Tampaknya hanya Rafa saja yang senang dengan kabar itu. Rafa yang terlalu senang dengan kabar itu hingga tak mengetahui bahwa ekspresi yang lain kini menggelap. Bahkan lebih menggelap dari ia yang ketahuan melakukan pekerjaan itu.
Jika orang tua Rafa kembali, itu tandanya Rafa akan jauh dari mereka. Sial, kenapa cepat sekali mereka pulang. Kenapa tidak lama saja. Jika bisa, tidak usah kembali saja. Biar keluarga Ganendra saja yang merawat Rafa di sini.
Tentu itu adalah pemikiran dari sebagian besar anggota keluarga Ganendra. Sifat posesif mereka membuat mereka hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri. Tentu itu tidak diperbolehkan, karena Rafa masih punya orang tua kandung.
.........
Rafa saat ini sudah duduk diam di bangkunya. Melihat ke arah depan dan samping dimana tempat itu adalah milik Vano dan teman-temannya masih lah kosong. Kebiasaan buruk mereka yang suka telat kini kembali.
Entahlah Vano itu. Mentang-mentang orang kaya, bisa seenaknya di sekolahan.
Sial. Baru juga ia masuk ke dalam kelas, ia sudah sangat ingin untuk pulang dari sekolah. Ia benar-benar tidak sabar untuk pulang sekolah dan bertemu dengan kedua orang tuanya.
Tapi ini bahkan belum bel masuk. Rafa tak mempedulikan siswa siswi yang mulai masuk ke dalam kelas.
Cemberut, itu lah yang Rafa lakukan saat ini. Bibir yang mengerucut sebal dengan arah pandangan yang menatap ke bawah. Kedua tangannya bersedekap dan bertumpu di atas meja. Rafa menempelkan dagunya ke atas lipatan tangannya itu.
Waktu berjalan selambat itu jika kita terus menerus menanti-nantinya.
Rafa tetap dengan aktivitasnya sampai dimana Vano dan yang lain datang. Dengan tas yang disampirkan di salah satu bahunya, Vano berjalan ke bangku miliknya.
Keningnya mengkerut lantaran melihat Rafa yang cemberut pagi-pagi ini. Kenapa dengan adiknya itu. Tidak seperti biasanya. Apa ada yang mengganggu nya? Saat akan menanyakan hal itu pada Rafa, tapi ia telah didahului oleh Zidan.
"Kenapa lo Raf?" tanya Zidan setelah meletakkan tas di kursinya yang berada di depan bangku Rafa.
Sekarang Rafa dikelilingi oleh Vano, Zidan, Brian dan juga Wildan.
"Iya, cemberut pagi-pagi, lo diapain sama Vano?" tanya Brian dengan ekspresi jenaka.
"Bacot," sentak Vano tak terima jika namanya dibawa-bawa. Ia bahkan baru bertemu Rafa hari ini.
"Masih pagi tolong," seru Wildan dengan ekspresi malasnya. Wildan duduk paling depan di antara Vano dan yang lain. Tentu saja, kursinya ditempati oleh Rafa dan itu atas suruhan Vano. Nasib nasib.
Rafa menyimak obrolan mereka sembari menyanggah sebelah pipinya dengan tangannya. Tak lagi memasang muka cemberut, kini tatapan polos lah yang Rafa perlihatkan pada mereka. Tak berniat menimpali obrolan antara empat anak itu, Rafa memilih diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafa [End💗]
Fanfiction[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia dengan senang membantu pekerjaan orang tuanya. Ayahnya sebagai tukang kebun di kediaman ALARICK dan i...