| 09 | Sebuah Pertanyaan?

54 7 0
                                    

"CA, kemaren lo keren banget!"

"Keren apanya? Gue telat gitu," bantah Alicia sambil fokus menyapu lantai kamar mereka.

"Ih, telat apanya coba?"

"Harusnya gue beritahu mereka semua dari awal, jadi nggak bakal ada drama kecoak terbang sana-sini."

"Yaelah kirain apaan, Ca. Itu doang ternyata. Yang penting kemaren itu lo keren banget. Kata Mia semalam kalau lo nggak ngajak Ali dan Khai buat nyamperin dia dan Viktor, pasti Kak Roza bakal disalahin sama semua orang," ujar Moon.

"Bener banget kata Moon. Kamu keren banget," puji Iman sambil bertepuk tangan kecil, begitu juga dengan kedua personil kamar lainnya yang berada disana.

"Hmm ... terserah kalian," sahut Alicia yang berusaha merendah. Kini, tangannya yang menggenggam sapu mulai memindahkan debu dan kotoran ke dalam penadah sampah dan membuangnya ke tempat sampah. "Moon, sekarang giliran lo buat ngepel lantai."

"Oke, udah siap, kok," sahut Moon sambil mengacungkan ibu jari dan melesat keluar kamar untuk mengambil alat pel. Alicia menyudahi kegiatannya kemudian duduk di kasurnya sendiri, di samping Iman.

"Hmm ... Alicia ..." panggil Iman.

"Kenapa?"

"Tentang Kak Shania. Malam itu ... dia emang beneran nggak tahu kalau itu ulah temannya atau dia sebenarnya tahu dan mungkin adalah pencetus ide untuk menjatuhkan Kak Roza? Dari raut wajahnya semalam ... kayaknya dia ketuanya ..."

"Feeling gue, sih, dia pencetusnya, Man ... karena dia emang nggak suka sama Kak Roza dari dulu ..." jelas Alicia.

"Emang Kak Roza ngapain, ya? Sampai orang itu benci banget sama Kak Roza? Padahal orangnya baik banget sama semua orang. Walaupun dia agak pendiam, tapi sekalinya diajak ngobrol sama orang, dia ramah dan humble banget," gumam Iman dengan tanda tanya besar di kepalanya.

Alicia diam, belum menjawab. Ia tahu kejadian apa yang membuat Shania sebegitu bencinya pada Roza. Tapi, Alicia yang menjadi saksi kejadian itu tahu, jika semuanya sebenarnya adalah murni kesalahan Shania, bukan Roza yang tidak sengaja terseret.

"Menurut kamu gimana, Ca?" Iman meminta pendapat pada Alicia yang sedari tadi melamun.

"Eh ..." Alicia nyaris tersentak kaget, "Kalau menurut gue, biasanya pasti ada kejadian yang bikin Kak Shania itu nggak suka sama Kak Roza. Di kejadian itu, kita nggak tahu siapa sebenarnya yang salah, tapi yang pasti setelahnya, Kak Shania jadi begitu. Ini menurut pendapat gue, ya? Mungkin di suatu tempat yang kita nggak tahu, mereka nggak sengaja ketemu, dan kejadian itu terjadi disana."

"Hmm ... iya juga," gumam Iman sambil mengusap tangan kirinya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh! Panggilan kepada Iman Shafiyyah Mumtazah, diharapkan untuk segera datang ke depan Kantor Pembinaan sekarang juga. Sekali lagi, kepada Iman Shafiyyah Mumtazah, diharapkan untuk segera datang ke depan Kantor Pembinaan sekarang juga. Terima kasih."

"Man? Lo dipanggil apaan? Dijenguk?"

Iman mengerutkan kening mendengar pertanyaan dari Moon yang baru saja datang, "Lho? Bukannya aku udah beritahu semalam ya?"

"Haaaah? Masa, sih?" Moon menggaruk tengkuknya.

"Iya, Moon. Tanya aja sama semua orang yang ada di kamar ini."

"Memangnya apa, sih?" tanya Moon lagi.

"Moon ... Iman itu mau pergi hari ini, sama Kak Zass dan Kak Ana," sahut Rara, salah satu personil kamar mereka yang kebetulan sedang mengelap jendela luar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dari Jendela Santri (Boboiboy X Ejen Ali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang