13

584 59 14
                                    

Wanita bermantel beige sedang duduk di halte menunggu bis terakhir. Hari telah larut, udara semakin dingin. Ia merapatkan mantelnya agar tidak menggigil. Matanya selalu melirik jam tangan, bis datang lebih lama. Entah kenapa ia merasa ada yang mengawasi, tapi ia tidak menemukan siapapun di dekat sana.

Karena semakin mencurigakan, ia berniat pergi dari tempat itu dan memesan taksi online. Tapi tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan halte. Ia sudah siap dengan kemungkinan terburuk ia akan diculik atau dijahati pemilik mobil itu.

Namun ketika kaca mobil turun, sebuah kepala muncul dan membuatnya lega.

"Hinata, kenapa belum pulang?" tanya pengemudi mobil yang ternyata Gaara.

"Saya sedang menunggu bis terakhir," jawabnya.

"Naiklah."

"Tidak perlu repot-repot Tuan Kazekage. Tiga menit lagi bis akan tiba."

"Aku tidak suka dengar penolakan, Hina."

Hinata menghela berat, ia terpaksa masuk ke mobil. Sesaat setelah Hinata duduk di sampingnya, Gaara dengan sigap memasangkan safety belt. Hinata menahan napas dan merasa canggung. Padahal Hinata bisa sendiri.

Tanpa menunggu apa-apa lagi, Gaara menginjak pedal gas. Perlahan mereka jalan menembus kota menuju apartemen Hinata. Gemerlap lampu jalan menyinari wajah Hinata. Gaara tak bisa menahan diri untuk tidak melirik.

"Kemana mobilmu?" Gaara mencoba buka percakapan

"Saya membawanya ke bengkel, ternyata tidak bisa selesai hari ini."

Gaara mengangguk singkat. Diam-diam ia berharap Hinata penasaran dan bertanya padanya tentang hal apapun. Tapi sepertinya hal itu mustahil. Semenjak ia dilantik jadi Kazekage, Hinata mulai membuat jarak. Tak terlihat namun sangat jelas, hubungan mereka tak sama seperti masa sekolah. Kemunduran besar bagi Gaara. Lebih buruk dari hubungan antar teman dengan teman. Sekarang berubah menjadi pemimpin negara dengan rakyat.

Apalagi ketika Hinata tiba-tiba pergi dari Konoha dalam keadaan mengandung. Saat itu Gaara bahkan tidak bisa berbicara dengan benar. Ia sudah tertinggal jauh. Hinata tak dapat dicapai.

Ketika Gaara bertanya tentang ayah dari anak itu, ia kembali mendapat kenyataan pahit. Selama ini ternyata Hinata punya hubungan dengan sahabatnya sendiri.Padahal Gaara sering bercerita tentang betapa ia menyukai Hinata di depan Naruto. Ternyata selama itu juga ia dipermainkan. Hubungan Gaara dan Naruto mulai merenggang. Meskipun Gaara yang memulainya, tapi Naruto tidak terlihat bingung karena ia sudah tau alasannya.

"Aneh ya, hubungan yang katanya kuat itu menghilang karena ego. Apa kita belum sepenuhnya dewasa?" ujar Hinata, tatapannya kosong menghadap ke jalan.

Gaara menoleh kaget, entah karena Hinata tiba-tiba berbicara normal atau karena kalimatnya yang terlalu ambigu.

"Anda pulang lebih malam dari biasanya ya, Tuan," ujar Hinata lagi, topiknya berubah.

Gaara menghilangkan ekspresi kaget dan kembali melihat ke jalan. "Sebenarnya aku berniat untuk tidur di kantor. Tapi aku teringat hari ini kau shift malam. Jadi aku mampir untuk memastikan kau sudah pulang atau belum."

Hinata hanya tersenyum kecil. Gaara bisa sangat manis dan perhatian, padahal Hinata tidak pernah memberinya apa-apa.

"Bagaimana denganmu? Apa kau tidak lelah bekerja sambil mengurus Boruto?" tanya Gaara.

"Memang cukup melelahkan," jawab Hinata.

"Kau tidak berniat menikah? Mungkin kau akan lebih terbantu."

Hinata tertawa kecil. "Tidak ada yang bisa menjamin akan hal itu, Tuan."

"Setidaknya salah satu dari kalian berdiam di rumah dan yang satu bekerja. Kau jadi tidak melakukan dua pekerjaan sekaligus."

"Saya tidak berencana untuk menikah."

"Aku boleh tau kenapa?"

Hinata diam sejenak. Membuat Gaara tak tahan untuk melirik. "Aku takut dia tidak bisa sayang pada Boruto seperti aku menyayanginya."

Gaara mengangguk-angguk pelan. "Boruto anak yang baik dan pintar, semua orang pasti mudah mencintainya. Buktinya aku yang bukan siapa-siapa ini sayang padanya."

Hinata hanya menjawabnya dengan senyuman. Sepanjang perjalanan mereka terus berbincang-bincang. Topik berubah menjadi rencana masa depan Boruto. Hinata bilang ia akan memasukkan Boruto ke asrama, tapi Gaara takut hal itu terlalu cepat bagi Boruto yang baru lulus sekolah dasar. Hinata tertawa mendengar hal itu, andai Sang Kazekage tau betapa pemberaninya Boruto. Ia pasti tidak akan bilang seperti itu.

Tak terasa mobil mereka telah masuk ke jalanan yang sepi. Gedung apartemen Hinata mulai terlihat. Gaara memperlambat kecepatan mobil. Berharap waktu dapat berhenti barang sejenak. Tapi waktu seolah dipercepat. Tiba-tiba mobilnya sudah berada di depan pintu lobi dan Hinata sudah melepas safety belt.

"Terima kasih tumpangannya, Tuan," ujar Hinata setelah keluar dari mobil.

"Tidur yang cukup, Hinata."

"Anda juga." Hinata berjalan pelan menuju pintu lobi.

Gaara menunggu sampai Hinata masuk ke dalam, tapi baru beberapa langkah Hinata berbalik mendekati mobil Gaara. Ia menyangkutkan kedua rambutnya di daun telinga dan menunduk di depan jendela mobil.

"Anda punya hari libur?" tanya Hinata.

"Minggu depan jadwalku kosong. Kenapa?"

"Saya ingin mengajak Anda ke suatu tempat. Kalau Anda keberatan, saya tidak memaksa."

"Tidak ada alasan untuk menolak, Hina. Aku sangat senang kau mengajakku keluar." Gaara tersenyum sangat lebar, sampai-sampai matanya sipit seperti bulan sabit.

"Baguslah." Hinata mengangguk singkat dan pergi dari sana.

Sedikit yang Hinata tau, malam itu Gaara tidak bisa tidur. Begitu memejamkan mata ia melihat wajah Hinata. Ia menendang udara di atas kasur seperti anak muda yang baru kasmaran. Hinata pasti tidak menyangka sebesar itu pengaruh dirinya bagi hidup Gaara.

to be continued.

long time no see,
seneng bgt Gaara dapet line-nya sendiri.
kalian mau Hina-Naru atau Hina-Gaara nih?

tinggalkan jejak kalian, supaya aku semakin smngt update.
follow aku juga biar ga ketinggalan update cerita lain AmsiHere

see ya❤️

It's Too Late, is It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang