Jangan lupa dengerin lagu You Are The Reason - Calum Scott. Biar makin menghayati part ini.
***
3 hari semenjak kematian Najwan, semua berjalan dengan lancar. Hari demi berlalu Kala mulai bisa menyesuaikan diri, tanpa kehadiran sang kepala keluarga. Terasa aneh di rumah, biasanya selalu ada Najwan yang mengisi keheningan rumah dengan bermain gitar.
Kala terduduk di sofa ruang tamu rumahnya, dulu ayahnya sering duduk disini, sekedar menonton televisi maupun bermain gitar, atau malah bercanda garau dengan mereka.
Melody sudah pulang ke rumah. Nampaknya ibu dari 2 anak itu masih tersulut dalam kesedihan. Istri mana yang tak sedih melihat suaminya wafat.
"Dek, ambilin gitar dong."
Kala menatap sekilas ke Kian. Teringat ucapan Andre beberapa hari lalu, bahwa abangnya ini merupakan kekasih Andre. Mereka bingung bagaimana harus menebus dosa mereka masing-masing, tapi kalau di suruh meninggalkan pasangannya, pasti keduanya tak mau.
Kaki Kala melangkah mendekati gitar yang terpajang di dinding, bibirnya terangkat sedikit, di ambilnya gitar kesayangan Najwan, memberinya ke Kian dengan senang hati.
"Abang ngga mau ambil cuti sampe sebulan gitu?" Tanya Kala. Dirinya mendudukkan diri di sofa, menatap Kian yang berhadapan dengan dirinya.
"Ngga bisa. Abang harus lanjut kuliah," Petik demi petikan gitar terdengar mengisi ruangan yang sunyi. Entah mengapa, Kala teringat sang mantan kekasih. Setiap melihat gitar pasti pikirannya ke Chindy. "Adek jangan nakal ya disini. Ayah udah ngga ada, bunda ngga mungkin bisa ngelarang adek. Usahain jangan bikin bunda kecewa."
"Aman."
Keheningan menyapa keduanya. Alunan masih terdengar. Tiba-tiba Kian menatap Kala, tatapannya sulit di artikan.
"Kamu putus sama Chindy?"
Kala terdiam beberapa saat, netranya menatap Kian, "Abang tau dari mana?"
"Andre."
"Oh," Kala mengangguk paham, "Yaa gitu deh."
"Kenapa sih? Awalnya kayak gimana? Coba cerita sama abang."
Mulut Kala mengeluarkan suara, menceritakan kejadian beberapa hari lalu di sekolahan hingga ke pemicu dirinya putus dengan Chindy. Kian mengangguk paham, mengerti kalau mereka hanya dalam perasaan labil.
"Gimana ya. Adek juga salah, kamu pelukan sama Arka. Chindy nya juga terlalu cepet ngambil keputusan."
Kala menatap Kian dalam diam, "Sebenernya ada alasan lain kenapa adek nge iya-in putus."
"Kenapa?"
"Bang Juan tau."
Kian membulatkan kedua matanya, ia melepas gitar dari pangkuan, "Kenapa bisa?"
"Eummm." Kala tampak bingung harus memberi tahu atau tidak, tapi melihat respon Kian yang mengangguk sepertinya ia paham.
"Yaudah. Juan biar jadi urusan abang, kamu fokus ke hubungan aja."
"Tapi adek bingung harus gimana."
"Datengin, jelasin. Tapi jangan di paksa kalo dia ngga mau. Nunggu waktu yang pas aja."
Kala menganggukkan kepalanya, ia ijin berpamitan ke kamar. Tubuhnya melepas penat ketika rebahan di kasur. Di jam 6 lewat 20, hari Rabu, menyatakan bahwa Kala kangen Chindy. Kangen pelukan kakak kelas cueknya, kangen suaranya, kangen suara gitarnya, semuanya Kala kangen.
Deru nafas berat terdengar, ia berdiri menghampiri jendela, membuka gorden sembari melihat langit malam yang teduh. Di bukanya jendela, angin sepoi-sepoi menyapa wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 MIPA 3
Teen Fiction[Cerita di deskripsi nyambung ke chapter 1] Pernah gak sih kamu naksir sama kakak kelas yang ngambil jurusan MIPA dan ternyata ada pelajaran matematika lanjut? Otomatis dia pinter matematika dong? Jelas. Ini tentang Kala yang naksir sama kakak kelas...