Chapter 22

143 23 15
                                    

Happy reading, part ini full cerita di kehidupan masa lampau mereka. Jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

"Terus-terusan mengirim surat pada seorang pemuda dan tidak melakukan apa-apa? Yang benar saja? Anda akan menempatkan saya dalam masalah Noni..." kata Widuri saat dia melihat Amelia masih betah duduk dengan tumpukan kertas dan surat-suratnya.

"Ah, yang benar saja. Dari mana kamu tahu kalau aku menulis surat untuk seorang pemuda?" Amelia tersenyum ketika mendapati Widuri berkacak pinggang seperti yang sering ibunya lakukan. Meskipun sebenarnya Widur hanya bercanda. "Kamu sudah cocok menjadi seorang Nyonya, atau mungkin seorang ibu yang sedang memarahi anaknya?" Goda Amelia yang langsung membuat Widuri menurunkan kedua tangannya dan tertawa.

"Jangan mengejekku. Anda tidak suka menulis kan Noni. Apalagi yang bisa membuat anda betah berlama-lama selain menulis surat cinta? Katakan padaku, siapa lelaki beruntung itu, dan aku berjanji kalau aku akan tutup mulut." Widuri berjalan mendekat pada Amelia.

"Seorang pemuda tampan yang tidak sengaja aku kenal di salah satu pesta." Pipi Amelia bersemu merah saat mengatakannya.

Widuri mengambil salah satu surat tersebut dan membaca sekilas kepada siapa Amelia menuliskannya. Kemudian dia merapikannya supaya tidak berceceran. Lalu menuntun Amelia untuk berbaring di ranjangnya karena hari sudah malam. Waktunya gadis itu untuk beristirahat. Widuri memastikan kalau Amelia nyaman dengan posisinya, kemudian menarik selimut hingga sebatas dada.

"Aku yakin dia pasti lelaki tampan dan sangat beruntung karena bisa membuat gadis cantik seperti anda jatuh cinta. Tapi aku tidak ingin anda menghabiskan semua waktu anda seharian di depan meja sambil menulis surat-surat cinta tersebut. Atau aku akan ditegur oleh Nyonya." Kata Widuri sambil tersenyum. Widuri baru saja hendak bangkit sebelum Amelia menahan tangannya. Membuatnya mengurungkan niatnya.

"Widuri, mengapa kamu tidak mencari lelaki untuk dijadikan suamimu? Kamu sudah lebih dari cukup umur untuk menikah." Pertanyaan ini lagi. Sepertinya semua orang sedang memojokkan Widuri untuk cepat-cepat mengakhiri masa lajangnya. Dia sudah seperti nenek-nenek yang sama sekali belum menikah.

"Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali yang bertanya padaku mengapa aku belum menikah? Apa aku terlihat setua itu?" Amelia tertawa, kemudian gadis itu menggeleng.

"Kamu terlalu cantik dan pintar untuk seorang perempuan yang belum menikah. Kamu bisa mendapatkan lelaki manapun yang kamu mau." Kata Amelia dengan mata berbinar. Bagi Amelia, Widuri sudah seperti seorang kakak perempuan, kakak perempuan yang tidak pernah Amelia miliki.

Widuri tahu bagaimana harus bersikap terhadap Amelia. Dia yang paling tahu apa yang Amelia rasakan, apa yang Amelia inginkan, dan Widuri adalah satu-satunya orang yang bisa menjaga rahasia gadis itu, termasuk pada siapa hatinya sedang singgah saat ini. Jadi wajar kalau dia juga menginginkan Widuri untuk bahagia. Perempuan itu tidak mungkin menghabiskan seluruh hidupnya hanya untuk bekerja pada keluarga Van Langenberg. Meskipun sebenarnya Amelia senang kalau Widuri akan selalu berada di sampingnya, tapi dia lebih senang kalau Widuri bisa bahagia dengan pilihannya.

"Lelaki mana yang anda maksud? Seorang Meneer? Atau salah satu lelaki dari keluarga terpandang?" Widuri menggelengkan kepalanya. "Aku hanya akan menjadi simpanan untuk mereka. Hidup seperti apa yang akan aku miliki nantinya? Perempuan hanya makhluk lemah, bahkan kalau bukan karena kemurahan hati Noni aku tidak layak untuk belajar. Tidak layak untuk bisa membaca dan menulis."

Another Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang