1. Hijau

25 2 0
                                    

#Milena

***

Orang-orang berkata, hidup Milena adalah hidup terbaik yang di impikan semua wanita. Dia cantik. Dari keluarga baik-baik dan terpandang. Suaminya seorang politikus, ketua umum partai, pemilik perkebunan cengkeh terbesar, pemilik merek rokok nomor satu di negaranya, dan diatas semua itu, suaminya tengah menjabat sebagai wakil presiden.

Seakan belum cukup menambah iri di hati para wanita, Milena memiliki seorang putra dari Amaar Sjah. Hidup bahagia, pernikahan damai tanpa isu miring, suami setia dan penyayang. Pernikahan yang sangat di impikan oleh semua wanita.

Tapi apa benar pernikahan itu sempurna seperti yang terlihat di depan publik? Seperti yang orang-orang ketahui dan kagumi? Tidak.

Kalau di tanya masalah bahagia, Milena bahagia. Tapi pernikahannya tidak di dasarkan oleh cinta. Amar menikahi Milena untuk menutupi rahasianya dan Milena menikahi Amar karena adalah ciri-ciri suami yang Milena inginkan. Milena tidak butuh cinta, dia hanya butuh suami. dan Amar juga tidak butuh cinta, dia hanya butuh sitri. 

Kesimpulannya, baik Milena dan Amaar memperlakukan satu sama lain sebagai sebuah trophy. Namun, mereka anehnya bersahabat dengan baik. Hasil dari persahabatan tersebut ialah Jagat.

"Kamu ada lihat jam tangan saya, nggak?"

Milena mengangkat pandangannya dari Jagat yang tengah menyusu. "Yang mana?" Ia bertanya balik pada Amar. Sang suami sudah terlihat rapi dengan batik berwarna coklat dan celana hitam. Milena ingat bahwa Amar ada pertemuan hari ini.

"Yang biasa saya pakai." Amar berjalan mendekat, menghampiri Milena yang tengah duduk bersandar pada peraduan ranjang.

"Kayaknya aku simpan di lemari kaca deh."

"Gak ada, saya sudah lihat." Amar menunduk, mendaratkan sebuah couman di pipi Jagat yang tembem. Gerakannya itu membuat Milena dapat merasakan rambut Amar menyuntuh bagian payudaranya yang sedikit terekspos.

"Mas gendong Jagat dulu, biar aku yang ambilin."

Amar berdiri tegak, membiarkan Milena melepaskan putingnya dari mulut kecil Jagat dan memasukkan payudaranya kembali ke dalam daster miliknya. Pemandangan ini sudah menjadi hal lumrah bagi Amar sejak Jagat lahir ke dunia 6 bulan yang lalu.

Amar mengambil alih Jagat dari gendongan Milena dan membiarkan sang istri pergi mencari jam tangannya.

"Sudah kenyang raden Jagat?" Amar tersenyum. Akhir-akhir ini ia banyak tersenyum sejak kehadiran Jagat. Ia juga jadi sering tinggal dirumah, menghabiskan waktu bersama Milena dan putra mereka.

Jagat hanya menggeliat, rupanya bayi itu sedikit kesal karena sumber makanannya pergi secara tiba-tiba, Membuat Amar tertawa kecil melihat ekspresi Jagat. "Sabar yah, Raden. Ibu lagi nyari jam tangan bapak."

"Mas." Milena kembali, dengan jam tangan milik Amar di tangannya. "Nih."

"Wah. Kayaknya saya bakal kesusahan deh kalau kamu gak ada dirumah, habisnya cuma kamu yang tahu dimana saya meletakkan barang-barang saya." Amar tersenyum kecil.

"Mas aja yang gak nyari dengan teliti."

"Saya teliti Milena." Kata Amar yang kembali menciumi pipi Jagat.

"Mas bisa telat kalau main terus sama Jagat."

"Gapapa telat dikit."

Milena tersenyum kecil. Pria ini, yang tadinya sangat disiplin waktu, rela mengulur waktu pertemuan hanya untuk bermain dengan putranya.

"Nanti bisa main sama Jagat lagi kalau udah pulang."

Amar memberikan Jagat kembali ke gendongan Milena. "Ada titipan?"

          

Milena menggeleng kepala dengan pelan. "Aku kan gak bisa makan pedas, lagi menyusui."

"Ah, iya. Saya lupa." Amar mengangguk. "Oh iya, saya mempekerjakan ajudan baru. Yang ini lebih kompeten."

"Mas--"

"Milena." Belum sempat Milena menyelesaikan kalimatnya, Amar sudah lebih dulu memotong. "Keselamatan kamu dan Jagat adalah yang utama. Saya masih belum tahu kapan si peneror akan benar-benar melakukan aksinya. Lebih baik berjaga-jaga."

Dua minggu yang lalu, tiba-tiba saja ada teror di kediaman mereka. Seseorang mengirimkan bom di dalam box berisi kue yang Milena pesan. Dan kebetulan, hanya ada Milena dan Jagat dirumah hari itu. Para ajudan sibuk mengawal Amar yang sedang pergi perjalanan dinas.

Untungnya, bom itu meledak sebelum masuk ke dalam rumah, tepatnya meledak di pinggir jalan, menewaskan kurir yang tengah memegang kue tersebut dan hendak masuk.

Kejadian itu menjadi berita nasional. Amar merasakan mengigil menjalari punggungnya ketika mendengar Milena dan anak mereka hampir meledak. Dan sejak hari itu, penjagaan di kediaman mereka di perketat. Bahkan sekarang Amar menyewa pengawal dari luar negeri.

"Oke." Milena menghela nafas.

Mendengar jawaban Milena, Amar tersenyum puas. "Pengawalnya akan tiba sekitar pukul 3 sore, mungkin saya belum pulang. Tapi saya sudah mengatakan pada dia untuk bertemu kamu."

"Cuma pengawal dirumah kan?"

"Tidak. Dia akan mengikuti kemanapun kamu pergi. Kalau kamu keluar, dia juga ikut."

"Mas--"

"Milena." Potong Amar lagi. "Kita punya Jagat sekarang."

Milena menghela nafas, tidak bisa membantah. "Fiiine."

Amar hanya bisa tersenyum mendengar nada kesal sang istri. "Yasudah, saya berangkat yah." Ia mendekat untuk mendaratkan ciuman di pipi Jagat kemudian mencium kepala Milena.

"Hati-hati di jalan."

Amar mengangguk dan kemudian berbalik pergi meninggalkan kamar, pria itu tak lupa menutup pintu sebelum pergi.

Milena menunduk, melihat ke arah Jagat yang anteng dalam gendongannya. "Bapak kamu protektif sekali yaaah. Ini kalau bapak kamu makin perhatian kayak gini, ibu bisa jadi baper nih. Gimana nih Jagat? Mau gak kamu suruh bapak kamu tanggung jawab sama perasaan ibu?"

Jagat tersenyum.

"Kayak kamu ngerti aja sama apa yang ibu bilang." Katanya sembari mencubit gemas hidung Jagat yang mancung seperti Amar.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SosialitaWhere stories live. Discover now