40. Terpecah Belah

262 32 20
                                    

Hai, udah lamaaa banget saya gak update, hehe. Ada yang kangen geng Tiga Faktorial?

Oh iya, chapter kali ini tidak menyenangkan. Jadi siapkan hatinya ya😉

***

Sagara duduk di meja belajar dengan wajah lelah dan keadaan berantakan. Dirinya masih terjaga bersama dengan laptop yang menyala di pukul 2 malam. Sejak empat hari yang lalu, laki-laki itu mengambil job sebagai freelancer desain grafis untuk menambah penghasilan. Pekerjaan baru Sagara itu menyita waktu weekend-nya. Terlebih dia juga harus mengurus perekrutan anggota Himpunan yang baru. Kesibukan tanpa henti itu membuat Sagara merasa stress.

Tak bisa dipungkiri, ucapan Hendrik beberapa hari yang lalu cukup memengaruhi Sagara. Dia bimbang antara memegang idealisme atau mencoba untuk realistis. Namun yang pasti, Sagara memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan demi meraih penghasilan tambahan.

Sagara menutup laptop ketika merasa kedua matanya sudah tak bisa diajak bekerjasama. Selain mengantuk, matanya juga perih dan mulai berair. Sagara curiga minusnya makin bertambah. Karena itu, dia memilih untuk mengakhiri semua. Ketika membereskan buku, tak sengaja Sagara melihat map yang pernah Hendrik berikan padanya.

Tangan Sagara bergerak meraih map tersebut. Dia membukanya dan melihat satu persatu CV orang yang sekolah 'titipkan' untuk dapat bergabung ke dalam organisasi. Beberapa saat laki-laki itu terdiam dengan wajah serius. Entah apa yang ada di dalam benaknya malam itu.

Esok paginya Sagara berangkat ke sekolah dengan mata panda dan wajah yang letih. Saat memasuki kelas dia berpapasan dengan Didi.

"Muka lo kayak baju belum disetrika." Didi langsung mengatai kawan baiknya itu saat Sagara datang. Biasanya mereka berangkat sekolah bersama karena teman sekamar. Namun karena hari ini Sagara bangun agak terlambat, maka Didi berangkat terlebih dahulu. "Makanya jangan kerja lembur bagai kuda."

"Minggir, atau lo gue tendang dari sekolah ini!" ancam Sagara malas, sambil mendorong Didi agar menyingkir dari jalannya.

"Belum dilantik aja udah semena-mena. Calon pemimpin diktator, kah?" sindir Didi sambil mendengus. Meskipun mereka berdua teman baik, tetapi mereka memang suka melontarkan kata-kata sarkastik kepada satu sama lain.

"Diktator? Kalo boneka sih, iya." Sagara melengos pergi dan duduk di bangkunya. Dia menyimpan tas di atas meja, dan tidur karena masih mengantuk. Melihat itu, Didi hanya menggeleng pelan.

Suara notifikasi chat membuat tidur Sagara terganggu. Laki-laki itu segera mengecek pesan yang masuk karena takut itu adalah pesan dari klien-nya.

Ternyata dari grup WhatsApp Tiga Faktorial.

Chiko

[Pulang sekolah kumpul di R² yuk]

Elang

[Hah?]
[r² apaan?]
[Lo lagi ngomongin Teorema Phytagoras?]

Rasa

[Perasaan Teorema Phytagoras itu a²+b²=c² deh. Di mana letak r² nya elang?]

Elang

[pokoknya di mata gue sama aja]

Chiko

[R²=R.R]
[R.R= Ruang Rahasia]
[Gitu aja gak ngerti.]

Elang

[singkatan lo kayak rumus. Udah gumoh duluan gue]

Bunga

[lemah!]

Chiko

[Jadi gak nih ke R² @semuaorang]

TIGA FAKTORIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang