Hogwarts

156 18 2
                                    

Beberapa minggu setelah kepindahan Elena ke Hogwarts, suasana hatinya terasa hening. Meskipun dikelilingi oleh teman-teman sekelasnya, Elena lebih memilih menyendiri. Dia sering duduk di sudut ruangan, mata terfokus pada jendela yang menghadap ke halaman yang luas, mencoba mencerna perasaannya yang campur aduk.

Hanya ada satu teman yang selalu bersamanya—Luna Lovegood. Luna, dengan sifat ceria dan tidak terduga, menjadi penyelamat bagi Elena di saat-saat kelam. “Kenapa kamu selalu terlihat seperti ada beban di punggungmu?” tanya Luna, duduk di sebelah Elena dengan gaya santai.

Elena menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya dari luar jendela. “Aku tidak tahu, Luna.”

Luna mengangguk, seolah-olah memahami beban yang dipikul Elena meski dia tidak tahu detailnya. “Hogwarts bisa jadi tempat yang menakutkan jika kamu merasa sendirian. Tapi kamu tidak sendirian. Aku ada di sini, dan kamu bisa bercerita padaku.”

Elena tersenyum tipis, menyadari betapa berharganya kehadiran Luna. “Terima kasih, Luna. Kadang aku merasa semua orang bisa merasakan sesuatu yang tidak aku mengerti.”

“Aku juga merasa seperti itu kadang-kadang,” kata Luna dengan lembut. “Tapi ingat, kita semua memiliki cerita kita sendiri. Mungkin suatu hari, kamu bisa berbagi ceritamu.”

Setiap hari berlalu, Elena semakin merasa terasing. Dia melihat siswa lain berinteraksi, tertawa, dan membentuk ikatan yang kuat. Namun, dia merasa seperti pengamat, berdiri di luar jendela kehidupan mereka. Ketakutan akan dunia bayangan yang menghantuinya, dan rasa ketidakpastian tentang masa depan membuatnya sulit untuk terhubung dengan orang lain.

Hari itu, Luna kembali mengajak Elena dengan semangat yang tinggi. “Ayo, Elena! Kita harus pergi ke kelas Ramalan! Aku dengar Professor Trelawney punya ramalan yang menarik untuk hari ini!”

Elena hanya mengangguk, meski hatinya tidak sepenuhnya tertarik. Kelas Ramalan selalu membuatnya merasa aneh, dan penjelasan Trelawney tentang masa depan sering kali terasa kabur dan tidak masuk akal. Namun, dia tahu Luna sangat menikmati pelajaran itu.

Saat mereka berjalan menuju ruang kelas, Elena melihat Luna berjalan tanpa sepatu. “Luna, kenapa kamu tidak pakai sepatu?” tanyanya, sedikit khawatir.

Luna tersenyum ceria, tidak tampak terganggu oleh pertanyaannya. “Mungkin nargles yang menyembunyikannya,” jawabnya sambil melanjutkan langkahnya, seolah itu adalah hal paling wajar di dunia.

“Jadi, kamu tidak khawatir? Bagaimana kalau kamu terluka?”

“Ah, tidak! Kaki telanjang itu lebih bebas!” Luna menjawab sambil melompat sedikit, menunjukkan bahwa dia tidak keberatan berjalan tanpa sepatu. “Aku merasa lebih dekat dengan alam. Lagipula, aku bisa merasakan energi dari tanah!”

Ketika mereka mendekati pintu kelas Ramalan, Elena merasakan rasa cemas yang familiar muncul kembali. “Ayo, kita masuk!” kata Luna dengan penuh semangat, mendorong Elena ke dalam ruangan.

Begitu mereka melangkah masuk, aroma lavender dan aroma aneh dari ramuan yang tergantung di dinding menyambut mereka. Professor Trelawney, dengan rambutnya yang berantakan dan kacamata besar, berdiri di depan kelas, memandangi murid-muridnya dengan tatapan penuh misteri.

“Selamat datang, anak-anak!” suara Trelawney menggema, terdengar dramatis. “Hari ini, kita akan mengeksplorasi visi dan ramalan! Siapa yang ingin berbagi mimpi atau penglihatan mereka?”

Elena merasa dadanya berdebar. Dia lebih suka menjadi penonton di kelas ini daripada pusat perhatian. Namun, saat dia melihat Luna dengan senyuman lebar dan mata berbinar, dia menyadari betapa pentingnya mendukung temannya.

Ketika Luna dengan antusias mengangkat tangan untuk berbagi pengalamannya, Elena memutuskan untuk tetap bersamanya. Meskipun kelas ini membuatnya merasa tidak nyaman, dia tidak ingin mengecewakan Luna.

THE LOST MEMORIES [Draco Malfoy × OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang