus? Mau trobos hujan? Kalau demam mah gak masalah ini kalau kecelakaan gimana? Jalanan licin. Nggak bawa baju gak masalah masih ada baju gue, ayo masuk dingin di luar" ucap Zayyan yang kemudian terlebih dahulu masuk kerumah.

Mau tak mau mereka kembali masuk kedalam rumah Zayyan, mereka juga tidak mau mengambil resiko yang membahayakan.

Mereka kembali duduk di ruang tamu untuk menunggu hujan reda, berharap jika sebentar lagi bisa pulang kerumah.

"Sebentar ya" Zayyan bangkit dari duduknya dan segera menaiki tangga untuk menuju kekamar.

tak butuh lama, Zayyan segera kembali dengan membawa empat baju beserta celana untuk mereka ganti.

"Nih pakai" ujar Zayyan meletakkan baju itu di atas meja.

"Zay mending kita nunggu hujan reda aj... " ucapan Rasya dipotong oleh Zayyan.

"Kagak perlu banyak alasan, ujan diluar. Sini biar gue minta izin ke orangtua kalian" ucap Zayyan yang tentu saja tak bisa mengizinkan temannya pulang dengan kondisi seperti ini.

Bersambung..........

Menunggu Senja KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang