page three

1 1 0
                                    

Hiruk pikuk para supporter memenuhi arena permainan. Mereka semua berasal dari sekolah yang berbeda. Seperti sudah direncanakan, kebanyakan siswa yang menjadi supporter tersebut membawa bendera yang menjadi ciri khas sekolah mereka, bahkan ada yang membawa banner.

Baru saja memasuki arena, Kayana sudah merasa sesak napas sendiri, bukan asma, hanya saja dirinya seringkali merasa pusing dan pengap sendiri ketika berada di keramaian.

Yah, dirinya sendiri yang memilih untuk ikut.

Kayana, Anel dan juga Anne mengambil posisi tempat duduk yang bisa dibilang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat juga, alias ditengah. Masing-masing dari mereka membawa air mineral yang katanya sih untuk para pemain.

Sembari menunggu permainan dimulai, Kayana membuka permen jelly yang tadi ia beli di minimarket. Netranya menelisik satu persatu wajah pemain dari sekolahnya, mencoba mencari apakah ada seseorang yang ia kenal.

“Eh? Itu kan...” gumam Kayana

“Kenapa, Kay?” tanya Anne

Kayana menoleh kearah Anne, ia menggeleng sambil menunjuk seseorang dibawah sana, “Itu dari SMA kita? Kok gue baru liat ya?”

Anne dan Anel pun serempak mengikuti arah tunjuk Kayana. Nomor punggung 3, laki-laki dengan tinggi yang bisa dibilang lumayan dan wajah yang yah... ganteng?

Kedua remaja itu memandang satu sama lain, cekikikan sendiri sambil mengangguk seolah mereka paham satu sama lain.

Apakah musim semi sudah datang kepada teman mereka?

“Lo naksir sama dia?”

Kayana mengernyit, padahal dia cuma bertanya kenapa mereka langsung mengartikannya ke arah lain. Sontak saja, Kayana menggeleng cepat, membuat kedua temannya itu justru malah tertawa.

“Raka Naresha, anak IPA 1, gue juga jarang ngeliat dia sih, bahkan gue ngiranya tadi tuh dia anak SMA sebelah ternyata bukan,” jawab Anel, matanya memicing tanda ia fokus, melirik sesekali objek yang sedang mereka bicarakan.

“Apa dia tipe yang pemalu gitu ya? Jadi males keluar gitu. Tapi, gue kayak ga asing deh sama wajahnya” ujar Kayana menerka-nerka. Pikirannya ia bawa ke masa lalu, mengingat kembali wajah Raka yang tampak familiar olehnya itu.

“Wah, wah, ada apa nih? Jangan-jangan kalian tuh dulunya temen masa kecil, karena orang tua kalian temenan, terus nih terpisah karena suatu alasan gitu terus sekarang dia muncul lagi dan endingnya berantem, terus—"

“Mulai deh, mulai ngawur nya” ucap Anel memotong perkataan Anne, “Stop hiperbola please, An. Kita tuh bukan karakter utama di novel-novel, mana mungkin kejadian kayak gitu beneran ada?”

“Lah, temen online gue tuh, kisahnya kayak di novel. Mulai dari yang naksir sepihak, beda agama, bahkan friendzone pun semuanya dicobain sama dia”

Tak peduli dengan perdebatan kedua temannya, Kayana, ia masih mencoba mengingat kembali kejadian-kejadian yang ada di masa lalu. Dirinya yakin, sangat yakin, ia pernah bertemu dengan Raka.

Tapi, dimana?

Permainan pun dimulai. Suara para supporter bertambah heboh, seiringnya dengan poin yang dicetak para pemain.

Kayana memfokuskan pandangannya pada nomor punggung 3, Raka Naresha yang telah menjadi perhatiannya sejak tadi. Bagaikan tersihir, Kayana terkekeh melihat Raka meloncat kegirangan merayakan kemenangan mereka. Rambutnya yang naik turun, ditambah senyumnya yang lebar dan hidung yang mengerucut ketika tertawa.

Itu dia, sekarang Kayana ingat.

“Dia... Cowok yang waktu itu nabrak gue gak sih?”

Wajah yang familiar, sosok yang membuatnya terkekeh tadi.

“Eh, Kenapa Kay?”

Laki-laki yang ia panggil bapak, yang menabraknya, yang ia tidak sengaja emosi kepada laki-laki tersebut.

“Anjir, mampus gue”

***

Pertandingan telah usai beberapa menit yang lalu. Perlahan, arena tersebut berangsur sepi seiring berjalannya waktu.

Kayana, dan juga kedua temannya memutuskan untuk menemui para pemain dari SMA mereka terlebih dahulu. Anne dan Anel yang memaksa, padahal aslinya tadi Kayana sudah mau pulang.

Kedua gadis itu melakukan tos kepada semua pemain, seakan sudah akrab dan kenal lama dengan mereka. Sedangkan Kayana, gadis itu hanya tersenyum ramah dan melakukan tos sesekali apabila diajak.

“Kita foto bareng dulu, yuk! Agenda wajib, biasa” ajak Anel, dia mulai mengatur posisi teman-temannya agar masuk dalam kamera.

Kayana menahan napas, ia seperti digeser kesana kemari karena saking ramainya dan berdempetan satu sama lain.

“Maaf, gak sengaja” ucap Kayana setelah secara tidak sengaja menyenggol seseorang disampingnya.

“Pfft”

Kayana menoleh, mencari sumber suara yang baru saja seperti menertawakan dirinya.

“Sekarang udah mau minta maaf duluan?”

Jika ia bisa memutar waktu kembali, harusnya dirinya tidak usah saja menoleh tadi.

Tatapannya seolah meremehkan, satu alisnya yang ia naikkan dan senyum tipis seperti mentertawakan.

Sial.

dear diary: we fell in love in marchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang