Perubahan yang Tak Terelakkan

3 0 0
                                    

Di Palu, Ardi berfokus pada misi evakuasi yang melelahkan. Ia dan timnya bekerja tanpa henti untuk menyelamatkan korban dari puing-puing dan mengatur logistik untuk bantuan darurat. Keberadaan Ardi di lapangan membuatnya semakin yakin akan panggilan hidupnya dalam gerakan politik dan sosial, melihat langsung ketidakadilan dan kebutuhan mendesak yang ada. Sementara itu, Nadia bergabung dengan tim trauma healing, berusaha memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada anak-anak yang kehilangan keluarga dan rumah mereka. Ia menghabiskan waktu dengan anak-anak, mendengarkan cerita mereka, dan memberikan bantuan yang mereka butuhkan untuk mengatasi trauma. Meskipun pekerjaannya sangat berarti, Nadia merasa semakin terasing dari Ardi. Perbedaan dalam peran mereka menciptakan jarak emosional yang semakin besar.

Setelah satu minggu di Palu, mereka kembali ke kampus, tetapi suasana hati mereka sangat berbeda. Ardi, kini lebih terlibat dalam gerakan politik dan organisasi, tampak tenggelam dalam aktivitasnya yang terus berkembang. Sementara itu, Nadia, yang kembali dengan perasaan tertekan, merasa bahwa ia kehilangan tempatnya dalam kehidupan Ardi. Suatu malam, ketika mereka duduk bersama di kampus, suasana tegang muncul. Nadia, yang sudah lama ingin mengungkapkan perasaannya, akhirnya memutuskan untuk berbicara.

"Nadia, ada apa?" tanya Ardi, yang tampak lelah setelah hari yang panjang. "Kamu tampak khawatir akhir-akhir ini." Nadia menatap Ardi dengan mata penuh perasaan. "Ardi, aku merasa semakin terasing. Aku merasa seperti kita semakin menjauh satu sama lain. Kamu terlalu sibuk dengan gerakan politikmu, dan aku... aku merasa tidak lagi menjadi bagian dari hidupmu."

Ardi menghela napas, terlihat bingung. "Aku tahu aku banyak bekerja, tapi ini adalah apa yang kupercayai. Aku berjuang untuk perubahan yang lebih besar, untuk sesuatu yang benar-benar bisa membuat perbedaan."

"Iya, aku mengerti itu," jawab Nadia, "Tapi aku juga merasakan perubahan. Ketika kita bersama di Palu, aku melihat betapa pentingnya pekerjaanmu. Namun, aku juga merasa kesepian dan kehilangan arah. Aku berusaha memberikan dukungan untuk anak-anak, tetapi aku merasa kita tidak lagi berbagi dunia yang sama."

Ardi mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Nadia, tetapi Nadia menarik tangannya dengan lembut. "Ardi, aku mencintaimu, tapi aku juga harus mempertanyakan apakah cinta kita cukup kuat untuk mengatasi semua ini. Kita memiliki pandangan dan tujuan yang berbeda. Bagaimana kita bisa terus bersama jika kita terus-menerus berada di jalur yang berbeda?" Ardi menatap Nadia dengan rasa sedih. "Aku tidak pernah ingin membuatmu merasa terasing. Aku hanya ingin berjuang untuk sesuatu yang kupercayai. Tapi jika ini membuatmu merasa jauh, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan." Nadia memejamkan mata, berusaha menahan air mata. "Mungkin kita perlu waktu untuk berpikir. Aku ingin menemukan cara untuk mendukungmu tanpa kehilangan diriku sendiri. Tapi aku juga harus memahami apakah kita masih bisa menyatukan tujuan kita."

Ardi mengangguk, terlihat putus asa. "Aku akan mencoba untuk lebih memahami perasaanmu, Nadia. Aku tidak ingin kita berpisah hanya karena perbedaan. Aku ingin kita mencari jalan keluar dari sini bersama." Malam itu, keduanya menyadari bahwa perasaan mereka tidak mudah dipecahkan. Mereka harus menghadapi kenyataan bahwa cinta mereka mungkin tidak cukup kuat untuk mengatasi perbedaan mendasar yang ada. Namun, mereka sepakat untuk mencari solusi bersama, meskipun jalan yang harus mereka tempuh mungkin tidak mudah.

Distilasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang