31. Garis dua

40 5 0
                                    

Hevan berada di atas Niara memandangnya persis saat Niara setengah sekarat waktu ia selamatkan. Niara memejamkan mata tidak tahu hal apa yang bisa dilakukan Hevan. 

Niara bangunlah lihat sifat asli lelaki yang selama ini selalu di sampingmu, tidak ada satu pun yang tulus selain diri sendiri. Manipulatif diam-diam dia sudah merencanakan hal yang akan merugikan dirimu!

***

Pagi harinya Niara masih tepar di tempat tidur, kondisi sprei juga bantal lusuh tidak beraturan. Niara tidak bangun walau langit sudah terang. Rambutnya menutupi separuh wajah, dengan keadaan Niara memakai utuh pakaiannya

???

Laki-laki memakai celana di atas lutut juga kaos putih melangkah menuju tempat tidur sambil memegang handuk. Sepertinya Hevan baru selesai keramas. Arah mata Hevan tertuju pada noda di kain sprei biru muda itu. Darah Niara mengenai kasurnya. Dirinya harus cepat-cepat mengganti alas kasur itu agar tidak ada yang mengetahui. 

"Niara!" 

Pertama Niara tidak menyahut. 

"Niara!" Hevan mengguncang bahu Niara dengan keras. Sudah pasti jika melakukan ini gadis itu bangun. 

Bukannya cepat bangun Niara justru memegangi tubuhnya sendiri. Tangan, perut, juga bagian paha terasa remuk seakan ia melakukan pekerjaan berat. 

"Badan ku sakit semua." Niara mengadukan keluhan yang dirasakan pada Hevan. 

"Kau sudah tidur terlalu lama. Masih kurang ingin bermalas-malasan?" karena respon Hevan yang dingin, Niara memutuskan bangun dari tempat nyaman. 

Ketika duduk di tepi kasur Niara merasa ada yang aneh. Niara menunduk melihat ke bajunya. Dia memakai semuanya bahkan di dalam pun tapi ini seperti tidak rapi. Niara memegang punggungnya merasakan sesuatu benar saja. Kait bhnya tidak seperti sebelumnya. Niara memejamkan mata memegang pelipisnya, Niara belum sadar jika  kemarin posisinya berada di dapur lalu sekarang bisa berpindah kemari.

**

Niara baru keluar dari rumah yang dikatakan Hevan milik pamannya diiringi Hevan di belakang. Hevan berjalan mendahului Niara menuju motornya. 

"Hevan." Walau dalam ucapan ragu Niara akhirnya bisa berucap.

"Aku merasa aneh." Niara memelankan suara berdiri di hadapan laki-laki yang sudah menaiki motor. 

"Aku merasa tidak nyaman. Apa terjadi sesuatu tadi malam?" 

"Kau harusnya paham. Aku merasa sangat letih!" ujar Niara lagi.  

"Lalu? Aku bukan dokter, aku tidak tahu apa yang kau derita. Minumlah pereda nyeri saat sampai di rumah." 

Dalam perjalanan Niara membonceng biasa agak menjaga jarak dengan Hevan. Tidak seperti biasanya dia menyandarkan kepala di punggung Hevan. Niara tidak suka respon Hevan yang dingin. Hevan berubah. 

Ketika tiba kembali di kediaman Wendry. Hevan enggan menatap balik Niara yang mengajaknya mengobrol. Niara memegang tangan Hevan meminta lelaki itu agar melihat ke arah matanya. Baru kali ini Niara merasakan aura berbeda di tatapan Hevan. Takut, waspada, seolah Hevan membenci Niara. 

5 hari setelahnya.

Hevan berada di rumah Wendry bukan hanya semata untuk menjaga Niara tapi pekerjaan lain seperti membetulkan kerusakan di pipa atau membuat wastafel baru dan masih banyak lagi tenaga Hevan dipakai. 

Saat Hevan berada di halaman belakang dengan tangga dan pria pekerja lainnya. Niara datang menghampiri dan menarik tangan Hevan. 

"Apa? Aku sedang sibuk." Tangan Hevan terbawa oleh Niara yang menariknya. 

Waiter Niara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang