021.

1.1K 73 0
                                    

Keesokan harinya, Joshua hendak menekan tombol lift namun pintu sudah terbuka dari dalam karena Yohan dan Lidya sudah berada di dalam lebih dulu lalu melihat kehadirannya. Ia lekas masuk dan berdiri di samping kakak iparnya itu.

Yohan berniat menegurnya namun kemudian Ia tak sengaja melihat tanda ungu kebiruan di leher Joshua yang menyembul dari balik kerah kemejanya. Kedua matanya terbelalak dan tangan kirinya refleks meraih leher Joshua dan mendorong pria itu hingga membentur dinding lift. Bahkan Lidya pun terkejut karena tak tahu mengapa Yohan tiba-tiba seperti akan mencekik Yura.

"AAAHHH! APAAN SIH?!" Protes Joshua.

"Lu apain Yura?"

"Apaan sih nggak ngapa-ngapain!"

"Terus itu leher lo kenapa memar??"

Joshua dan Lidya kompak menatap heran Yohan. Entah karena kelewat panik atau bagaimana, namun sepertinya hanya Yohan yang belum memahami apa yang terjadi sementara Lidya lekas memahaminya. "Ah, Han–" gumam Lidya menyentuh lengan Yohan namun pria itu sudah terlanjur emosi. Sementara Joshua yang panik lekas menutupi bekas itu dengan tangannya.

"Jawab–"

"Apanya yang mau dijawab??" Balas Joshua bingung. "Gue nggak mungkin jelasin asal-usul ini di tempat publik gila lu ya! Lagian kenapa juga gue harus ngomongin urusan rumah tangga gue–"

"Ya tapi itu–"

"Gue nggak berantem sama Yura!" Balas Joshua tegas. "Nikah makanya biar paham lo!" Sungutnya menepis tangan Yohan lalu keluar lebih dulu meski lantai yang ia tuju masih satu lagi di atas lantai di mana Ia turun.

"Ah, kamu tuh!" Sungut Lidya menepuk lengan Yohan. "Masa gitu aja nggak paham!"

"Ya itu mem–" Yohan terdiam ketika kini Ia memahami situasinya. "Jadi mereka–"

Lidya berdecak heran, "Kamu sendiri yang request keponakan kembar ke adek kamu dan Joshua. Giliran mau diwujudin malah dibilang berantem...hadeh..." ucap wanita itu keluar lebih dulu dari lift lalu disusul Yohan yang masih mencoba memproses apa yang terjadi.

"Jadi Yura udah nggak perawan lagi??" Gumamnya terkejut. Ia kemudian bergegas memasuki ruangannya dan Joshua pun tiba tak lama setelahnya. Keduanya mendadak canggung dan Yohan merasa bersalah akan sikapnya sebelumnya. "Coy..."

"Apa," balas Joshua menyalakan komputer tanpa menatap Yohan.

"Gue minta maaf...nggak kepikiran sampe ke sana."

Joshua menghela nafas pelan lalu melirik Yohan heran, "Lupain aja," ucapnya mengibaskan tangannya.

Yohan memperhatikan sekitarnya termasuk Lidya yang bergegas menuju ruangan meeting untuk mempersiapkan meeting yang akan dilakukan satu jam lagi. Ia kemudian menggeser kursi kerjanya mendekati Joshua. "Tapi lo serius?"

Joshua kembali melirik Yohan sebal, "Bukannya lo sendiri yang dulu bilang gue nggak boleh sesumbar buat urusan begituan?"

"Ke orang lain nggak boleh, ke gue nggak apa-apa."

"Orang gila."

Yohan tertawa pelan. "Gue nggak kebayang aja..."

"Ya ngapain juga lo bayangin, orgil," sungut Joshua.

"Bukan, bukan itunya. Gue pikir lo berdua kan nggak saling tertarik. Jadi gue sama sekali nggak kepikiran kalo lo berdua akhirnya gagal childfree–gagal kan? Yura soalnya udah yakin banget mau childfree. Gue cuma amazed aja lo bisa ngeyakinin dia buat berubah pikiran."

"Gue nggak maksa dia untuk hamil."

"I know. Yura bukan tipe orang yang bisa dipaksa." Balas Yohan. "Mungkin dia emang udah bener-bener tertarik sama lo."

KAPAN NIKAH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang