Bab 7: Pertemuan Sang Iblis dan Dewi Bulan

4 0 0
                                    

Di tengah hutan yang sunyi, jauh dari hiruk-pikuk dunia, terdapat sebuah paviliun tersembunyi yang hanya diketahui oleh mereka yang benar-benar dikehendaki untuk datang. Malam itu, bulan purnama bersinar dengan cemerlang, menciptakan bayangan-bayangan panjang di sepanjang jalan setapak yang menuju ke paviliun tersebut. Jeon Wonwoo, dengan jubah putih yang berkibar lembut tertiup angin malam, melangkah mantap ke dalam gelapnya hutan, mengikuti cahaya bulan yang seakan memandu setiap langkahnya.

Setiap langkah Wonwoo membawa beban yang tidak ringan. Dia tahu bahwa malam ini dia akan bertemu dengan Kim Mingyu, pemimpin Klan Kim yang terkenal kejam dan tanpa ampun. Pria yang dijuluki "Sang Iblis" oleh banyak orang, karena kekuatannya yang besar dan ambisinya yang tidak terbatas. Mingyu telah menaklukkan banyak klan dengan tangan besinya, dan kini dia mengincar Klan Jeon.

Namun, Wonwoo tidak gentar. Dengan keyakinan penuh pada kekuatannya sendiri, serta bimbingan dari ayahnya, Jeon Dong Il, dia tahu bahwa pertemuan ini adalah langkah pertama dalam rencana mereka untuk menggoyahkan dominasi Mingyu. Meski hatinya dipenuhi dengan berbagai perasaan, Wonwoo menjaga ketenangannya. Sebagai Dewi Bulan, dia harus menjadi simbol ketenangan dan keteguhan.

Sesampainya di paviliun, Wonwoo berhenti sejenak, memandang bangunan megah yang berdiri di depannya. Cahaya lentera-lentera yang menggantung di sekitar paviliun menciptakan suasana yang tenang, namun juga penuh misteri. Wonwoo tahu bahwa sekali dia melangkah masuk, tidak akan ada jalan kembali.

Dengan hati yang teguh, dia melangkah ke dalam paviliun, dan di sana, duduk seorang pria yang sudah menunggunya. Kim Mingyu, dengan sosoknya yang tinggi dan gagah, duduk dengan tenang di kursi kayu, wajahnya terlihat tenang namun matanya menunjukkan ketajaman yang bisa menembus jiwa siapa pun yang menatapnya. Dia mengenakan jubah hitam yang membuatnya tampak semakin menakutkan, seolah-olah malam itu adalah miliknya.

"Jeon Wonwoo," suara Mingyu terdengar dalam dan tenang, namun ada kekuatan yang tidak bisa disangkal di balik setiap kata yang diucapkannya. "Akhirnya kita bertemu. Aku telah mendengar banyak tentangmu."

Wonwoo menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat, meskipun dia tahu bahwa ini bukanlah pertemuan antara sekutu. "Kim Mingyu, kehormatan ini adalah milikku. Aku juga telah mendengar banyak tentangmu."

Mingyu memandang Wonwoo dengan mata yang tajam, seolah-olah dia mencoba membaca pikiran wanita muda di depannya. "Kau datang ke sini sendirian, tanpa pengawal, tanpa perlindungan. Apakah itu artinya kau mempercayaiku, atau kau begitu percaya pada kekuatanmu sendiri?"

Wonwoo menatap langsung ke mata Mingyu, tidak gentar sedikit pun. "Aku percaya pada bulan yang selalu memanduku, dan pada kekuatan yang telah diberikan kepadaku. Tapi lebih dari itu, aku percaya bahwa kita bisa mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kita berdua."

Mingyu tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Kau sangat percaya diri, Wonwoo. Tapi ingatlah, aku bukan seseorang yang bisa dengan mudah dipengaruhi."

Wonwoo mengangguk pelan. "Aku tahu itu. Tapi aku juga tahu bahwa tidak ada kekuatan yang abadi, tidak ada yang tidak bisa ditaklukkan. Bahkan seorang seperti Kim Mingyu memiliki kelemahannya."

Mingyu memiringkan kepalanya sedikit, tertarik dengan keberanian yang ditunjukkan Wonwoo. "Kelemahan? Kau berani berbicara tentang kelemahan di hadapanku? Kau benar-benar berbeda dari yang lain, Wonwoo. Kebanyakan orang akan bergetar ketakutan di hadapanku."

Wonwoo tersenyum, senyum lembut namun penuh tekad. "Ketakutan adalah kelemahan terbesar, dan aku tidak berniat membiarkan itu menguasai diriku. Kita di sini bukan untuk saling mengancam, tapi untuk melihat apakah ada jalan yang bisa kita tempuh bersama."

Mingyu memperhatikan Wonwoo dengan lebih serius. Dia menyadari bahwa wanita di hadapannya ini bukan sekadar pemimpin klan biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam pada dirinya, sesuatu yang membuat Mingyu merasa sedikit terganggu, namun juga tertarik. "Kau datang dengan tawaran, Dewi Bulan. Aku ingin mendengarnya."

Wonwoo menarik napas dalam, mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan rencananya. "Klan kita bisa saling menguntungkan, Mingyu. Aku menawarkan aliansi, sebuah perjanjian yang bisa menguatkan kedua belah pihak. Kau bisa memperluas pengaruhmu tanpa perlu menumpahkan darah lagi, dan Klan Jeon bisa mempertahankan kedaulatannya."

Mingyu menatapnya dengan penuh minat, namun juga skeptis. "Dan apa yang membuatmu berpikir bahwa aku butuh aliansi? Aku bisa mendapatkan apa pun yang kuinginkan dengan kekuatanku sendiri."

Wonwoo tetap tenang, meskipun dia bisa merasakan betapa tipisnya benang yang menghubungkan mereka saat ini. "Karena kekuatan yang digunakan tanpa bijaksana akan membawa kehancuran. Kau bisa menaklukkan banyak klan, tapi setiap pertempuran hanya akan membuat musuhmu semakin kuat. Aliansi dengan kami akan memberimu kekuatan yang lebih stabil dan tahan lama."

Mingyu terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Wonwoo. Dia tahu bahwa di balik tawaran ini, ada banyak risiko dan jebakan. Namun, dia juga tahu bahwa Wonwoo tidak seperti yang lain—dia memiliki kekuatan dan kecerdasan yang tidak boleh diabaikan.

"Baiklah," akhirnya Mingyu berbicara, suaranya lebih tenang dan penuh perhitungan. "Aku akan mempertimbangkan tawaranmu, tapi aku punya syarat."

Wonwoo menatapnya, siap untuk mendengar apa pun yang akan datang. "Apa syaratmu?"

Mingyu menatap langsung ke mata Wonwoo, seolah-olah ingin menembus ke dalam jiwanya. "Kau akan tinggal di sini, di wilayah Klan Kim, sebagai tanda kepercayaanmu padaku. Kita akan lihat apakah aliansi ini benar-benar bisa menguntungkan kita berdua, atau hanya sebuah jebakan."

Wonwoo tahu bahwa ini adalah ujian, dan mungkin juga perangkap. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain jika ingin melanjutkan rencana mereka. Dengan tekad yang bulat, dia mengangguk. "Aku setuju, Mingyu. Aku akan tinggal di sini."

Mingyu tersenyum, kali ini senyumnya lebih tulus, namun tetap mengandung ancaman yang tersirat. "Bagus. Mari kita lihat, Dewi Bulan, apakah cahaya bulanmu bisa bertahan di dalam kegelapan yang akan kita hadapi bersama."

Dan dengan itu, pertemuan pertama antara Sang Iblis dan Dewi Bulan berakhir, dengan kedua belah pihak menyimpan rahasia dan niat masing-masing. Wonwoo tahu bahwa ini baru awal dari permainan yang penuh dengan tipu daya, tapi dia juga tahu bahwa dia harus tetap kuat dan waspada. Sementara Mingyu, di balik sikap dinginnya, menyadari bahwa dia telah menemukan seorang lawan yang setara, seseorang yang bisa menjadi ancaman atau sekutu terkuatnya.

Malam itu, di bawah sinar bulan yang tetap setia menerangi dunia, dua kekuatan besar mulai bergerak dalam diam, masing-masing mencari celah untuk mengalahkan yang lain, namun juga saling mengamati dengan rasa hormat yang mendalam. Keduanya tahu bahwa apa yang mereka lakukan malam ini akan menentukan nasib banyak orang—dan mungkin juga nasib mereka sendiri.

Kim KlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang