Tragedi Part 2

2 0 0
                                    


Erlangga masih terduduk di lantai garasi, merasakan sakit di sekujur tubuhnya akibat perkelahian dengan Baron. Kepalanya sedikit pusing, tetapi bukan karena rasa sakit fisik—lebih karena kekacauan yang terjadi di antara keluarganya. Napasnya masih terengah-engah saat dia berusaha bangkit, menyandarkan punggungnya ke dinding untuk mengumpulkan tenaga.

Di saat itu, Naomi datang dengan langkah cepat, wajahnya penuh kekhawatiran. Melihat keadaan Erlangga, ia segera mendekat.

"Lang! Lo nggak apa-apa?" ucap Naomi sambil berlutut di sampingnya, matanya mencari tanda-tanda luka.

Erlangga hanya menggelengkan kepala pelan, "Gue... gue baik-baik aja, Nai. Tapi semuanya makin rumit."

Naomi duduk di samping Erlangga, menatapnya dengan cemas. "Gue liat tadi Baron pergi. Apa yang terjadi? Kenapa lo berantem sama dia?"

Erlangga menghela napas panjang, menundukkan kepalanya. "Baron... dia bingung. Dan jujur, gue gak bisa nyalahin dia. Semua yang dia tau berubah begitu aja. Dia merasa dikhianati, dan sekarang dia mencoba lari dari semuanya."

Naomi diam sejenak, mencoba memahami situasinya. "Tapi lo kan gak bakal biarin dia gitu aja, kan? Lo pasti tahu dia butuh lo, meskipun sekarang dia marah."

Erlangga meremas rambutnya, frustrasi. "Gue gak tau harus gimana sekarang, Nai. Gue pengen bantu dia, tapi dia gak mau dengerin gue. Setiap kali gue coba buat ngomong, dia malah semakin menjauh. Dan sekarang, dia pergi."

Naomi meletakkan tangannya di bahu Erlangga, berusaha menenangkan. "Lo harus kasih dia waktu. Mungkin dia cuma butuh sendiri buat berpikir."

Erlangga menggeleng. "Gue takut kalo dia makin jauh, makin susah buat bawa dia balik lagi. Baron orang yang keras kepala. Sekali dia bikin keputusan, susah banget buat ngerubahnya."

Naomi terdiam. Ia tahu betul bagaimana sifat Baron. Di satu sisi, dia juga bingung harus memberikan nasihat apa. Situasi ini semakin rumit, dan Naomi merasa tak berdaya untuk membantu.

"Kita... gak bisa biarin ini berlarut-larut, Lang," Naomi berkata pelan, nadanya penuh kekhawatiran. "Perang ini... situasi keluarga... semuanya makin gak terkendali. Gue takut sesuatu yang lebih buruk bakal terjadi."

Erlangga menatap ke depan dengan tatapan kosong. "Gue juga takut, Nai. Semua ini makin di luar kendali. Gue cuma pengen semuanya kembali kayak dulu."

Naomi mendesah, "Kita gak bisa balik ke masa lalu, Lang. Yang bisa kita lakuin sekarang adalah cari cara buat hadapi semua ini, bareng-bareng."

Mereka berdua terdiam sejenak, merenungi situasi yang mereka hadapi. Di luar garasi, angin malam bertiup kencang, seolah mencerminkan badai emosi yang sedang mereka hadapi.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Naomi akhirnya bertanya, suaranya hampir berbisik. "Gue bener-bener gak tau lagi harus gimana."

Erlangga mengangkat kepalanya, menatap langit-langit garasi seakan berharap ada jawaban dari sana. "Gue juga gak tau, Nai. Tapi satu hal yang pasti, gue gak akan biarin Baron tersesat sendirian. Gue harus cari dia, gue gak bisa biarin dia pergi begitu aja."

Naomi tersenyum tipis, meski hatinya masih diliputi kekhawatiran. "Gue tau lo bakal bilang gitu."

Erlangga berdiri perlahan, meski tubuhnya masih terasa berat. "Kita harus cari cara buat semua ini gak semakin parah. Gue butuh lo, Nai. Lo satu-satunya orang yang bisa bikin gue tetap waras sekarang."

Naomi bangkit dan berdiri di sampingnya, matanya penuh tekad. "Gue di sini buat lo, Lang. Apa pun yang lo butuhin, gue akan bantu."

Erlangga menatap Naomi sejenak, merasa bersyukur memiliki sepupu yang selalu ada untuknya. Meski situasi semakin sulit, ia tahu ada orang-orang di sekitarnya yang masih bisa ia andalkan.

Gangsta Paradise : The MontagueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang