Keputusan Terakhir

4 1 0
                                    

Dengan hati yang masih bimbang, Maisha akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Mahen tentang perasaannya.

Dia tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam kebingungan. Dia harus jujur pada dirinya sendiri dan pada Mahen.

Suatu sore, mereka bertemu di taman tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. Maisha tahu ini akan menjadi percakapan yang sulit, tetapi dia merasa bahwa inilah satu-satunya cara untuk mendapatkan kejelasan.

"Mahen, aku perlu bicara," kata Maisha ketika mereka duduk di bangku yang sama seperti biasa.

Mahen menatapnya dengan serius. "Ada apa, Maisha?"

Maisha menundukkan kepala, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Aku... aku rasa aku mulai menyukaimu lebih dari sekadar teman. Tapi aku juga bingung, karena aku tidak ingin menyakiti Rizky, atau siapa pun."

Mahen terdiam, merenung sejenak sebelum menjawab. "Maisha, aku juga punya perasaan yang sama. Tapi aku juga tidak ingin membuat kamu terjebak dalam situasi yang sulit. Kalau kamu butuh waktu, aku akan menunggu."

Kata-kata Mahen membuat Maisha merasa lega, tetapi juga semakin bingung. Dia merasa terjebak di antara dua pilihan yang sulit, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam kebimbangan.

Akhirnya, Maisha memutuskan bahwa dia akan mengambil waktu untuk dirinya sendiri, tanpa memikirkan hubungan dengan siapa pun untuk sementara waktu.

"Aku butuh waktu untuk berpikir, Mahen. Aku tidak ingin terburu-buru," kata Maisha dengan lembut.

Mahen mengangguk, meskipun ada rasa kecewa yang jelas di matanya. "Aku mengerti, Maisha. Apa pun keputusanmu, aku akan menghormatinya."

Dengan keputusan itu, Maisha merasa sedikit lebih tenang. Dia tahu bahwa dia harus memikirkan masa depannya, termasuk keputusan besar tentang pendidikan yang harus dia ambil.

Tanpa tekanan dari siapa pun, Maisha mulai merenungkan apa yang sebenarnya dia inginkan dalam hidup.

Di Antara Langit dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang