Bab 6: Dhea Pacaran

17 4 0
                                    

Pagi yang cerah menyinari atap sekolah. Tahun ini, Dimas telah naik ke kelas dua belas. Teman-temannya mulai merencanakan masa depan mereka, sementara para siswi sudah mulai menjalin hubungan asmara. Dhea, salah satunya, tampak semakin mendambakan seorang kekasih.

"Mas, udah kepikiran mau lanjut kuliah di mana?" tanya Raka teman sebangku Dimas.

"Belum tahu Ka, masih bingung," ucap Dimas.

"Serius? Ini udah kelas dua belas, lho. Belum ada bayangan sama sekali?" tanya Raka menatap Dimas dengan alis terangkat.

"Aku nggak mau buru-buru Ka, mau cari yang benar-benar cocok dulu," ucap Dimas.

Raka mengangguk, lalu tersenyum nakal.

"Aku dengar Dhea juga udah sibuk nyari pacar, Mas. Masa kamu belum ada rencana sama sekali? Udah kenal lama kan sama dia?" ucap Raka.

"Semua kan nggak harus buru-buru, Ka." ucap Dimas sembari tersenyum tipis.

Raka terkekeh, lalu menepuk bahu Dimas.

"Ya, tapi jangan kelamaan juga Mas. Nanti keburu diambil orang. Lagian, nggak rugi, kan? Udah kenal dari kecil juga." ucap Raka.

"Ya, kita lihat aja nanti gimana Ka," ucap Dimas menjawab singkat, mencoba menghindari pembicaraan lebih lanjut.

Sore itu, sekolah mulai sepi. Langit yang tadinya cerah perlahan berubah jingga, menandakan senja akan segera tiba. Dimas dan Dhea baru saja selesai membereskan barang-barang mereka di kelas. Mereka berencana pulang bersama. Namun, ketika mereka keluar dari kelas, Andi tiba-tiba muncul di lorong yang sepi itu. Wajahnya serius, dan ada sedikit kegugupan di matanya. Dia langsung menghampiri Dhea.

"Dhea, aku mau ngomong sesuatu. Bisa sebentar?" pinta Andi.

Dhea sedikit bingung melihat keseriusan Andi.

"Boleh, kenapa Ndi?" tanya Dhea.

Dimas yang sudah siap berjalan di sebelah Dhea, melihat ekspresi Andi dan merasa bahwa ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikan oleh Andi.

"Aku tunggu di luar ya, Dhe," ucap Dimas.

Dimas berjalan perlahan. Langkahnya terhenti di dekat belokan. Sesuatu dalam dirinya yang membuatnya berhenti, dan tanpa sengaja, dia mendengar percakapan mereka dari tempatnya berdiri.

"Aku suka sama kamu, Dhea. Aku serius. Aku mau kita nggak cuma jadi teman, aku nggak mau lagi menyimpan perasaan ini tanpa kamu tahu. Aku harap... kamu bisa menerima aku," ucap Andi.

Di balik dinding, Dimas yang mendengar semuanya merasakan campuran perasaan yang rumit. Hatinya berdebar keras, tapi dia menahan diri untuk tidak menunjukkan apa pun.

Dhea menghela napas panjang, mengalihkan pandangan ke lantai.

"Aku nggak tahu harus bilang apa, Ndi. Makasih, kamu udah jujur sama aku, tapi aku butuh waktu buat mikirin ini" ucap Dhea.

"Nggak apa-apa, Dhea. Aku ngerti. Aku cuma mau kamu tahu perasaan aku. Kamu nggak perlu buru-buru jawab." ucap Andi.

"Iya Ndi," ucap Dhea mengangguk.

Setelah percakapan itu selesai, Andi pun melangkah pergi, meninggalkan Dhea yang masih berdiri di tempat dengan pikiran yang bercampur aduk.

Dimas, yang baru saja mendengar pengakuan Andi, merasakan beban di dadanya. Namun, dia tahu ini bukan saatnya untuk menunjukkan perasaannya sendiri.

"Udah selesai?" tanya Dimas.

Dhea menatap Dimas, mencoba mengumpulkan pikirannya.

"Iya, yuk." ucap Dhea.

Mereka pun berjalan berdampingan menuju pintu keluar sekolah. Meskipun ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka, Dimas berusaha menjaga suasana walaupun dalam hatinya ada sesuatu yang perlahan berubah.

Setelah meninggalkan sekolah, Dimas dan Dhea berjalan beriringan. Senja yang mulai tiba membuat bayangan mereka tampak panjang di trotoar.

Dhea, yang sejak tadi memendam perasaannya, akhirnya tak bisa menahan diri lagi. Dengan senyum kecil yang tak bisa disembunyikan, dia mulai berbicara.

"Mas, aku mau cerita sesuatu," ucap Dhea.

"Cerita apa, Dhe?" tanya Dimas.

"Tadi Andi ngomong sesuatu yang nggak pernah aku duga. Dia bilang kalau dia suka sama aku," ucap Dhea dengan senang.

"Wah, serius? Terus kamu gimana?" tanya Dimas.

"Aku... aku juga suka sama dia, Mas. Udah lama, tapi aku nggak pernah berani ngomong duluan. Jadi pas dia bilang gitu, aku bener-bener senang," ucap Dhea.

Dimas menatap Dhea yang terlihat begitu bahagia, meskipun ada sedikit rasa hampa di dalam hatinya.

"Kamu pasti senang banget ya Dhe, orang yang kamu suka, ternyata juga suka sama kamu," ucap Dimas berusaha menunjukkan dukungannya.

Dhea mengangguk dengan semangat.

"Iya, Mas. Aku cuma nggak nyangka ternyata Andi ngerasain hal yang sama. Aku jadi nggak sabar buat ngelihat gimana ke depannya nanti," ucap Dhea sembari tersenyum lebar.

Obrolan mereka berlanjut dengan Dhea yang terus bercerita tentang perasaannya, sementara Dimas mendengarkan dengan perhatian. Meski perasaan campur aduk mulai menguasainya, Dimas tetap menjaga agar Dhea tidak melihat apa yang sebenarnya ia rasakan. Dhea masih berbinar-binar menceritakan betapa ia tak sabar untuk mengungkapkan perasaannya secara resmi kepada Andi. Sementara itu, Dimas hanya bisa berharap bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh, meskipun hati kecilnya kini dipenuhi perasaan yang ia tahu harus ia sembunyikan.

****

Beberapa hari setelah percakapan itu, Dhea akhirnya menerima Andi sebagai pacarnya. Mereka mulai terlihat lebih sering bersama, dan senyum Dhea semakin sering menghiasi wajahnya. Teman-teman mereka pun cepat tahu dan mulai memberi selamat, membuat hubungan baru mereka menjadi topik hangat di sekolah.

Dimas, yang mendengar kabar ini dari teman-temannya, hanya bisa tersenyum kecil. Meskipun hatinya terasa berat, dia berusaha tetap menjadi teman yang baik. Di depan Dhea, dia menunjukkan dukungan dan kebahagiaannya, meskipun di dalam hati, ada rasa perih yang tak bisa dia ungkapkan. Dimas tahu, sekarang saatnya untuk belajar menerima kenyataan, dan menjaga agar persahabatan mereka tetap berjalan seperti biasa.

BERSAMBUNG

Untuk pertama kalinya aku menulis, mohon maaf jika ada salah kata yaa, karena aku bukan profesional melainkan pemula.

Jangan lupa vote, komen dan share yaa, biar aku semakin semangat buat nulis
Terima kasih.

dearlylili

Silent PresenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang