Part 4

2 1 0
                                    

Putih abu-abu adalah warna dari gumpalan awan yang melayang di angkasa siang ini. Warna langit yang tidak sepenuhnya biru, seperti ada yang sengaja memulas warna lain di antaranya. Terkadang Ayyana ingin sekali meniup awan-awan itu supaya pergi. Namun, kali ini dia bersyukur masih ada awan yang melindunginya dari terik matahari.

Ayyana masih memakai seragam biru putih SMP-nya, berdiri di dekat gerbang SMA satu. Bangunan di depannya yang akan menjadi tempat mengukir kenangan-kenangan baru di usianya yang hampir 15 tahun. Banyak calon siswa dan orang tua siswa yang keluar dari bangunan itu. Sama seperti dirinya yang baru selesai mengikuti acara penerimaan siswa baru.

"Sory, Ay! Nunggu lama ya," seru Natha.

Suara Natha yang lantang membuat hampir semua orang menatap Ayyana dan Natha. Wajah-wajah baru yang akan menjadi teman sekolah Ayyana mulai berbisik. Dominan kalimatnya tidak enak didengar. Beberapa orang tua mereka pun melempar pandangan dingin ke Ayyana seolah gadis remaja ini melakukan kesalahan besar. Ada juga yang tidak peduli seperti iklan lewat yang tidak perlu dilihat.

"Ay? Jangan-jangan ayangnya. Wahh seru banget bisa satu sekolah sama the one," salah satu komentar seorang anak perempuan yang tepat lewat di depan Ayyana.

"Masih kecil sudah ayang-ayangan. Jangan niru kamu!" Ada juga orang tua yang menanggapi negatif.

"Mereka berani sekali panggil sayang di depan umum." Tidak sedikit juga yang beropini beda-beda.

"Memangnya kalau sudah SMA boleh pacaran?" celetuk siswa lainnya.

Dari sini Ayyana tahu tidak semua orang berpikiran sama. Apalagi tentang cinta. Ada orang tua yang masih berpikir anak mereka masih anak kecil. Sebagai seorang anak juga memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Kalau Ayyana sendiri berpikir bahasan tentang cinta masih jauh di depan sana.

Kisah anak remaja sepertinya akan menjadi masa-masa yang tidak akan pernah dilupakan. Bisa juga akan menjadi kenangan yang tidak berbekas di ingatan. Tergantung bersama siapa melewati masa-masa ini. Namun, Ayyana belum memikirkan sejauh itu.

Ada suara orang dewasa yang cukup nyaring keluar dari mulut orang tua yang melewati Ayyana. Dia berujar kepada siswa yang digandengnya,"Tidak boleh pacaran! Fokus belajar. Itu bukan contoh yang baik."

Pendapat orang tentu saja tidak ada yang bisa disalahkan. Namun, anak remaja yang baru berusia di angka lima belas tahun, di kepalanya terlalu banyak fantasi dan mimpi-mimpi. Rasanya sulit dibatasi. Anak-anak ini kadang juga bisa terlalu sensitif, terutama Ayyana. Ayyana merasa menjadi tersangka karena hanya satu panggilan 'Ay' dari Natha. Ayyana langsung melempar pandangan seperti singa yang ingin mematikan mangsanya kepada Natha. Sayangnya Natha bersikap seperti tidak emnedengar apa-apa.

"Kenapa sendirian? Bundaku mana?" tanya Natha santai.

"Rasanya yang punya telinga di sini cuma aku," jawab Ayyana melangkah menjauhi Natha.

Tidak benar kalau Natha tidak peka. Dia hanya mencoba bersikap biasa. Selama tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukannya, Natha tidak akan pernah merasa bersalah.

"Kamu terganggu dengan ucapan orang-orang. Bila yang dikatakan orang tidak ada yang benar, untuk apa harus dipikirkan," ucap Natha cuek.

"Anak-anak! Natha, Ayya! Maaf Bunda tadi ngobrol dulu sama Pak Kepala Sekolah. Lama nunggunya ya?" jelas Bunda.

"Bunda... Ayya nunggu lama banget. Panas, lapar, haus..." ucap Ayyana dengan suara keras, sengaja agar semua orang mendengar.

"Kakak Adik ternyata," bisik seseorang.

Ayyana tersenyum senang. Lebih baik dianggap saudara daripada kekasih. Mereka pun menuju mobil yang terparkir di halaman sekolah. Tidak banyak yang membawa mobil pribadi. Keluarga Natha memang terhitung berada.

Natha duduk di kursi depan di samping bundanya. Sedangkan Ayyana duduk di belakang. Natha menatap Ayyana, "Kamu sengaja? Sejak kapan kamu memanggil Bundaku, Bunda?" tanya Natha kepada Ayyana.

"Oh, tadi lidahku kepeleset. Habisnya lihat banyak orang diantar ibunya. Ayya kan juga pengen ngerasain punya Bunda." Ayyana beralasan mencari simpati yang dibuat-buat.

Ekspresi Ayyana sangat dikenal Natha. Seorang Ayyana yang dikenal Natha tidak pernah merasa sedih tentang kehilangan orang tuanya. Setidaknya di depan Natha, Ayyana adalah gadis yang tegar dan tidak pernah menangis.

"Kalau gitu Ayya panggil Bunda Meisha aja sekarang," jelas Meisha tidak keberatan.

"Nggak Tante. Nanti Natha nangis bundanya Ayya rebut," ucap Ayyana.

"Kan Bunda bisa dimiliki bareng-bareng," ucap Meisha.

"Poligami dong Tante." Spontan terucap dari mulut Ayyana. Entah kosakata didengar dari mana tiba-tiba termuntahkan dari kepala Ayyana.

"Kamu tahu poligami itu apa?" tanya Natha.

"Satu untuk berdua."

***

>>>Waduh Ayyana bisa-bisanya memahami poligami kaya gitu? 

>>>Mau lanjut ga nih gaess?

WHERE ARE YOU?Where stories live. Discover now