33

237 41 4
                                    

"Oh jadi ini alasan lo, siap-siap pagi-pagi buta, terus berangkat buru-buru tuh. Gara-gara ini Re?" Ucap Jeera yang baru saja mendekat kearah Reera, saat melihat Kembarannya itu pagi-pagi sekali udah nongkrong ditaman kampus bersama dengan Gibran.

Reera memutar bola matanya malas, "Apaan sih lo?"

Jeera mengangkat alis sambil menatap Reera, "gakpapa sih, tapi heran aja, biasanya susah banget lo bangun pagi. Eh, sekarang malah udah nongkrong cantik di taman kampus, dan bareng Gibran pula."

Gibran yang duduk di samping Reera hanya tersenyum melihat interaksi antara Reera dan Jeera. "Gue udah nebak sih, Reera bakal ketahuan juga sama Jeera. Kamu tuh nggak bisa sembunyiin apa-apa dari kembar kamu, Re," ucap Gibran sambil terkekeh.

Jeera mendekatkan diri dan berdiri di depan Reera dengan tangan di pinggang, menatap kembarannya dengan tatapan menyelidik. "Gue tahu ada yang nggak beres pas lo siap-siap pagi-pagi buta. Ternyata lo cuma mau ketemu Gibran, ya?"

Reera mendengus pelan, "Ya emang kenapa? Lo tuh kayak detektif aja, urusin hidup lo sendiri gih."

Jeera mengangkat bahu dengan santai. "Gue urusin hidup gue kok, tapi kalau kembar gue tiba-tiba jadi morning person gara-gara cowok, kan aneh juga."

Gibran ikut menimpali dengan nada bercanda, "Eh, jangan salahin gue dong. Gue kan cuma ngajak sarapan bareng."

Reera melirik Gibran dengan mata yang berbinar, tapi segera menyembunyikan senyumnya di balik cangkir kopi yang dia pegang. "Sarapan bareng kan nggak salah, Je. Lagian, lo juga kenapa datang ke sini?"

Jeera tersenyum tipis, "Ya, mau ngeliat aja seberapa niat lo bangun pagi gara-gara dia. Ternyata, lumayan juga ya perjuangan lo, Re."

Reera hanya bisa menggelengkan kepala, merasa sedikit kesal tapi juga terhibur dengan keisengan Jeera. "Lo tuh bener-bener, Je. Udah, cabut sana, biarin gue sama Gibran ngobrol."

Jeera tersenyum lebar dan melambaikan tangan. "Oke deh, gue pergi. Tapi nanti jangan lupa cerita ke gue, ya." Dia kemudian pergi sambil tertawa kecil, meninggalkan Reera dan Gibran untuk melanjutkan obrolan mereka.

•••

Heera menghela nafasnya dengan berat ketika dia baru berjalan kearah kelasnya, tapi sudah di hadang oleh Manda, Kekasih Mahesa yang sebelumnya memang sudah sering mengganggunya karena menganggap Heera itu pengganggu dalam hubungan Manda dan Mahesa, karena kedekatannya dengan Mahesa. Manda juga yang menyebabkan dirinya masuk ke rumah sakit, berapa hari yang lalu.

"Udah sehat lo" ucap Manda memandang Heera dari atas sampai bawah.

Heera menganggu pelan, dia menundukkan kepalanya takut. Karena dia masih trauma dengan kejadian di belakang fakultas waktu itu.

"Heera, lo masih mau ngumpet di situ?" ucap Manda dengan nada mengejek, memperhatikan Heera yang tampak ketakutan.

Heera menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa gugupnya. "Iya, aku udah sehat. Maaf kalau... kalau aku ada salah."

Manda mendekat dengan tatapan tajam, "Maaf? Gampang banget. Lo tau kan gara-gara lo, Mahesa jadi jauh dari gue?"

Heera menatap ke bawah, merasa bersalah. "Aku nggak bermaksud bikin masalah, Kak Manda. Aku cuma... Aku cuma..."

"Lo cuma apa?" potong Manda, semakin mendekat. "Kita semua tau lo suka sama Mahesa. Tapi jangan berani-berani ngambil alih hubungan gue dan dia."

Belum sempat Heera menjawab, Jeera muncul di sampingnya dengan wajah serius. "Udah, Manda. Cukup!. Jangan bikin masalah lebih besar. Heera udah minta maaf, dan dia nggak salah!."

Manda menatap Jeera dengan sinis. "Gue cuma kasih peringatan. Jangan sampai ada masalah lagi."

Dengan itu, Manda berbalik pergi, meninggalkan Heera dan Jeera yang masih berdiri di tempat.

"Heera, lo oke?" tanya Jeera khawatir, memandang kembarannya yang tampak masih ketakutan.

Heera mengangguk pelan, berusaha menenangkan dirinya. "Iya, Je. Heera baik-baik aja kok. Makasih udah datang."

Jeera mengelus bahu Heera dengan lembut. "Kalau lo butuh apa-apa, bilang aja. Kita hadapi semuanya bareng-bareng."

Dengan sedikit rasa lega, Heera melanjutkan langkahnya ke kelas, sementara Jeera mengikutinya dengan waspada, siap menjaga saudaranya dari masalah.

"Heer, sebaiknya lo jauhin Mahesa," ucap Jeera tiba-tiba, membuat Heera menatapnya dengan keheranan.

"Kenapa, Jeje?" tanya Heera bingung.

"Karena dia udah bikin masalah dalam hidup lo," jawab Jeera dengan nada serius. "Gara-gara dia, lo jadi bermasalah sama Manda yang ngerepotin banget itu."

Heera terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Jeera. "Tapi... Heera juga nggak mau bikin masalah. Heera cuma pengen fokus kuliah dan sembuh."

Jeera menghela napas. "Gue ngerti, Heer. Tapi kadang-kadang lo harus milih untuk menjauh dari orang-orang yang bikin hidup lo lebih rumit. Kalau Mahesa bikin lo terus-terusan tertekan, mending lo ambil jarak aja."

Heera menunduk, mempertimbangkan kata-kata Jeera. "Heera... Heera bakal coba pikirin. Terima kasih udah ngasih tahu, Jeera."

Jeera tersenyum lembut. "Gue cuma pengen lo bahagia. Kita hadapi semuanya bareng-bareng, oke?"

Heera mengangguk, merasa sedikit lebih tenang dengan dukungan Jeera. Mereka berdua melanjutkan jalan menuju kelas, dengan Heera mulai memikirkan keputusan yang harus diambil demi kesejahteraan dirinya sendiri.

•••

Disisi lain Gibran dan Reera masih berada di taman, Ya sebenernya kelas Reera di batalkan karena dosennya ada rapat mendadak. Nah, kalo Gibran memang niat awalnya ke kampus buat ketemu sama Reera aja, dan bolos kelas hari ini.

"Jadi?" Tanya Reera menatap Gibran dengan serius.

"Jadi apa?" Tanya Gibran balik.

Reera menghela nafas, "itu, hubungan kita. Jadi kamu maunya gimana?"

Gibran tersenyum tipis, "jalanin dulu"

"Gibran, aku butuh kepastian. Gak gini terus, sama aja kamu kayak ngasih aku harapan, tapi buat aku mikir kamu sebenernya beneran serius atau main-main"

Gibran menatap Reera dengan serius. "Ree, aku nggak mau bikin kamu bingung atau ngasih harapan palsu. Aku emang lagi mikir gimana caranya kita bisa jalanin ini dengan baik."

Reera mengerutkan kening, masih belum puas. "Tapi, aku butuh lebih dari sekadar 'jalanin dulu'. Aku pengen tahu apa kamu bener-bener serius sama aku atau enggak."

Gibran menghela napas, sepertinya mencari kata-kata yang tepat. "Oke, aku paham. aku serius sama kamu. Tapi, aku juga butuh waktu buat pastiin semua ini bisa jalan dengan baik. Aku mau kita bisa saling mendukung dan nggak cuma sekadar status."

Reera tampak merenung sejenak, lalu mengangguk pelan. "Aku ngerti. Selama kita bisa komunikasi dan saling jaga perasaan masing-masing, aku kira itu udah cukup."

Gibran tersenyum lega. "Iya, Reera. Aku janji bakal lebih jelas dan terbuka ke kamu. Dan aku juga berharap kita bisa saling percaya satu sama lain."

Reera tersenyum kecil, merasa sedikit lebih tenang. "Oke, kalau gitu. Mari kita coba dan lihat ke depannya."

Gibran meraih tangan Reera dan menggenggamnya dengan lembut. "Setuju. Kita jalanin ini bareng-bareng, ya."

Mereka berdua duduk bersama di taman, merasakan kedekatan yang lebih dalam sambil menikmati momen tersebut, berharap bahwa kejelasan dan komunikasi yang baik akan memperkuat hubungan mereka ke depannya.



••• tbc •••




Kasih Votenya dong guys,

Daerah kalian panas bgt gk cuacanya?
Jogja panas poll nih🥵🔥

We are Bramasta triplets [GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang